Selasa, 01 Februari 2011

BAB I
PENDAHULUAN
Kimia Hasil Pertanian adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari aplikasi kimia pada bidang pertanian. Pada praktikum kali ini kami membahas mengenai karbohidrat, protein, lemak, air, vitamin, abu dan mineral, pektin dan serat.
Karbohidrat merupakan komponen pangan yang menjadi sumber energi utama dan sumber serat makanan. Komponen ini disusun oleh 3 unsur utama, yaitu karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O).
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi hampir seluruh penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara – negara yang sedang berkembang. Walaupun jumlah karbohidrat yang dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat hanya 4 kkal bila dibanding protein dan lemak, karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah. protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn pengatur. Protein adlaah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).
Protein merupakan suatu polipeptida dengan BM yang sangat bervariasi dari 5000 samapi lebih dari satu juta karena molekul protein yang besar, protein sangat mudah mengalami perubahan fisis dan aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari protein seperti panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif (Sudarmadji, 1996).

Secara umum senyawa yang disebut lipid biasanya diartikan sebagai
suatu senyawa yang dalam pelarut tidak larut dalam air, namun larut organik.
Contohnya benzena, eter, dan kloroform. Suatu lipid suatu lipid tersusun atas
asam lemak dan gliserol. Berbagai kelas lipid dihubungkan satu sama lain
berdasarkan komponen dasarnya, sumber penghasilnya, kandungan asam
lemaknya, maupun sifat-sifat kimianya. Kebanyakan lipid ditemukan dalam
kombinasi dengan senyawa sederhana lainnya (seperti ester lilin, trigliserida,
steril ester dan fosfolipid), kombinasi dengan karbohidrat (glikolipid),
kombinasi dengan protein (lipoprotein). lipid yang sangat bervariasi struktur
dan fungsinya,mulai dari volatile sex pheromones sampai ke karet alam. Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain.

Air menutupi hampir 71% permukaan bumi. Terdapat 1,4 triliun kilometer kubik (330 juta mil³) tersedia di bumi. Air sebagian besar terdapat di laut (air asin) dan pada lapisan-lapisan es (di kutub dan puncak-puncak gunung), akan tetapi juga dapat hadir sebagai awan, hujan, sungai, muka air tawar, danau, uap air, dan lautan es
Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita yang berfungsi untuk mambantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Tanpa vitamin manusia, hewan, dan makhluk hidup lainnya tidak akan dapat melakukan aktifitas hidup dan kekurangan vitamin dapat menyebabkan memperbesar peluang terkena penyakit pada tubuh kita. Vitamin berdasarkan kelarutannya di dalam air, dibagi menjadi 2, yaitu vitamin yang larut di dalam air : Vitamin B dan Vitamin C dan Vitamin yang tidak larut di dalam air : Vitamin A, D, E, dan K. (Anonim, 2009)

Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam bahan pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu garam organik misalnya asetat, pektat, mallat, dan garam anorganik, misalnya karbonat, fosfat, sulfat, dan nitrat. Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut pengabuan. Kandungan dan komposisi abu atau mineral pada bahan tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya.
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organic dan air. Sisanya terdiri dari unsur – uinsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat organic atau kadar abu.
Serat (Inggris: fiber) adalah suatu jenis bahan berupa potongan-potongan komponen yang membentuk jaringan memanjang yang utuh. Contoh serat yang paling sering dijumpai adalah serat pada kain. Material ini sangat penting dalam ilmu Biologi baik hewan maupun tumbuhan sebagai pengikat dalam tubuh. Manusia menggunakan serat dalam banyak hal: untuk membuat tali, kain, atau kertas. Serat dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu serat alami dan serat sintetis (serat buatan manusia). Serat sintetis dapat diproduksi secara murah dalam jumlah yang besar. Namun demikian, serat alami memiliki berbagai kelebihan khususnya dalam hal kenyamanan.
Beberapa dekade yang lalu, orang menggunakan istilah bulk atau roughage (bagian yang kasar) untuk menunjuk kepada komponen pangan yang sekarang dikenal sebagai serat makanan.
Serat makanan (diatery fiber) adalah komponen dalam tanaman yang tidak tercerna secara enzimatik menjadi bagian-bagian yang dapat diserap di saluran pencernaan. Serat secara alami terdapat dalam tanaman. Serat terdiri atas berbagai substansi yang kebanyakan di antaranya adalah karbohidrat kompleks.
Pektin merupakan segolongan polimer heterosakarida yang diperoleh dari dinding sel tumbuhan darat. Pertama kali diisolasi oleh Henri Braconnot tahun 1825. Wujud pektin yang diekstrak adalah bubuk putih hingga coklat terang. Pektin banyak dimanfaatkan pada industri pangan sebagai bahan perekat dan stabilizer (agar tidak terbentuk endapan).
Pektin pada sel tumbuhan merupakan penyusun lamela tengah, lapisan penyusun awal dinding sel. Sel-sel tertentu, seperti buah, cenderung mengumpulkan lebih banyak pektin. Pektinlah yang biasanya bertanggung jawab atas sifat "lekat" (Jawa: pliket) apabila seseorang mengupas buah. Penyusun utama biasanya polimer asam D-galakturonat, yang terikat dengan α-1,4-glikosidik. Asam galakturonat memiliki gugus karboksil yang dapat saling berikatan dengan ion Mg2+ atau Ca2+ sehingga berkas-berkas polimer "berlekatan" satu sama lain. Ini menyebabkan rasa "lengket" pada kulit. Tanpa kehadiran kedua ion ini, pektin larut dalam air. Garam-garam Mg- atau Ca-pektin dapat membentuk gel, karena ikatan itu berstruktur amorf (tak berbentuk pasti) yang dapat mengembang bila molekul air "terjerat" di antara ruang-ruang.
Praktikum Kimia Hasil Pertyanian ini sangat penting dilakukan untuk dapat mengukur kadar dari masing – masing nilai gizi pada bahan pangan. Setelah melakukan praktikum ini, praktikan nantinya bisa mengukur nilai gizi bahan pangan baik itu kadar karbohidrat, protein, lemak, air, vitamin, abu dan mineral, pectin serta kadar serat.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 KARBOHIDRAT
Karbohidrat merupakan komponen pangan yang menjadi sumber energi utama dan sumber serat makanan. Komponen ini disusun oleh 3 unsur utama, yaitu karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O).
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi hampir seluruh penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara – negara yang sedang berkembang. Walaupun jumlah karbohidrat yang dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat hanya 4 kkal bila dibanding protein dan lemak, karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah.
Gula sederhana dan zat-zat yang dengan hidrolisis menghasilkan gulas sederhana disebut karbohidrat. Aslinya nama karbohidrat digunakan karena kompoposi kebayanyakan gula, pati, dan selulosa berpadanan dengan hidrat hipotetis dari karbon, Harga x dan y dapat berjangka antara 3 sampai ribuan
Suatu pengelompokkan yang luas dari sejumlah besar karbohidrat, terdiri dari sekitar setengah lusin kelas utama, dengan barangkali 40 subkelas. Pada umumnya, semua karbohidrat disebut sakarida (Yunani, sacbaron, gula). Pembahasan akan dibatasi pada zat berikut: (1) monosakarida, yang tidak dapat dihidrolisis; (2) disakarida, yang dapat dihidrolisis menjadi dua molekul monosakarida; dan (3) polisakarida, yang membentuk banyak molekul monosakarida dengan hidrolisis.

Diantara monosakarida yang terpenting terdapat molekul yang mengandung enam atom karbon, yang kenal dengan nama heksosa, C6H12O6 Bila suatu heksosa mengandung suatu gugus aldehida, senyawaan itu dikenal sebagai suatu aldoheksosa; jika mengandung suatu gugus keton, disebut ketoheksosa Heksosa adalah zat manis, kristalin dan larut yang terdapat dalam madu dan buah matang karbohidrat yang terhidrolisis dan menghasilkan heksosa adalah gula tebu, gula gandum, gula susu, pati dan selulosa.
Gambar molekul monosakarida adalah sebagai berikut:
Sukrosa (gula tebu), maltosa (gula gandum) dan laktosa (gula susu) merupakan anggota penting dari grup disakarida, C12H22O11. Seperti dinyatakan oleh namanya, tiap molekul gula ini terdiri dari dua satuan monosakarida Dapat dibanyangkan bahwa satuan-satuan ini dihubungkan satu sama lain oleh ikatan-ikatan yang dihasilkan dari eliminasi (pembuangan) sebuah molekul air (Pudjaatmaka, 1992:409-412).
Terdapat 4 kumpulan utama molekul biologi yang besar, iaitu karbohidrat, lemak, protein dan asid nukleik. Kebanyakan makromolekul adalah polimer, terbina daripada satu unit (monomer) yang banyak. Karbohidrat memainkan peranan sebagai pembekal tenaga (bahanapi) dan juga untuk pembinaan sel-sel organisme. Lipid adalah molekul hidrofobik yang sangat luas ciri-cirinya. Protein pula mempunyai berbagai struktur, lalu menghasilkan kepelbagaian fungsi sementara asid nukleik mempunyai tugas yang tidak berbelah-bagi: menyimpan dan memancarkan maklumat perwarisan.
Fungsi utama karbohidrat, adalah sebagai sumber tenaga untuk sel. Contohnya, 1g karbohidrat berupaya membebaskan 17 kilojoule (kJ) tenaga (www.pssplab.com)
Karbohidrat adalah sebutan umum untuk molekul yang terdiri daripada karbon, hydrogen dan oksigen dengan setaip satu unsur berada pada nisbah 1:2:1. Dengan itu, cara menulis formula untuk karbohidrat ialah (CH2O)n, dimana n ialah bilangan karbon pada rangka molekul tersebut. Daripada formula ini dapat difahami kenapa kumpulan makromolekul ini di panggil ‘karbohidrat’ yang memberi makna karbon dan air.
Karbohidrat merupakan hasil alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Karena senyawa ini merupakan makanan pokok bagi manusia. Pembentukkan karbohidrat pada alam terjadi dalam tumbuh-tumbuhan yang dikenal dengan istilah fotosintesis. Karbohidrat terbagi atas beberapa golongan yaitu:
1)Monosakarida, yang umumnya mempunyai 5 atom C seperti ribose, araribosa, ksilosa, dan yang mempunyai 6 atom C seperti glukosa, mannose, galaktosa dan fruktosa.
2)Disakarida, yang disusun oleh dua molekul monosakarida seperti sukrosa, laktosa, dan maltosa.
3)Polisakarida, yang disusun oleh banyak sekali molekul monosakarida seperti amilun dan selulosa
Glikosida, yaitu molekul monosakarida yang berikatan dengan molekul bukan gula, molekul bukan gula ini dinamakan aglikon dan umumnya merupakan senyawa aromatik.
Karbohidrat sangat akrab dengan kehidupan manusia. Karena ia adalah sumber energi utama manusia. Contoh makanan sehari-hari yang mengandung karbohidrat adalah pada tepung, gandum, jagung, beras, kentang, sayur-sayuran dan lain sebagainya.
II.2 PROTEIN
protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn pengatur. Protein adlaah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).
Protein merupakan suatu polipeptida dengan BM yang sangat bervariasi dari 5000 samapi lebih dari satu juta karena molekul protein yang besar, protein sangat mudah mengalami perubahan fisis dan aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari protein seperti panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif (Sudarmadji, 1996).


Struktur asam amino digambarkan sebagai berikut:
H
H2N C COOH
R
(Lehninger, 1995).
Oleh adanya kedua gugus tersebut asam amino dalam larutan dapat membentuk ion yang bermuatan positif dan juga bermuatan negatif atau disebut juga ion amfoter (zwitterion). Keadaan ion ini sangat tergantung pada pH larutan. Apabila asam amino dalam air ditambah dengan basa, maka asam amino akan terdapat dalam bentuk (I) karena konsentrasi ion OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ pada gugus –NH3+. Sebaliknya bila ditambahkan asam ke dalam larutan asam amino, maka konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan dengan ion –COO- sehingga terbentuk gugus –COOH sehingga asam amino akan terdapat dalam bentuk (II) (Anna Poedjiadi, 1994).
Dalam suatu sistem elektroforesis yang memiliki elektroda positif dan negatif, asam amino akan bergerak menuju elektroda yang berlawanan dengan muatan asam amino yang terdapat dalam larutan. Apabila ion asam amino tidak bergerak ke arah negatif maupun positif dalam suatu sistem elektroforesis maka pH pada saat itu disebut pH isolistrik. Pada pH tersebut terdapat keseimbangan antara bentuk-bentuk asam amino sebagai ion amfoter, anion dan kation (Anna Poedjiadi, 1994).
Gugus karboksil pada asam amino dapat dilepas dengan proses dekarboksilasi dan menghasilkan suatu amina. Gugus amino pada asam amino dapat bereaksi dengan asam nitrit dan melepaskan gas nitrogen yang dapat diukur volumenya. Van Slyke menggunakan reaksi ini untuk menentukan gugus amino bebas pada asam amino, peptida maupun protein. (Anna Poedjiadi, 1994).
Pada dasarnya suatu peptida adalah asil-asam amino, karena gugus –COOH dan –NH2 membentuk ikatan peptida. Peptida didapatkan dari hidrolisis protein yang tidak sempurna. Apabila peptida yang dihasilkan dihidrolisis lebih lanjut akan dihasilkan asam-asam amino. (Anna Poedjiadi, 1994).
Sifat peptida ditentukan oleh gugus –COOH, –NH2 dan gugus R. Sifat asam dan basa pada peptida ditentukan oleh gugus –COOH dan –NH2 , namun pada rantai panjang gugus –COOH dan –NH2 yang terletak diujung rantai tidak lagi berpengaruh. Suatu peptida juga mempunyai titik isolistrik seperti pada asam amino. Reaksi biuret merupakan reaksi warna untuk peptida dan protein. (Anna Poedjiadi, 1994).
Struktur protein dapat dibagi menjadi empat bentuk; primer, sekunder, tersier dan kuartener. Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer. Susunan tersebut akan menentukan sifat dasar protein dan bentuk struktur sekunder serta tersier. Bila protein menandung banyak asam amino dengan gugus hidrofobik, daya kelarutannya kurang dalam air dibandingkan dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofil. (Winarno, 1992).
Protein yang terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan, antara lain:
Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan.
.Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman.
Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim proteolitik.
Dapat bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat.
Denaturasi protein
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovelen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan aterbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Winarno, 1992).
Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang ersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembakikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat (Winarno, 1992).
Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein (Ophart, C.E., 2003).
Untuk menentukan kualitas protein dalam bahan makanan dapat dilakukan secara in vitro, yaitu metode penentuan kulaitas protein secara khemis berdasarkan pada pemecahan protein oleh enzim proteolitik seperti pepsin, tripsin, khimotripsin, dan aminopeptidase (Narasinga, 1978). Analisis ini memberikan gambaran berlangsungnya proses pencernaan protein di lambung dan usus.
Enzim yang biasa digunakan dalam percobaan adalah enzim pepsin yang merupakan golongan dari enzim endopeptidase, yang dapat menghidrolisis ikatan-ikatan peptida pada bagian tengah sepanjang rantai polipeptida dan bekerja optimum pada pH 2 dan stabil pada pH 2-5. Enzim ini dihasilkan dalam bentuk pepsinogen yang yang belum aktif di dalam getah lambung. Pepsin berada dalam keadaan inaktif sempurna pada keadaan netral dan alkalis. Enzim ini bekerja dengan memecah protein menjadi proteosa dan pepton (Del valle, 1981).
Analisis protein secara in vitro terbagi atas dua metode. Metode pertama adalah pepsin digest residue index (PDR) menggunakan enzim pepsin sebagai penghidrolisis sampel protein. Sedangkan metode kedua adalah pepsin pancreatin digest index yang menggunakan dua macam enzim yaitu pepsin dan pancreatin. Pada kedua metode tersebut dibandingkan jumlah nitrogen pada sampel dan pada residu sampel setelah dilakukan hidrolisis oleh enzim.
Peneraan jumlah protein dilakukan dengan menentukan jumlah nitrogen yang dikandung oleh suatu bahan. N total bahan diukur dengan menggunakan metode mikro-Kjeldahl. Prinsip dari metode ini adalah oksidasi senyawa organik oleh asam sulfat untuk membentuk CO2 dan H2O serta pelepasan nitrogen dalam bentuk ammonia yaitu penentuan protein berdasarkan jumlah N. Dalam penentuan protein seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi teknik ini sulit sekali dilakukan mengingat kandungan senyawaan N lain selain protein dalam bahan juga terikut dalam analisis ini. Jumlah senyawaan N ini biasanya sangat kecil yang meliputi urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, dan pirimidin. Oleh karena itu penentuan jumlah N total ini tetap dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Kadar protein yang ditentukan dengan cara ini biasa disebut sebagai protein kadar/crude protein (Sudarmadji, 1996).

Penentuan Protein Total
Dalam penentuan protein cara Kjeldahl ini, kandungan unsur N yang didapatkan tidak hanya berasal dari protein saja. Mengingat jumlah kandungan senyawa lain selain protein dalam bahan biasanya sangat sedikit, maka penentuan jumlah N total ini mewakili jumlah protein yang ada, sehingga disebut kadar protein kasar. Analisa protein total Kjeldahl terdiri atas tiga tahapan; destruksi, destilasi dan titrasi.

Metoda Mikrokjeldahl

Prinsipnya adalah penentuan jumlah Nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan dengan cara mendegradasi protein bahan organik dengan menggunakan asam sulfat pekat untuk menghasilkan nitrogen sebagai amonia, kemudian menghitung jumlah nitrogen yang terlepas sebagai amonia lalu mengkonversikan ke dalam kadar protein dengan mengalikannya dengan konstanta tertentu. Disebut sebagai metode mikro (Mikrokjeldahl) karena ukuran sampel kecil, yaitu kurang dari 300 mg. Jika sampel yang digunakan lebih dari 300 mg disebut metode makro. Metode mikro digunakan pada bahan yang diduga hanya mengandung sedikit N. Analisa protein dengan metode Mikrokjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi.

II.3 LEMAK
Secara umum senyawa yang disebut lipid biasanya diartikan sebagai
suatu senyawa yang dalam pelarut tidak larut dalam air, namun larut organik.
Contohnya benzena, eter, dan kloroform. Suatu lipid suatu lipid tersusun atas
asam lemak dan gliserol. Berbagai kelas lipid dihubungkan satu sama lain
berdasarkan komponen dasarnya, sumber penghasilnya, kandungan asam
lemaknya, maupun sifat-sifat kimianya. Kebanyakan lipid ditemukan dalam
kombinasi dengan senyawa sederhana lainnya (seperti ester lilin, trigliserida,
steril ester dan fosfolipid), kombinasi dengan karbohidrat (glikolipid),
kombinasi dengan protein (lipoprotein). lipid yang sangat bervariasi struktur
dan fungsinya,mulai dari volatile sex pheromones sampai ke karet alam.

Berdasarkan komponen dasarnya, lipid terbagi ke dalam lipid sederhana (simple lipid), lipid majemuk (compound lipid), dan lipid turunan (derived lipid). Berdasarkan sumbernya, lipid dikelompokkan sebagai lemak hewan (animal fst), lemak susu (milk fat), minyak ikan (fish oil), dll. Klasifikasi lipid ke dalam lipid majemuk karena lipid tersebut mengandung asam lemak yang dapat disabunkan, sedangkan lipid sederhana tidak mengandung asam lemak dan tidak dapat disabunkan.

Lipid seperti lilin (wax), lemak, minyak, dan fosfolipid adalah ester yang jika dihidrolisis dapat menghasilkan asam lemak dan senyawa lainnya termasuk alkohol. Steroid tidak mengandunga asam lemak dan tidak dapat dihidolisis.
Lipid berpern penting dalam komponen struktur membran sel. Lemak dan minyak dalam bentuk trigliserol sebagai sumber penyimpan energi, lapisan pelindung, dan insulator organ-organ tubuh beberapa jenis lipid berfungsi sebagai sinyal kimia, pigmen, juga sebagai vitamin, dan hormon.

Fosfolipida memiliki seperti trigliserida. Bedanya, pada fosfolipida satu asam lemaknya digantikan oleh gugus fosfat yang mengikat gugus alkohol yang mengandung nitrogen, contohnya yaitu fosfatidiletanolamin (sefalin), fosfatidilkolin (lesitin), dan fosfatidilserin.

Sebagian besar lemak dan minyak di alam terdiri atas 98-99% trigliserida. Trigliserida adalah suatu ester gliserol. Trigliserida terbentuk dari 3 asam lemak dan gliserol. Apabila terdapat satu asam lemak dalam ikatan dengan gliserol maka dinamakan monogliserida. Fungsi utama Trigliserida adalah sebagai zat energi. Lemak disimpan di dalam tubuh dalam bentuk trigliserida.
Kolesterol adalah jenis lemak yang paling dikenal oleh masyarakat. Kolesterol merupakan komponen utama pada struktur selaput sel dan merupakan komponen utama sel otak dan saraf. Kolesterol merupakan bahan perantara untuk pembentukan sejumlah komponen penting seperti vitamin D (untuk membentuk & mempertahankan tulang yang sehat), hormon seks (contohnya Estrogen & Testosteron) dan asam empedu (untuk fungsi pencernaan ).
Pada umumnya lemak tidak larut dalam air, yang berarti juga tidak larut dalam plasma darah. Agar lemak dapat diangkut ke dalam peredaran darah, maka lemak tersebut harus dibuat larut dengan cara mengikatkannya pada protein yang larut dalam air. Ikatan antara lemak (kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid) dengan protein ini disebut Lipoprotein (dari kata Lipo=lemak, dan protein). Lipoprotein bertugas mengangkut lemak dari tempat pembentukannya menuju tempat penggunaannya.

Lemak merupakan simpanan energi bagi manusia. 1 gr lemak menghasilkan energi sebesar 9 kilo kalori. Karena struktur molekulnya yang kaya akan rantai unsur karbon(-CH2-CH2-CH2-) maka lemak mempunyai sifat hydrophob. Ini menjadi alasan yang menjelaskan sulitnya lemak untuk larut di dalam air. Lemak dapat larut hanya di larutan yang polar atau organik seperti: eter, Chloroform, atau benzol.

Menurut F. G Winarno (1997) lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein.

Lemak merupakan bahan padat pada suhu kamar, hal ini disebabkan karena kandungannya yang tinggi akan asam lemak jenuh yang secara kimia tidak mengandung ikatan rangkap, sehingga memiliki titik lebur yang sangat tinggi. Contohnya asam palmitat dan asam stearat.
Minyak merupakan bahan cair diantaranya disebabkan rendahnya kandungan asam lemak jenuh dan tingginya kandungan asam lemak yang tidak jenuh, yang memiliki satu atau lebih ikatan rangakap diantara atom-atom karbonnya, sehingga memiliki titik lebur yang rendah.

Lemak atau minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lemak dan minyak sering kali ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan makanan dengan berbagai tujuan.

Dalam pengolahan bahan pangan minyak dan lemak berfungsi sebagai penghantar panas, seperti minyak goreng, shortening (mentega putih), lemak (gajih), mentega dan margarin. Di samping itu, penambahan lemak dimaksudkan juga untuk menambah kalori serta memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan, seperti pada kembang gula.

Sebab – Sebab Kerusakan Lemak
Penyerapan bau ( tainting )
Lemak bersifat mudah menyerap bau. Apabila bahan pembungkus dapat menyerap lemak, maka lemak yang terserap ini akan teroksidasi oleh udara sehingga rusak dan berbau. Bau dari bagian lemak yang rusak ini akan diserap oleh lemak yang ada dalam bungkusan yang mengakibatkan seluruh lemak menjadi rusak.
Hidrolisis
Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam dan enzim – enzim. Hidrolisis sangat mudah terjadi dalam lemak dengan asam lemak rendah seperti pada mentega, minyak kelapa sawit dan minyak kelapa. Hidrolisis sangat menurunkan mutu minyak goreng.
Oksidasi dan ketengikan
Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau atau rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal – radikal bebas yang disebabkan oleh faktor – faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya panas, peroksida lemak, logam – logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn dan enzim – enzim lipoksidase.

II.4 AIR
Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air menutupi hampir 71% permukaan bumi. Terdapat 1,4 triliun kilometer kubik (330 juta mil³) tersedia di bumi. Air sebagian besar terdapat di laut (air asin) dan pada lapisan-lapisan es (di kutub dan puncak-puncak gunung), akan tetapi juga dapat hadir sebagai awan, hujan, sungai, muka air tawar, danau, uap air, dan lautan es.

Air dalam obyek-obyek tersebut bergerak mengikuti suatu siklus air, yaitu: melalui penguapan, hujan, dan aliran air di atas permukaan tanah (runoff, meliputi mata air, sungai, muara) menuju laut.

Dalam tubuh manusia terdiri dari 55% sampai 78% air, tergantung dari ukuran badan. Agar dapat berfungsi dengan baik, tubuh manusia membutuhkan antara satu sampai tujuh liter air setiap hari untuk menghindari dehidrasi; jumlah pastinya bergantung pada tingkat aktivitas, suhu, kelembaban, dan beberapa faktor lainnya. Selain dari air minum, manusia mendapatkan cairan dari makanan dan minuman lain selain air. Sebagian besar orang percaya bahwa manusia membutuhkan 8–10 gelas (sekitar dua liter) per hari, namun hasil penelitian yang diterbitkan Universitas Pennsylvania pada tahun 2008 menunjukkan bahwa konsumsi sejumlah 8 gelas tersebut tidak terbukti banyak membantu dalam menyehatkan tubuh. Malah terkadang untuk beberapa orang, jika meminum air lebih banyak atau berlebihan dari yang dianjurkan dapat menyebabkan ketergantungan. Literatur medis lainnya menyarankan konsumsi satu liter air per hari, dengan tambahan bila berolahraga atau pada cuaca yang panas.
Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan , tekstur, serta cita rasa makanan kita. Bahkan dalam bahan makanan yang kering sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta biji – bijian, terkandung air dalam jumlah tertentu.

Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda – beda, baik bahan makanan hewani maupun nabati. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan itu.
Kimia Air
Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom oksigen dan dua atom hydrogen yang berikatan kovalen. Oksigen dan hydrogen mempunyai daya padu yang sangat besar antara keduanya. Keunikan air terjadi berkat ikatan pemadu kedua unsurnya. Semua atom dalam molekul air terjalin menjadi satu oleh iktan yang kuat, yang hanya dapat dipecahkan oleh perantara yang paling agresif, misalnya energi listrik atau zat kimia seperti logam kalium.
Air Dalam Bahan Makanan
Kandungan air dari suatu bahan pangan perlu diketahui terutama untuk menentukan persentase zat – zat gizi secara keseluruhan. Dengan diketahui kandungan airnya maka dapat diketahui berat kering dari bahan yang biasanya konstan. Sampai sekarang belum diperoleh suatu istilah yang tepat untuk air yang terdapat dalam bahan makanan. Istilah yang umum dipakai hingga sekarang ini adalah air terikat. Menurut derajat keterikatan air, air terikat terbagi atas 4 tipe yaitu sebagai berikut :
Tipe I, adalah molekul air yang terikat pada molekul – molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan molekul – molekul lain yang mengandung atom – atom O dan N seperti karbohidrat, protein, atau garam. Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan, tetapi air ini terikat kuat dan sering kali disebut air terikat dalam arti sebenarnya.
Tipe II, yaitu molekul – molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Air jenis ini lebih sukar dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan aw. Bila sebagian air tipe ini dihilangkan, pertumbuhan mikroba dan reaksi – reaksi kimia yang bersifat merusak bahan makanan seperti reaksi browning, hidrolisis, atau oksidasi lemak akan dikurangi.
Tipe III, adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matrik bahan seperti membrane, kapiler, serat, dll. Air tipe inilah yang sering disebut air bebas dan air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi – reaksi kimiawi.
Tipe IV, adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni, dengan sifat – sifat air biasa dan keaktifan penuh.
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya dilakukan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering buatan seperti pada penjemuran padi, ikan asin, pembuatan dendeng, dll.
Penentuan Kadar Air
Penetapan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105 – 110O C selama 3 jam atau sampai beratnya konstan. Tetapi selain mengeringkan dalam oven, penentuan kadar air juga dapat ditentukan dengan metode destilasi, metode kimia, dan metode khusus (kromatografi, nuclear magnetic resonance / NMR).
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).
II.5 VITAMIN C
Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita yang berfungsi untuk mambantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Tanpa vitamin manusia, hewan, dan makhluk hidup lainnya tidak akan dapat melakukan aktifitas hidup dan kekurangan vitamin dapat menyebabkan memperbesar peluang terkena penyakit pada tubuh kita. Vitamin berdasarkan kelarutannya di dalam air, dibagi menjadi 2, yaitu vitamin yang larut di dalam air : Vitamin B dan Vitamin C dan Vitamin yang tidak larut di dalam air : Vitamin A, D, E, dan K. (Anonim, 2009)
Vitamin C merupakan suplemen yang sangat penting bagi tubuh manusia dimana dianjurkan sebesar 30-60 mg per hari. Diantara kegunaan vitamin ini yaitu sebagai senyawa utama tubuh yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting mulai dari pembuatan kolagen, pengangkut lemak, sampai dengan pengatur tingkat kolesterol. Dikarenakan khasiat penting yang terkandung dalam vitamin C itulah, maka banyak orang yang memburu sumber-sumber vitamin C baik dalam bentuk alami maupun dalam bentuk kemasan tablet. Kebutuhan untuk vitamin C adalah 60 mg/hari, tapi hal ini bervariasi pada setiap individu. Stres fisik seperti luka bakar, infeksi, keracunan logam berat, rokok, penggunaan terus-menerus obat-obatan tertentu (termasuk aspirin, obat tidur) meningkatkan kebutuhan tubuh akan vitamin C. Perokok membutuhkan vitamin C sekitar 100 mg/hari.
Buah dan sayuran mengandung banyak vitamin C. Akan tetapi banyak persepsi orang yang salah berkaitan dengan sumber vitamin C dalam bentuk alami. Kebanyakan orang mengira bahwasanya buah yang paling banyak mengandung vitamin C adalah jeruk. Padahal kandungan vitamin C pada jeruk jauh lebih sedikit dari pada jambu biji merah.
Setelah ditemukannya penelitian yang mengungkapkan bahwa jambu biji merah mengandung banyak vitamin C, zat antioksidan dan anti kanker yang berguna bagi kesehatan diantaranya menurunkan kadar kolesterol darah, mengobati infeksi, mengobati sariawan, memperlancar peredaran darah, melancarkan saluran pencernaan, mencegah kontipasi dan menyembuhkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), kini sebagian masyarakat cenderung mengkonsumsi buah ini dalam jumlah banyak. Tetapi banyak penemuan itu tidak sedikitpun menjelaskan tentang berapa kadar vitamin C pada buah tersebut.
Berdasarkan alasan diatas, kami melakukan penelitian untuk mengetahui kadar vitamin C dalam jambu biji merah dan juga mengetahui kadar vitamin C pada kulit, daging, buah dan biji pada jambu biji merah matang dan setengah matang. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang cukup berarti dalam ilmu pengetahuan.
Para ahli gizi, telah meneliti besarnya kandungan vitamin C pada setiap buah. Pada 1 buah jeruk yang berukuran sedang, memiliki kandungan vitamin C sebesar 66 mg, 1 cangkir jus anggur segar = 93 mg, 1/2 cangkir stroberi = 44 mg, 1 cangkir jus jeruk segar 124 mg, 1/2 blackberry = 15 mg, 1/2 pepaya ukuran sedang = 85 mg, 1/2 mangkuk brokoli mentah = 70 mg, dan 1/2 mangkuk bayam mentah = 14 mg. Untuk Kebutuhan dari vitamin adalah 60 mg/hari, tapi hal ini bervariasi pada setiap individu. Stres fisik seperti luka bakar, infeksi, keracunan logam berat, rokok, penggunaan terus-menerus obat-obatan tertentu (termasuk aspirin, obat tidur) meningkatkan kebutuhan tubuh akan vitamin C. Perokok membutuhkan vitamin C sekitar 100 mg/hari (Anonim, 2009)
Vitamin C mempunyai rumus C6H8C6 dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tak berwarna, tidak bau dan mencair pada suhu 190-1920C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Sifat yang paling utama vitamin C adalah kemampuan mereduksi yang kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalis oleh beberapa logam terutama Cu dan Ag. (Patricia, 1983)

Sebuah buah konsumsi, jeruk besar mempunyai kedudukan ekonomi yang cukup tinggi. Menjadi nilai nutrisi tinggi yaitu beberapa macam vitamin, terutama vitamin C. Dalam 100 gr bagian jeruk besar yang dapat dimakan dikandung vitamin C sebanyak 43 mg dan vitamin A sebanyak 20 mg. Karena kandungan vitamin C dan A yang cukup tinggi, maka jeruk ini mampu mencegah rabun dan sariawan. (Setiawan, 1993 )
Vitamin berasal dari kata vita (hidup) dan amin (gugusan NH2). Vitamin dapat membantu kerja enzim, seperti pada vitamin B-komplek yang berfungsi sebagai koenzim dari beberapa enzim tertentu. Pada tanaman tingkat tinggi yang berkhlorofil tidak semua bagiannya memproduksi vitamin, jadi bagian yang kekurangan vitamin akan menerima vitamin dari bagian tanaman yang kelebihan (translokasi vitamin). Contoh yang terjadi pada tanaman adalah apabila daun-daun tua yang kekurangan vitamin, ia akan mendapat vitamin dari daun-daun muda. Contoh lain misalnya dari daun ke bagian akar begitu juga sebaliknya (Dwiseputro dkk, 1980)
Vitamin C merupakan senyawa yang sangat mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat. Sifat tersebut terutama disebabkan adanya struktur eradial yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lekton. Bentuk vitamin C yang ada di alam terutama adalah L-asam askorbat, D-asam askorbat jarang terdapat di alam dan hanya dimiliki 10% aktivitas vitamin C. (Andarwulan N dan Kuswano S, 1992)
II.5 ABU DAN MINERAL
Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam bahan pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu garam organik misalnya asetat, pektat, mallat, dan garam anorganik, misalnya karbonat, fosfat, sulfat, dan nitrat. Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut pengabuan. Kandungan dan komposisi abu atau mineral pada bahan tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya.
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organic dan air. Sisanya terdiri dari unsur – uinsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat organic atau kadar abu.
Biasanya mineral dikelompokkan menjadi dua golongan; komponen garam utama dan unsur sesepora. Komponen garam utama mencakup kalium, natrium, kalsium, magnesium, klorida, sulfat, fosfat, dan bikarbonat. Unsur sesepora mencakup semua yang lainnya dan biasanya ditemukan dalam jumlah dibawah 50 ppm.
Mineral dalam makanan biasanya ditentukan dengan pengabuan atau insinerasi (pembakaran). Pambakaran ini merusak senyawa organik dan meninggalkan mineral.akan tetapi jika ditentukan dengan cara ini, abu tidak mengandung nitrogen yang terdapat dalam protein dan dalam beberapa segi lain berbeda dengan kandungan mineral yang sebenarnya. Anion organik menghilang selama insinerasi dan logam diubah menjadi oksidanya. Karbonat dalam abu dapat terbentuk karena penguraian bahan organik.fosfor dan belerang protein dan fosfor lipid terdapat juga dalam abu. Beberapa unsur sesepora dan beberapa garam dapat hilang karena penguapan selama pengabuan. Natrium klorida akan hilang dari abu jika suh insinerasi lebih tinggi dari 600oC(deMan, 1997).
Dalam tubuh, mineral – mineral ada yang bergabung dengan zat organik, ada pula yang berbentuk ion – ion bebas. Di dalam tubuh unsure mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Untuk menentukan kadar abu dalam bahan dapat dicari dengan menggunakan rumus :
% kadar abu = berat abu x 100%
Berat sampel

II.8 SERAT
Serat (Inggris: fiber) adalah suatu jenis bahan berupa potongan-potongan komponen yang membentuk jaringan memanjang yang utuh. Contoh serat yang paling sering dijumpai adalah serat pada kain. Material ini sangat penting dalam ilmu Biologi baik hewan maupun tumbuhan sebagai pengikat dalam tubuh. Manusia menggunakan serat dalam banyak hal: untuk membuat tali, kain, atau kertas. Serat dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu serat alami dan serat sintetis (serat buatan manusia). Serat sintetis dapat diproduksi secara murah dalam jumlah yang besar. Namun demikian, serat alami memiliki berbagai kelebihan khususnya dalam hal kenyamanan.
Beberapa dekade yang lalu, orang menggunakan istilah bulk atau roughage (bagian yang kasar) untuk menunjuk kepada komponen pangan yang sekarang dikenal sebagai serat makanan.
Serat makanan (diatery fiber) adalah komponen dalam tanaman yang tidak tercerna secara enzimatik menjadi bagian-bagian yang dapat diserap di saluran pencernaan. Serat secara alami terdapat dalam tanaman. Serat terdiri atas berbagai substansi yang kebanyakan di antaranya adalah karbohidrat kompleks.

Serat makanan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu serat larut (soluble fiber) dan serat tidak larut (insoluble fiber). Umumnya, tanaman mengandung kedua-duanya dengan serat tidak larut pada porsi yang lebih banyak. Serat larut-serat yang larut di dalam air-antara lain terdiri atas pektin, getah tanaman, dan beberapa hemiselulosa. Contoh serat tidak larut adalah lignin dan selulosa.
Awalnya, serat hanya diketahui bermanfaat untuk mencegah konstipasi. Pada awal tahun 1970-an, beberapa ilmuwan menyatakan bahwa serat memiliki manfaat lain untuk kesehatan. Salah seorang penggagas utama pendapat tersebut adalah dr Denis Burkit, seorang dokter berkebangsaan Inggris, yang telah menghabiskan waktu bertahun-tahun mengobati dan melakukan penelitian medik di Afrika. Burkit dan koleganya mengamati bahwa sejumlah penyakit-termasuk penyakit jantung koroner, diabetes, appendicitis, homerrhoid, konstipasi kronik, dan kanker kolon-adalah lazim ditemukan di negara-negara maju tetapi jarang di Afrika.
Burkit dan kawan-kawan menduga bahwa kandungan serat yang tinggi pada makanan tradisional masyarakat Afrika melindungi mereka dari penyakit tersebut. Dalam pandangan Burkit, kandungan serat yang rendah pada makanan masyarakat di negara maju berperan dalam timbulnya beragam penyakit. Hipotesis serat makanan yang diajukan oleh Burkit dan kawan-kawan masih mendapat perhatian besar para ahli dewasa ini. Berbagai penelitian mengenai serat makanan makin memberi petunjuk bahwa hubungan antara serat makanan dan kesehatan tidak sesederhana yang diperkirakan oleh Burkit.
Salah satu kesulitan membuka tabir misteri pengaruh serat pada kesehatan adalah fakta bahwa serat merupakan campuran substansi yang kompleks. Di dalam tubuh, serat yang berbeda memiliki efek yang berbeda pula. Juga, serat dikonsumsi tidak sendirian. Pangan yang kaya serat juga mengandung komponen lain yang juga berperan dalam pencegahan penyakit.

Beberapa manfaat dari pangan yang kaya serat justru berasal dari vitamin, mineral, dan komponen aktif lain yang dikandungnya, bukan dari seratnya. Selain itu, efek kesehatan berkaitan dengan pangan berserat tinggi terjadi karena penggantian makanan yang kurang menyehatkan menjadi lebih menyehatkan dan mengganti makanan berlemak dan berkalori tinggi menjadi makanan berlemak dan berkalori rendah-yang umumnya mengandung serat yang tinggi.
Serat dan konstipasi
Salah satu bukti paling jelas manfaat serat adalah pada penanganan konstipasi (sembelit). Serat mencegah dan mengurangi konstipasi karena ia menyerap air ketika melewati saluran pencernaan sehingga meningkatkan ukuran feses. Akan tetapi jika asupan air rendah, serat justru akan memperparah konstipasi atau bahkan dapat menyebabkan gangguan pada usus besar. Tambahan dua gelas air-dari kebutuhan enam gelas air per hari-diperlukan untuk mengimbangi peningkatan konsumsi serat.
Telah lama diduga bahwa asupan serat yang tinggi dapat mengurangi risiko kanker kolon. Beberapa mekanisme efek pelindungannya telah diketahui. Pertama, serat meningkatkan ukuran feses dan menyelubungi komponen penyebab kanker di dalam feses. Kedua, serat mempersingkat waktu lewatnya sisa pencernaan pada saluran pencernaan sehingga mengurangi paparan dinding usus terhadap karsinogen. Akhirnya, fermentasi serat terlarut oleh bakteri menghasilkan komponen yang protektif terhadap kanker kolon.
Walaupun penelitian epidemologik telah menunjukkan hubungan antara asupan serat dan penurunan risiko kanker kolon, para ahli belum dapat memastikan bahwa penurunan risiko tersebut hanya disebabkan oleh serat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa efek sayuran lebih kuat daripada efek serat pada penurunan risiko kanker kolon.

Apakah serat dalam sayuran, buah, dan biji- bijian bertanggung jawab pada efek pelindungan terhadap kanker kolon? Belum jelas! Oleh karena itu, penggunaan suplemen serat makanan yang dimurnikan untuk mencegah kanker kolon tidak dianjurkan. Makanan seimbang-terdiri atas sayur, buah, dan biji-bijian-adalah lebih baik daripada suplemen serat murni.
Pengaruh serat pada kadar kolesterol darah masih mengundang perdebatan dan membingungkan. Beberapa jenis serat dapat menurunkan kadar kolesterol darah, sementara serat yang lain tidak. Berbagai penelitian-sampai dengan pertengahan tahun 1990-an-menyimpulkan bahwa efek serat pada penurunan kolesterol darah adalah sedang (modest). Salah satu hal yang memunculkan peran pangan yang berserat tinggi pada penurunan kolesterol darah adalah kenyataan bahwa pangan yang berserat tinggi adalah pangan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol pada kadar yang rendah.

Fakta ilmiah mendukung bahwa pangan yang berserat tinggi memiliki efek yang lebih menguntungkan daripada serat per se dalam pencegahan dan penanganan penyakit kronik. Walaupun beberapa jenis suplemen serat dapat berperan dalam penanganan penyakit tertentu (konstipasi kronik dan diabetes), para ahli lebih menganjurkan untuk mengonsumsi pangan sumber serat dan seimbang daripada mengonsumsi suplemen serat.
II.7 PEKTIN
Pektin merupakan segolongan polimer heterosakarida yang diperoleh dari dinding sel tumbuhan darat. Pertama kali diisolasi oleh Henri Braconnot tahun 1825. Wujud pektin yang diekstrak adalah bubuk putih hingga coklat terang. Pektin banyak dimanfaatkan pada industri pangan sebagai bahan perekat dan stabilizer (agar tidak terbentuk endapan).
Pektin pada sel tumbuhan merupakan penyusun lamela tengah, lapisan penyusun awal dinding sel. Sel-sel tertentu, seperti buah, cenderung mengumpulkan lebih banyak pektin. Pektinlah yang biasanya bertanggung jawab atas sifat "lekat" (Jawa: pliket) apabila seseorang mengupas buah. Penyusun utama biasanya polimer asam D-galakturonat, yang terikat dengan α-1,4-glikosidik. Asam galakturonat memiliki gugus karboksil yang dapat saling berikatan dengan ion Mg2+ atau Ca2+ sehingga berkas-berkas polimer "berlekatan" satu sama lain. Ini menyebabkan rasa "lengket" pada kulit. Tanpa kehadiran kedua ion ini, pektin larut dalam air. Garam-garam Mg- atau Ca-pektin dapat membentuk gel, karena ikatan itu berstruktur amorf (tak berbentuk pasti) yang dapat mengembang bila molekul air "terjerat" di antara ruang-ruang.
Penggunaan pektin yang paling umum adalah sebagai bahan perekat/pengental (gelling agent) pada selai dan jelly. Pemanfaatannya sekarang meluas sebagai bahan pengisi, komponen permen, serta sebagai stabilizer untuk jus buah dan minuman dari susu, juga sebagai sumber serat dalam makanan.
Pektin merupakan merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang dihubungkan oleh ikatan â -1,4 glikosidik. Sebagian gugus karboksil pada polimer pektin mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi) menjadi gugus metoksil. Senyawa ini disebut sebagai asam pektinat atau pektin. Asam pektinat ini bersama gula dan asam pada suhu tinggi akan membentuk gel seperti yang terjadi pada pembuatan selai. Pada asam pektat, gugus karboksil asam galakturonat dalam ikatan polimernya tidak teresterkan. Asam pektat dalam jaringan tanaman terdapat sebagai kalsium (Ca) atau magnesium pektat.
Pektin mempunyai sifat terdispersi dalam air, dan seperti halnya asam pektat. Dalam bentuk garam, pektin berfungsi dalam pembuatan jeli dengan gula dan asam. Pektin dengan kandungan metoksil rendah adalah asam pektinat yang sebagian besar gugusan karboksilnya bebas tidak teresterkan. Pektin dengan metoksil rendah ini dapat membentuk gel dengan ion-ion bervalensi dua. Untuk membentuk gel pectin, harus ada senyawa pendehidrasi (biasanya gula) dan harus ditambahkan asam dengan jumlah yang cocok.
Pektin liase merupakan salah satu enzim golongan pektinase yang mampu mendegradasi molekul pektin yang banyak ditemukan pada sel tanaman.[1] Bersama dengan enzim golongan pektin lain, pektin liase berperan aktif dalam siklus karbon di alam.[1]
Struktur 3D enzim pektin liase.
Enzim ini memiliki massa molekul sebesar 30 hingga 40 kDa.[2][3] Pektin liase bekerja secara spesifik pada gugus asam poligalakturonik senyawa pektin. Aktivitas kerja enzim ini dapat ditingkatkan dengan menggunakan senyawa kofaktor berupa kalsium.[1] Enzim ini akan rusak apabila berada pada lingkungan bersuhu di atas 90 0C dan pada tekanan melebihi 700 MPa.[4]
2. Jenis - jenis
Enzim pektin liase dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
* Endo poligalakturonase liase (endo PGL) EC 4.2.2.2[1]
* Ekso poligalakturonase liase (endo PGL) EC 4.2.2.9[1]












BAB III
BAHAN DAN METODA


III.1 KARBOHIDRAT
Pengamatan granula pati
Peralatan :
Gelas piala 100 ml
Pipet tetes
Bahan :
Pati beras ketan
Air
Prosedur kerja :




III.2 PROTEIN
Sifat fungsional protein
Peralatan :
pH meter
Wadah plastik atau kaca
Kompor listrik
Bahan :
Soda kue / kapur sirih
Asam sitrat
Susu dancow coklat

Prosedur kerja :
Pengaruh Pemanasan










. 2. Pengaruh pH

III.3 LEMAK
Penetapan kadar lemak metode soxhlet
Peralatan :
Slst ekstraksi soxhlet lengkap dengan kondensor dan labu lemak
Alat pemanas listrik atau penangas uap
Oven
Timbangan analitik
Bahan :
Biji kakao
Hexana atau pelarut lemak lainnya
Kertas saring



Prosedur kerja :































Penentuan Titik Asap



















Penentuan Titik Api
















III.4 AIR

Peralatan :
Cawan ( stainless steel, aluminium, porselen atau nikel ) beserta tutupnya.
Desikator berisi bahan pengering seperti silica gel atau CaO.
Penjepit cawan
Neraca analitik
Bahan :
Biskuit kelapa
Prosedur kerja :




















III.5 VITAMIN C
Peralatan :
Erlenmeyer 100 ml
Buret
Gelas ukur
Pipet tetes
Corong

Bahan :
Terung virus
Iod
Larutan pati 1%
Prosedur kerja :



III.6 ABU
Peralatan :
Cawan pengabuan lengkap dengan tutupnya
Tanur pengabuan
Penjepit cawan ( gegep )
Desikator
Timbangan analitik
Bahan :
Biskuit kelapa
Prosedur kerja :






BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 HASIL
4.1.1 KARBOHIDRAT
Dari praktikum mengenai penetapan kadar pati dengan metoda Luff School pada masing – masing kelompok didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 1
No. Kelompok / Bahan Ml thio untuk titrasi (a) pengenceran % pati
(%)
1. Kelompok VI
:tepung pisang 16 25 417,84
2. Kelompok VII
: tepung beras ketan putih 10 25 802,43
3. Kelompok VIII
: tepung beras ketan hitam 13,3 25 594,22
4. Kelompok IX
: pati ubi jalar merah 10,5 25 792,4
5. Kelompok X
: pati ubi jalar putih 7,4 25 1070,58


Pengamatan Granula pati
Perhitungan kadar pati :
Kadar pati : y x pengenceran x 0,95 x 100 %
Bobot contoh
Rendemen pati = 85 %
Dari hasil praktikum mengenai cara pembuatan pati, di dapatkan hasil masing – masing kelompok adalah :
Tabel 2
No. Kelompok/Bahan Berat pati Rendemen
1. Kelompok VI
:tepung pisang _ _
2. Kelompok VII
: tepung ketan putih 802,4 gram 80,24 %
3. Kelompok VIII
: tepung ketan hitam 250 gram 25 %
4. Kelompok IX
: pati ubi jalar merah 97,8 gram 9,78 %
5. Kelompok X
: pati ubi jalar putih 87,3357 gram 8,734 %




IV.1.2 PROTEIN
Dari hasil praktikum menentukan kadar protein didapatkan hasil untuk masing – masing kelompok sebagai berikut :
Tabel 5
No. Kelompok / Bahan Berat sampel
(mg) ml HCl % N Protein
(%)
1. Kelompok VI
: kedele 0,5 45,5 12.634.31 65.319,40
2. Kelompok VII
: tempe mentah 0,5 13,4 3641,82 18828,20
3. Kelompok VII
: tempe goreng 0,5 3,5 868,43 4958,74
4. Kelompok IX
: tahu mentah 0,5 13,1 3557,778 20.314,91
5. Kelompok X
: tahu goreng 0,5 25,5 3515,757 20.074,97

Pengaruh Pemanasan
3 menit pertama : - Susu menjadi panas
Timbul busa
Timbul bintik – bintik merh
3 menit kedua : - Busa makin banyak
Warna kuning
Bagian bawah makin coklat
3 menit ketiga : - Busa berkurang
Warna kecoklatan
Bagian bawah kemerahan
3 menit keempat ( 12 meneit ) : - Terbentuk gumpalan
Warna coklat
Busa makin sedikit
3 menit kelima ( 15 menit ) : - Busa tidak ada
Susu mengumpal
Bagian bawah berkerak / gusang
Pengaruh pH
Bahan yang digunakan adalah susu sapi kental manis indomilk shachet :
Sebelum pratikum,,
pH awal susu = 6,37
Warna putih gading
Kental
Ditambah HCL Standar :
pH = 5,99
Warna lebih putih
Lebih encer
Susu + NaOH 33 %
pH = 7,27
Warna lebih pekat
Lebih kental
IV.1.3 LEMAK
Dari praktikum mengenai penentuan kadar lemak pada bahan pangan , maka didapatkan hasil dari masing-masing kelompok sebagai berikut :
Ekstraksi soxhlet
Berat sampel = 10 gr
Berat lemak = 4,4545 gr
% Lemak = (4,4545 gr / 10 gr) x 100%
= 44,5 %
Bilangan Peroksida
Minyak goreng baru
Thio yang terpakai setelah titrasi = 0,7
Angka proksida = 0,7 x 0,1 x 1000 / 0,05 = 14.00
Minyak goreng bekas
Thio yang terpakai setelah titrasi = 0,3
Angka peroksida = 0,3 x 0,1 x 1000 / 0,05 = 600

Penentuan Titik Asap Lemak
Minyak goreng baru
Bobot minyak goreng = 15 gr
Suhu yang dihasilkan setelah dipanaskan 1700 C dengan waktu 2 menit
Minyak gerong bekas
Bobot mnyak goreng = 15 gr
Suhu yang dihasilkan setelah dipanaskan 1900 C dengan waktu 25 detik
Penentuan titik Api Lemak
Minyak goreng baru
Bobot mnyak goreng = 15 gr
Suhu awal = 1400 C
Suhu akhir = 2100 C
Waktu = 8 menit 3 detik
Minyak gerong bekas
Bobot mnyak goreng = 15 gr
Suhu awal = 1900 C
Suhu akhir = 2500 C
Waktu = 3 menit 50 detik




IV.1.4 AIR
Dari hasil praktikum mengenai perhitungan kadar air dengan metode biasa didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 3
No. Kelompok/Bahan B
(gram) B1
(gram) B2
(gram) %kadar air % total padatan
1. Kelompok VI
:tepung pisang 0,774 5,5023 5,2987 26,2981 % 73,70 %
2. Kelompok VII
: tepung beras ketan putih 2 2 0,6832 65,84 % 34,16 %
3. Kelompok VIII
: tepung beras ketan hitam 2 5.6414 5.1419 24,98 % 75 %
4. Kelompok IX
: pati ubi jalar merah 1,5978 6,3966 5,6130 49 % 51 %
5. Kelompok X
: pati ubi jalar putih 1,9021 6,3011 5,9758 20,6 % 82,9 %

Keterangan : B : berat sampel
B1 : berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan
B2 : berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan

Berat Cawan = 1,5600 gr
Berat (sampel + cawan) sebelum dipanaskan = 6,3011 gr
Berat (sampel + cawan) sesudah dipanaskan = 4,3990 gr
Maka :
Jadi berat sampel basah = 6,3011 gr – 4,3411 gr
= 4,96 gr
Berat sampel kering = 4,3990 gr - 4,3411 gr
= 0,0579 gr

% Kadar air (basis basah) = ((1,96 gr – 0,0579 gr ) x 100% : 1,96 gr

= 97,04 %

% KA basing kering = (1,96 gr – 0,0579 gr) x 100%

0,0579 = 32,85 %











IV.1.5 VITAMIN
Dari praktikum menentukan kadar vitamin pada bahan pangan , maka didapat hasil sebagai berikut :
Tabel 6
No. Kelompok/ Bahan B
(ml) P
C
(gram) Kadar vitamin C
(mg/100 g bahan)
1. Kelompok VI
: jeruk 3 1 10,6524 0,24783
2. Kelompok VII
: jambu biji 7 10 10 6,16
3. Kelompok VIII
: nenas 0,7 25 0,567 27,16
4. Kelompok IX
: pepaya 0,3 25 10 0,66
5. Kelompok X
: buavita jeruk 1,2 5 5.103 0,1056

Pengenceran yang dilakukan yaitu dengan mengencerkan 5 ml sari buah ( buavita jeruk ) dengan 20 ml aquades sehinga factor pengenceran = 25 ml

ml Iod yang terpakai = 1,2 ml ( B)
Berat sampel = 5 mg = 5 x 10-3 gram ( c)

Pengenceran = 25 / 5 = 5 x 10-3 (p)
Jadi, Asam Askorbat (mg/100 gr bahan) = B x 0,01 x 0,88 x p x 100
C
= 1,2 x 0,01 x 0,88 x 4 x 100
5x 10-3 gr
= 1,056 mg / 100 gr bahan
= 0,01056 gr / mg bahan

1V.1.6 ABU DAN MINERAL
Dari hasil praktikum mengenai perhitungan kadar abu dan mineral pada bahan, didapat data dari masing –masing kelompok sebagai berikut :
Tabel 4
No. Kelompok/ Bahan Berat sampel
( gram ) Berat abu
( gram ) Kadar abu
(% )
1. Kelompok VI
: corn flakes curah 1,9902 1,155 58,03437
2. Kelompok VII
: corn flakes curah 2,0566 0,6775 32,94
3. Kelompok VIII
: corn flakes kemasan 1,6885 0,1211 7,17
4. Kelompok IX
: corn flakes kemasan 1,9873 0,3173 15,96
5. Kelompok X
: corn flakes kemasan 1,0909 ¬¬_ ¬_

Keterangan ; pada kelompok X ,berat abu lebih besar dibandingkan berat sampel sehingga kadar abu tidak dapat diukur.
Berat Cawan = 14,1657 gr
Berat cawan pengabuan + Bahan = 15,2566 gr ( Sebelum dikeringkan )
Setelah dikeringkan :
Berat cawan + Bahan mnjadi ; 13,7 ( setelah dikeringkan )
Dititrasi sebanyak = 7,4 ml
Berat sampel = 15,2566 gr – 14,167 gr
= 1,0909 gram
Berat abu = 13,7 – 13,1657 gr
= 0,5343

% Kadar Abu = Berat abu x 100 %
Berat sampel

= 0,5343 x 100 %
1,0909
= 48,98 %









IV.1.7 SERAT
Dari praktikum mengenai kandungan serat dalam bahan pangan didapatkan hasil dari masing – masing kelompok sebagai berikut :
Tabel 7
No. Kelompok/ Bahan B.B
(gram) Ks
(gram) Ks + R
(gram) Berat abu
(gram) serat
(%)
1. Kelompok VI :pisang kepok 2 1,62 5,6
2. Kelompok VII
: nenas 2 1,65 2
3. Kelompok VII
: bengkuang 2 1,6 3,5 1,18 36
4. Kelompok IX
: pir 2 1,75 6 0,375 193,75
5. Kelompok X
: pepaya 2 1,73 3 0,3148 47,76
Keterangan :
BB : berat bahan
Ks : berat kertas saring
Ks+R : berat kertas saring ditambah residu


Perhitungan
Diketahui : BB : 2 gram
Ks : 1,75 gram
Ks + R : 6 gram
Abu : 0,375 gram

%serat kasar=((Berat Ks+R)-(berat Ks)-(berat abu)x100%)/(berat bahan)

%serat kasar= ((6gram)-(1,75gram)-(0,375gram)x100%)/(2 gram)

%serat kasar=193,75%











IV.2 PEMBAHASAN
IV.2.1 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan komponen pangan yang menjadi sumber energi utama dan sumber serat makanan. Komponen ini disusun oleh 3 unsur utama, yaitu karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O).

Dalam pratikum ini kami menggunakan beras ketan putih sebagai sampelnya. Dimana tujuan dari pratikum ini adalah untuk melihat mengetahui jumlah kandungan pati dari ubi jalar putih dalam 1000 gram bahan dan untuk melihat bentuk granula pati dari ubi jalar putih.

Untuk mendapatkan kandungan pati dalam ubi jalr putih, terlebih dahulu kita harus menghaluskannya dengan menggunakan blender sangat lama.

Setelah ubi jalar putihnya halus kemudian diencerkan dengan menggunakan aquades sebanyak 4 liter air. Selanjutnya disaring dengan menggunakan kain saring. Hal ini bertujuan agar pati dapat diekstrak. Kemudian setalah disaring pati diendapkan selama 2 hari, selanjutnya setelah didapatkan endapannya, endapan tersebut dijemur atau dikeringkan setelah itu diblender untuk mendapatkan tepung dari pati ubi jalar putih. Setelah dilakukan pengamatan ternyata rendemen pati beras ketan putih dalam 1000 gram bahan adalah sebanyak 87 %.
Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi tidak bisa kembali lagi seperti kondisi semula. Perubahan ini disebut dengan gelatinisasi.



IV.2.2 Protein

Protein merupakan sumber asam – asam amino yang mengandung gugus C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Protein terdapat pada tanaman dan hewan, seperti protein yang ditemukan didalam susu, telur, biji-bijian atau kacang-kacangan yang merupakan sumber protein. Protein yang ditemukan di susu dan darah berfungsi sebagai melindungi makhluk hidup untuk menahan serangga dari berbagai macam zat racun atau mikroba yang menyebabkan penyakit. Protein juga berperan di dalam diet atau pengatur berat badan, dari usia dini samapi usia tua.

Tujuan dari pratikum ini adalah untuk melihat pengaruh pengolahan atau pemanasan terhadap sifat fungsional protein dan melihat pengaruh pH terhadap sifat fungsional protein. Dimana dalam pratikum ini kami menggunakan tahu goreng sebagai sampelnya.

Dari pratikum yang telah dilakukan didapatkan bahwa sifat fungsional protein berubah karena pemanasan. Denaturasi adalah suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier dan kuartener terhadap molekul protein, tanpa terjadi pemecahan ikatan – ikatan kovalen ( Winarno,1984).

Pada objek protein tentang pengaruh pH, pH awal dari susu adalah 6,37, setelah ditambahkan asam sitrat pH susu dancow coklat berubah menjadi asam yaitu 5,9 dan terjadi denaturasi protein.
Protein yang terdapat pada susu merupakan protein gloluler (protein yang berbentuk gula), karena protein ini larut dalam larutan garam dan asam encer dan mudah berubah karena pengaruh suhu, konventrasi garam, pelarut asam dan basa.





IV.2.3 Lemak
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif jika dibandingkan denag karbohidrat dan protein ( winarno,1984).
Pada pratikum lemak ini objek yang dikerjakan adalah penetapan kadar lemak metoda ekstraksi soxhlet, tujuan dari metoda ini adalah untuk mengisolasi senyawa yang terdapat dalam sample dalam bentuk padat. Dalam pratikum ini kami menggunakan minyak goreng sebagai sampelnya. Minyak goreng termasuk golongan lemak nabati, yaitu lemak yang berasal dari tumbuh – tumbuhan. Yang mengandung fitosterol. Dari hasil pratikum yang telah dilakukan, maka didapatkan persentase lemak dari minyak goreng 44,5 %
Untuk mengerjakan metode soxhlet ini membutuhkan waktu yang lama. Hal ini disebabkan karena keterbatasan alat yang dimiliki yaitu soxhletnya hanya ada satu, jadi untuk melakukan pratikum penetapan kadar lemak dengan metoda soxhlet ini harus bergantian.
Prinsip dari metoda ekstraksi soxhlet ini adalah lemak diekstrak dengan pelarut dietil eter. Setelah pelarutnya diuapkan lemaknya dapat ditimbang dan dihitung persentasenya. Pada umumnya lemak tidak dapat larut dalam air tetapi dapat larut dalam pelarut – pelarut organic seperti benzene, etil eter dan petroleum eter.
Titik asap adalah temperature pada saat minyak pertama kali menghasilkan asap tipis pada pemanasan. Pada pratikum kali ini kami menggunakan minyak goring baru dan minyak goring bekas sebagai sample. Titik asap. dihasilkan setelah dipanaskan 1700 C dengan waktu 2 menit pada minyak baru dan 1900 C dengan waktu 25 detik pada minyak bekas.
Titik api adalah temperatur pada saat dihasilkan pembakaran terus menerus sampai habisnya sample. Dalam setelah dilakukan pengamatan suhu awal untuk penggorengan Minyak gerong bekas Bobot mnyak goreng 15 gr Suhu awal 1900 C dan Suhu akhir 2500 C dalam waktu 3 menit 50 detik.

IV.2.4 Kadar Air
Pratikum yang kami lakukan ini adalah tentang kadar air, dimana tujuan dari pratikum ini adalah untuk menentukan kandungan air yang terdapat dalam bahan. Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Penentuan kadar air dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode kimia, dan metode khusus (kromatografi, nuclear magnetic resonance / NMR).
Pada praktikum kali ini, metode yang digunakan adalah metode pengeringan dengan oven biasa. Dengan prinsip bahan dipanaskan pada suhu tertentu sehingga semua air menguap ditunjukan oleh berat bahan yang konstan setelah periode pemanasan tertentu. Kehilangan berat bahan yang terjadi menunjukkan jumlah air yang dikandunganya.

Penetapan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan di dalam oven pada suhu 105 - 110O C selama 6 jam atau sampai beratnya konstan. Dimana setelah dilakukan pratikum di dapatkan kadar air 97,04 %. Hasil yang kami dapatkan ini diperoleh dari rumus :
% kadar air ( basis basah ) = ((B1 – B2 ) : B ) x 100%
Metode oven ini memiliki beberapa kekurangan, yaitu bahan lain ikut menguap, terjadi penguraian karbohidrat menghasilkan air yang ikut terhitung, dan ada air yang terikat kuat pada bahan yang tidak terhitung.
1V.2.5 Vitamin C

Vitamin C pada umumnya berasal dari sayuran dan buah-buahan karena itu vitamin C disebut juga sebagai Fresh Food vitamin. Analisis kadar vitamin C dalam bahan pangan dapat ditentukan dengan menggunakan metode titrasi iod. Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya.

Pada pratikum ini sampel yang digunakan adalah buavita jeruk. Untuk menganalis kandungan vitamin C nya sampel diambil 5 ml dalam bentuk cair kemudian di masukan ke dalam erlenmeyer 100 ml. setelah itu tambahkan 20 ml aquades dan 2 ml larutan 1 %. Kemudian titrasi dengan iod 0,01 N sampai timbul warna biru. Warna biru yang timbul disebabkan karena amilum atau larutan pati mengandung amilopektin yang apabila direaksikan dengan iod akan menghasilkan warna biru.
Dari pratikum yang telah dilakukan ini, maka di dapatkan kadar vitamin C yaitu 0,01056 gr / mg bahan . Vitamin C ini sering dijadikan sebagai indicator gizi dari bahan makanan dimana bila jumlah vitamin C dalam bahan cukup tinggi maka zat gizi yang lainnya juga dianggap tinggi





IV.2.6 Abu dan Mineral
Dari praktikum yang telah kami lakukan didapatkan kadar abu pada sampel adalah 48,98 % Dimana abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550 O C.
Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral merupakan termasuk unsure makro yaitu unsur-unsur yang sangat dibutuhkan oleh tubuh dan Ca tersebut termasuk unsure tersebut. Pada waktu pembakaran unsur organik akan terbakar sedangkan unsure-unsur anorganiknya tidak terbakar. Unsur-unsur yang tidak terbakar itulah yang disebut kadar abu.

IV.2.7 Serat
Serat (Inggris: fiber) adalah suatu jenis bahan berupa potongan-potongan komponen yang membentuk jaringan memanjang yang utuh. Contoh serat yang paling sering dijumpai adalah serat pada kain. Material ini sangat penting dalam ilmu Biologi baik hewan maupun tumbuhan sebagai pengikat dalam tubuh. Manusia menggunakan serat dalam banyak hal: untuk membuat tali, kain, atau kertas. Serat dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu serat alami dan serat sintetis (serat buatan manusia). Serat sintetis dapat diproduksi secara murah dalam jumlah yang besar. Namun demikian, serat alami memiliki berbagai kelebihan khususnya dalam hal kenyamanan.
Dari praktikum yang dilakukan didapatkan kadar serat 193,75 % pada sampel buah papaya.




BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 KESIMPULAN
Dari pratikum yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Karbohidrat merupakan komponen pangan yang menjadi sumber energi utama dan sumber serat makanan.
Karbohidrat dikelompokan atas 3 golongan yaitu monosakarida, oligosakarida dan polisakarida.
Protein adalah sumber asam amino yang mengandung gugus C,H,O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat.
Protein apabila dipanaskan dan diberi asam atau basa akan mengalami denaturasi.
Lemak merupakan bahan padat pada suhu kamar sedangkan minyak merupakan bahan cair pada suhu kamar.
Mutu minyak ditentukan oleh titik asapnya, semakin tinggi titik asap minyak, maka semakin bagus mutu dari minyak tersebut
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan , tekstur, serta cita rasa makanan kita.
Penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat.
Vitamin C adalah nutrien dan vitamin yang larut dalam air dan penting untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan.
Sumber vitamin C sebagian besar berasal dari sayur – sayuran dan buah – buahan terutama buah segar.
Semakin tua umur buah makin berkurang kadar vitamin C yang tersedia.
Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan.
Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut pengabuan
.
V.2 SARAN
Setelah melakukan pratikum kimia hasil pertanian ini, disarankan pada asisten agar pada pratikum kimia hasil pertanian dimasa yang akan datang supaya dapat ditingkatkan lagi, seperti frekuensi waktu yang lebih banyak dan tidak tergesa – gesa dan agar melengkapi bahan – bahan kimia supaya pratikan dapat mengerjakan semua objek pratikum.
Selanjutnya untuk pratikan harus lebih serius dan teliti dalam melakukan pratikum ini agar hasil yang didapatkan sesuai dengan yang dikehendaki dan mengurangi angka kegagalan.











DAFTAR PUSTAKA

Baliwati, Y. F., dkk. Pengantar Pangan Dan Gizi. Penerbit Penebar Swadaya. Bogor
Buckle, K. A., dkk. 1987. Ilmu Pangan. Penerbit UI-Press. Jakarta
Sudarmadji, S., dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta
Suhardjo, dkk. 1986. Pangan, Gizi Dan Pertanian. Penerbit UI-Press. Jakarta
Widianarko, B., dkk. Tips Pangan Teknologi, Nutrisi, Dan Keamanan Pangan. 2002. Penerbit Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta
Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan Dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan Dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
http://www.iptek.net.id/ind/berita/berita_lama_idx.php?id=131
http://www.iptek.net.id/ind/warintek/Pengolahan_pangan_idx.php?doc=6d25
http://idionline.org/arsip/arsip-kliping-isi.php?news_id=292









LAPORAN AKHIR PRATIKUM
KIMIA HASIL PERTANIAN





Oleh :
JUPRIANTO
0811122033







TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2010





BAB I
PENDAHULUAN

Manusia sebagai individu atau anggota masyarakat akan selalu mendambakan perubahan kearah yang lebih baik, terutama hidupnya sehari-hari. Agar keinginan tersebut dapat dicapai berbagai langkah perlu dikerjakan. Pandangan ini juga diadopsi oleh lingkungan yang lebih besar bahkan oleh masyarakat suatu bangsa atau negara yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Tindakan pemerintah yang pertama adalah mencegah kemunduran itu sendidri terjadi. Anggota masyarak sendiri, terutama pada tatanan pedesaan yang hidupnya serba pas-pasan akan membiarkan perubahan itu berjalan secara alami. Pemerintah tentu tidak bisa demikian, tetapi mengarahkan dan mengawal perubahan itu menjadi yang lebih baik. Perubahan ke arah yang lebih baik dan terencana itu yang dinamakan pembangunan. Pengarahan dan pengawalan hendaknya merupakan politik dari suatu rezim yang memerintah sehingga pembangunan tidak salah arah. Politik pengarahan dan pengawalan supaya diutamakan pada masyarakat pedesaan, karena sebagaian besar atau hampir 85% rakyat hidup di pedesaan.

Salah satu cara kearah hidup manusia yang lebih baik ialah penggunaan teknologi pada hampir semua cara hidupnya. Tehnologi merupakan penggunaan ilmu pada cara-cara berproduksi, baik jasa maupun barang. Salah satu tempat penggunaan teknologi ialah pada cara berproduksi dan pengolahan bahan pangan. Teknologi yang bermanfaat harus dapat diaplikasikan, terutama pada masyarakat pedesaan. Untuk itu teknologi harus berakar pada budaya masyarakat atau cara hidup sehara-hari, murah, dan tidak canggih, serta menyerap banyak tenaga, serta sesuai dengan pendidikan mereka.

Pengertian pangan dalam praktik sehari-hari sering tidak atau kurang tepat, yaitu hanya pada beras sema-mata. Pangan hendaknya diartikan sebagai bahan hasil pertanian atau olahannya yang dapat dikonsumsi sehar-hari untuk kebutuhan hidup disertai dengan gizi yang cukup dan berimbang, artinya protein, karbohidrat, lemak. Garam mineral dan vitamin dalam jumlah yang memadai. Tiga bahan kimia pertama biasanya disebut gizi makro sedangkan yang lain gizi mikro.

Sejalan dengan pengertian di atas pangan dapat terdiri atas bahan serialia, seperti jagung, padi, gandum. Bahan pangan dari polong-polong ialah kedele, kacang tanah, kacang hijau, serta dari umbi-umbian seperti ubi kayu, ubi jalar, ganyol.

Protein yang dikandung dalam bahan pangan tidak cukup kalau dilihat hanya dari sumbernya saja, tetapi juga mutu protein tersebut. Protein haruslah mengandung asam amino essensial dalam makanan. Kekurangan asam amino tersebut dapat menyebabkan penyakit kekurangan gizi. Demikian pula halnya dengan lemak, haruslah cukup mengandung asam lemak yang essensial. Garam mineral dan vitamin juga dalam jumlah yang cukup karena bahan ini perlu pada perumbuhan dan pembentukan jaringan dalam tubuh. Bahan pangan yang dikonsumsi juga harus mengandung serat untuk melancarkan pencernaan.

Penjelasan di atas menunjukkan perlunya diversifikasi sumber bahan pangan, tetapi bukan diversifikasi pangan. Dengan demikian swasembada pangan haruslah diartikan berkecukupan pangan, dari berbagai sumber bahan pangan, kapan saja, serta mengandung gizi cukup dan berimbang. Pengertian inilah yang umumnya disebut dengann ketahanan pangan. Ketahanan pangan dalam masyarakat atau keluarga tergantung pada beberapa faktor, antara lain ketersediaan pangan, daya beli, dan faktor pengetahuan akan gizi.

Pengetahuan akan gizi sangat tergantung pada tingkat pendidikan, oleh karena itu kekurangan gizi tidak hanya karena kemiskinan dari segi ekonomi, tetapi juga faktor ketidak tahuan akan gizi. Pendidikan yang memadai mengenai gizi perlu diberikan pada masyarakat agar mereka menjadi sadar gizi. Pengawetan jangka pendek dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya penanganan aseptis, penggunaan suhu rendah (<20°C), pengeluaran sebagian air bahan, perlakuan panas ‘ringan’, mengurangi keberadaan udara, penggunaan pengawet dalam konsentrasi rendah, fermentasi, radiasi dan kombinasinya.

Penanganan aseptis merupakan proses penanganan yang dilakukan dengan mencegah masuknya kontaminan kimiawi dan mikroorganisme kedalam bahan pangan, atau mencegah terjadinya kontaminasi pada tingkat pertama. Penanganan produk dilakukan untuk mencegah kerusakan produk yang bisa menyebabkan terjadinya pengeringan (layu), pemecahan enzim alami dan masuknya mikroorganisme. Perlakuan panas ringan (pasteurisasi dan blansir) dilakukan pada suhu <100°C. Proses blansir akan merusak sistem enzim dan membunuh sebagian mikroorganisme. Tetapi, sebagian besar mikroorganisme tidak dapat dihancurkan oleh proses blansir. Pasteurisasi menggunakan intensitas suhu dan waktu pemanasan yang lebih besar daripada blansir. Pasteurisasi akan menginaktifasi enzim, membunuh mikroorganisme patogen (penyebab peyakit) dan sebagian mikroorganisme pembusuk.

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk pengawetan jangka panjang adalah pemanasan pada suhu tinggi (≥100°C), penggunaan pengawet kimia, pengeringan, pengeluaran udara (pemvakuman), pembekuan dan kombinasi proses.
Pemanasan pada suhu tinggi yang dilakukan bersama-sama dengan pengemasan yang bisa mencegah rekontaminasi, dapat menghambat/merusak mikroorganisme dan enzim.

Penggunaan gula atau garam dengan konsentrasi yang tinggi akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi enzimatis, seperti yang dilakukan pada pembuatan jeli dan dendeng. Pengawet alami seperti etanol, asam asetat dan asam laktat yang dihasilkan oleh mikroorganisme terpilih selama proses fermentasi bisa menghambat pertumbuhan mikroorga-nisme pembusuk. Penambahan pengawet seperti asam benzoat dan asam propionat juga berfungsi menghambat mikroorganisme secara selektif.

Proses pengeringan akan mengeluarkan air dan menyebabkan peningkatan konsentrasi padatan terlarut didalam bahan pangan. Kondisi ini akan meningkatkan tekanan osmotik didalam bahan, sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat laju reaksi kimia maupun enzimatis.

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGOLAHAN SUHU TINGGI

Pengolahan pangan dengan suhu tinggi atau proses termal terumanusia, susu juga disukai oleh mikroba. Untuk mencegah perusakan susu oleh bakteri ini, dilakukanlah sterilisasi UHT dengan pengolahan aseptik. Pemanasan (suhu tinggi) telah digunakan oleh manusia dalam kehidupannya sejak manusia menemukan api, termasuk untuk menambah usia produk susu. Susu diisikan pada wadah botol, kemudian disterilisasi (dipanaskan dalam susu tinggi) hingga akhirnya siap didistribusi. Namun sayang, proses pemanasan dalam suhu tinggi ini menyebabkan perubahan pada rasa, warna, tekstur, flavor, dan sebagainya.

Pemanasan pada suhu lebih tinggi lebih efektif untuk membunuh mikroba, tetapi merusak mutu dan gizi. Sebaliknya, pemanasan pada suhu lebih rendah, tidak merusak mutu dan gizi, tetapi kurang efektif untuk membunuh mikroba,” imbuhnya. Karenanya, ditegaskan Purwiyatno, diperlukan teknologi yang mencapai suhu tinggi dan juga turun secara cepat dibanding proses sterilisasi tradisional. Teknologi tersebut adalah sterilisasi UHT (Ultra High Temperature) dengan pengolahan aseptik. Pengolahan aseptik adalah pemanasan susu dan kemasan secara terpisah, setelah itu susu diisikan ke dalam kemasan. Pengisian produk steril ke dalam kemasan steril, dilakukan pada kondisi lingkungan steril, maka hasilnya, produk steril dalam kemasan.

Selain efektif membunuh mikroba, sterilisasi UHT dengan pengolahan aseptik juga menjamin nilai gizi produk pangan. Dan setelah dibandingkan, tingkat kerusakan setelah proses sterilisasi UHT lebih kecil dibandingkan sterilisasi biasa (pemanasan dalam botol).
Setelah sterilisasi dilakukan secara baik, dipaparkan Purwiyatno lebih lanjut, ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk mempertahankan kesegaran produk, yakni perlakuan pemanasan yang cukup, pengemasan dan pengkeliman (penyegelan) kemasan secara hermetis (kedap), dan penanganan kemasan dengan baik dengan memastikan integritas sambungan dan penutupan tetap terjaga sebelum, selama, dan setelah pemanasan.

“Sangat penting mengendalikan suhu dan waktu. Tapi tidak cukup karena kondisi setelahnya harus juga diperhatikan. Jika susu yang telah disterilisasi dibiarkan terbuka, maka mikroba datang lagi. Di sini pentingnya pengemasan. Pengemasan dengan wadah tertutup mencegah pencemaran kembali. Setelah itu, sepanjang kemasan tidak bocor, mikroba tidak akan tumbuh, susu akan tetap awet.

Sterilisasi merupakan salah satu faktor utama dalam fermentasi. Kita tentu mengharapkan tidak terjadi kontaminasi di mana mikroorganisme yang tidak diinginkan tumbuh dan mengganggu proses fermentasi. Teknik sterilisasi berbeda-beda tergantung pada jenis material. Bagian pertama akan menjelaskan secara singkat dan sederhana bagaiman sterilisasi cairan dan padatan.

Sterilisasi cairan
Cairan yang disterilisasi umumnya adalah media fermentasi yang mengandung gula, garam fosfat, ammonium, trace metals, vitamin, dan lain-lain. Secara umum ada dua cara sterilisasi cairan yaitu dengan panas dan disaring (filtrasi). Sterilasi dengan panas dilakukan di dalam autoclave, di mana steam tekanan tinggi diinjeksikan ke dalam chamber untuk mencapai temperatur 121 derajat C dan tekanan tinggi (sekitar 15 psig). Durasinya bervariasi, namun umumnya diinginkan cairan dipertahankan pada 121 derajat C selama minimal 15 menit.

Untuk skala industri, cairan disterilisasi dengan panas menggunakan beberapa pilihan teknik. Gambar di bawah menjelaskan salah satu bagan proses sterilisasi cairan media di industri. Banyak jenis proses baik secara batch atau continuous yang diterapkan di industri, misalnya direct steam, indirect heating, indirect steam, dan lainnya.

Sterilisasi padatan
Padatan yang umum disterilkan adalah glassware, biosafety cabinet, dan beberapa jenis tabung dan kontainer. Pada glassware dan plastik tahan panas umumnya dilakukan dengan autoclave mirip seperti sterilisasi cairan namun ditambah proses pengeringan. Biosafety cabinet disterilkan dengan bantuan radiasi UV dan disemprot ethanol 70 %. Udara dalam cabinet disaring dengan filter (detilnya akan dibahas di bagian ke-2 tentang sterilisasi gas).

Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan perlakuan panas yang diberikan pada bahan baku di bawah titik didih. Teknik ini digunakan untuk mengawetkan bahan pangan yang tidak tahan suhu tinggi, misalnya susu. Pasteurisasi ditujukan untuk mengurangi mikroorganisme patogen yang ada dalam bahan baku tersebut, yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia, misalnya Mycobacterium tuberculosis dan Coxiella bunetti. Selain itu, proses ini juga dapat menon-aktifkan enzim fosfatase dan katalase yaitu enzim yang membuat susu cepat rusak.

Metode Pasteurisasi yang umum digunakan adalah:
1.Pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature Short Time/HTST), yaitu proses pemanasan susu selama 15 – 16 detik pada suhu 71,7 – 750C dengan alat Plate Heat Exchanger.
2.Pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Temperature Long Time/LTLT) yakni proses pemanasan susu pada suhu 610C selama 30 menit.
3.Pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi (Ultra High Temperature) yaitu memnaskan susu pada suhu 1310C selama 0,5 detik.

Proses pasteurisasi membutuhkan panas yang bisa disupplai dari energi panas bumi. Pasteurisasi susu sapi dengan bantuan energi panas bumi telah diamati di dua lokasi di dunia, yaitu di Klamath Falls, Oregon, USA, dan di Oradea, Rumania

2.2 BAHAN TAMBAHAN PANGAN

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.

Didalam peraturan Mentri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan juga bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud tekhnologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.

Menurut Winarno 1980 BTP atau ´food additive´ yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: dapat mempertahankan nilai gizi makanan tersebut, tidak mengurangi zat-zat essensial dalam makanan, dapat mempertahankan atau memperbaiki mutu makanan, dan menarik bagi konsumen dan tidak merupakan penipuan.

BTP adalah bahan yang tidak dikonsumsi langsung sebagai makanan dan tidak merupakan bahan baku pangan, dan penambahannya ke dalam pangan ditujukan untuk mengubah sifat-sifat makanan seperti bentuk, tekstur, warna, rasa, kekentalan, aroma, untuk mengawetkan atau mempermudah proses pengolahan.

BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan adalah:

l. Pewarna, memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
2. Pemanis buatan, menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak/hampir tidak mempunyai nilai gizi.
3. Pengawet, mencegah/menghambat fermentasi, pengasaman/peruraian lain pada makanan yang disebabkan mikroba
4. Antioksidan, dapat mencegah/menghambat proses oksidasi lemak sehingga mencegah ketengikan.
5. Antikempal, mencegah menggumpalnya makanan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.
6. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, memberikan, menambah/mempertegas rasa dan aroma.
7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral, dan pendapar), dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan.
8. Pemutih dan pematang tepung, mempercepat proses pemutihan dan/pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
9. Pengemulsi, pemantap dan pengental, membantu terbentuknya dan memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.
10.Pengeras, memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.
11. Sekuestran, mengikat ion logam yang ada dalam makanan sehingga memantapkan warna, aroma, dan tekstur.

Pewarna
Penambahan bahan pewarna pada makanan dilakukan untuk beberapa tujuan, yaitu:
• Memberi kesan menarik bagi konsumen
• Menyeragamkan warna makanan
• Menstabilkan warna
• Menutupi perubahan warna selama proses pengolahan
• Mengatasi pembahan warna selama penyimpanan.

Beberapa pewarna terlarang dan berbahaya yang sering ditemukan pada jajanan adalah Metannil Yellow (kuning metanil) yang berwarna kuning, dan Rhodamin B yang berwarna merah. Kedua pewarna ini telah dibuktikan menyebabkan kanker yang gejalanya tidak dapat terlihat langsung setelah dikonsumsi.

Pemanis Buatan
Pemanis buatan sering ditambahkan ke dalam makanan dan minunan sebagai pengganti gula karena mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pemanis alami (gula), yaitu:
• Rasanya lebih manis
• Membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis
• Tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh lebih rendah sehingga cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes)
• Harganya lebih manis.

Pemanis buatan yang paling umum adalah siklamat dan sakarin yang mempunyai tingkat kemanisan masing-masing 30-80 dan 300 kali gula alami, sehingga sering disebut sebagai "biang gula".

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan sebenarnya siklamat dan sakarin hanya boleh digunakan dalam makanan yang khusus ditujukan untuk orang yang menderita diabetes atau sedang menjalani diet kalori. Amerika dan Jepang bahkan sudah melarang sama sekali penggunaan kedua pemanis tersebut karena terbukti berbahaya bagi kesehatan.

Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba.

Pengawet yang banyak dijual di pasaran dan digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan adalah benzoat, yang umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, jem dan jeli, manisan, kecap, dan lain-lain.

Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis rnaupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Beberapa bahan pengawet yang umum digunakan dan jenis makanan serta batas penggunaannya pada makanan diantaranya adalah:
• Benzoat
• Propionat
• Nitrit
• Sorbat
• Sulfit

Pada saat ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet yang dilarang namun digunakan dalam makanan dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya boraks dan formalin. Boraks banyak digunakan dalam berbagai makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, lemper, buras, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit. Boraks sangat berbahaya bagi kesehatan. Boraks bersifat sebagai antiseptik dan pembunuh kuman, oleh karena itu banyak digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu, dan untuk bahan antiseptik pada kosmetik.

Formalin juga banyak disalahgunakan untuk mengawetkan makanan seperti tahu dan mie basah. Formalin merupakan bahan untuk mengawetkan mayat dan organ tubuh dan sangat berbahaya bagi kesehatan, oleh karena itu formalin merupakan salah satu bahan yang dilarang digunakan sebagai BTP.

Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa
Salah satu penyedap rasa dan aroma adalah vetsin atau bumbu masak, dan terdapat banyak merek di pasaran. Penyedap rasa mengandung senyawa yang disebut monosodium glutamat (MSG). Peranan asam glutamat sangat penting, diantaranya untuk merangsang dan menghantar sinyal-sinyal antar sel otak, dan dapat rnemberikan citarasa pada makanan. Dalam peraturan penggunaan MSG dibatasi secukupnya, yang berarti tidak boleh berlebihan.

2.3 PENGOLAHAN SUHU RENDAH
Pengawetan suhu rendah terutama pengawetan dengan suhu beku ditinjau dari banyak segi merupakan cara pengawtan bahan makanan yang aling tidak merugikan. Suhu rendah menghamabat pertumbuhana dan memperlambat laju reaksi kimia dan enzim. Aktifitas enzim dalam danging dapat dikatakan berhenti dalam penyimpanan suhu beku.
Penyimpanan bahan makanan sala sebelum pembekuana perlu dikukus terlebih dahulu untuk mencegah perubahan kwalitas yang tidak didinginkan. Susut kandungan vitamin minimal bila dibandingkan dengan cara pengawetan lain. Penyebab utama kerusakan kualitas secara keseluruhan terjadi terutama karena kondisi yang kurang menguntungkan pada proses pembekuan,pengeringan dan pelelehan kristal es (thawing).
Pendinginan
Penyimpanan bahan pangan pada suhu dingin sangat diperlukan walaupun dalam waktu yang singkat karena bertujuan untuk : mengurangi kontaminasi, mengendalikan kerusakan oleh mikroba, mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme, kerusakan bahan pangan selama penyimpanan dapat diperkecil dalam bentuk belum dipotong-potong.
Mikroba psikrofilik tumbuh sampai suhu pembekuan air 0 0C atau dibawahnya dan pertumbuhan akan melambat pada suhu – 10 0C. Apabila air dalam bahan pangan telah sempurna membeku maka mikroba tidak dapat berkembang biak. Tetapi pada beberapa bahan pangan sebagian air belum membeku sampai suhu -9,50C, hal ini disebabkan adanya kandungan gula, garam atau zat-zat lainnya yang menurunkan titik beku. Meskipun suhu pendinginan dapat menghambat pertumbuhan atau aktivitas mikroba, namun tidak dapat digunakan untuk membunuh bakteri.
Pengaruh pendinginan terhadap bahan pangan diantaranya penurunan suhu akan mengakibatkan penurunan proses kimia, proses mikrobiologi, proses biokimia yang berhubungan dengan kerusakan atau pembusukan. Pada suhu dibawah 00C air akan membeku dan terpisah dari larutan membentuk es. Pengaruh pembekuan pada jaringan tergantung pada kadar air dan komposisi sel. Pengaruh pembekuan pada suhu -120C belum dapat diketahui secara pasti, oleh sebab itu penyimpanan makanan beku pada suhu dibawah 180C akan mencegah kerusakan mikrobiologis

Pembekuan
Pembekuan memberikan berbagai manfaat dalam penyimpanan produk pangan terutama bagi industri pangan, misalnya untuk menghambat penurunan kadar nutrisi, menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak pangan dan bahkan pada beberapa produk pangan memberikan manfaat organoleptik (rasa pangan yang lebih enak). Kebutuhan pembekuan ini juga sangat dirasakan pada pengiriman dan transportasi produk-produk pangan dari produsen ke tangan konsumen.

Pada umumnya pembekuan produk pangan menggunakan teknologi pembekuan (refrigerant) konvensional berbahan pendingin amonia atau di masa lalu menggunakan freon-CFC (chloroflurocarbon) yang ternyata terbukti menjadi gas-gas penyebab kerusakan ozon. Teknologi pembekuan seperti ini juga telah ditemukan memiliki kelemahan karena tingkat pendinginan yang kurang rendah suhunya dan relatif tidak stabil sehingga tidak menjamin keawetan produk pangan yang dibekukan.
Dari segi kecepatan berproduksi, pembekuan secara sangat cepat dianggap menguntungkan, selama mutu produk yang dihasilkan tidak dikorbankan (Heldman dan Singh, 1981). King (1971) membagi laju pembekuan ke dalam 3 golongan yaitu ;
a. Pembekuan lambat, jika waktu pembekuan adalah 30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan yang dibekukan,
b. Pembekuan sedang , jika waktu pembekuan adalah 20-30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan yang dibekukan dan,
c. Pembekuan cepat, jika waktu pembekuan adalah kurang dari 20 menit untuk 1 cm bahan yang dibekukan. Pembekuan cepat didefinisikan oleh mereka yang menganut teori kristalisasi cepat sebagai proses dimana suhu bahan pangan tersebut melampaui zona pembekuan 32 sampai 250 F dalam waktu 30 menit atau kurang.

Penggunaan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat laju reaksi kimia, reaksi enzimatis dan pertumbuhan mikroorganisme tanpa menyebabkan kerusakan produk. Beberapa perubahan kimia seperti terjadi pada tepung, sereal, biji-bijian, minyak disebabkan oleh keberadaan air. Air dibutuhkan mikroorganisme untuk mempertahankan hidupnya. Pengeluaran sebagian kandungan air bahan melalui proses pemekatan atau pengeringan akan menurunkan laju reaksi kimiawi, enzimatis maupun mikrobial. Perlakuan pembekuan (freezing) secara signifikan akan memperlambat laju reaksi kimiawi dan enzimatis serta menghambat aktivitas mikroorganisme.

2.4 FERMENTASI

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor electron eksternal.

Ahli Kimia Perancis, Louis Pasteur adalah seorang zymologist pertama ketika di tahun 1857 mengkaitkan ragi dengan fermentasi. Ia mendefinisikan fermentasi sebagai "respirasi (pernafasan) tanpa udara". Pasteur melakukan penelitian secara hati-hati dan menyimpulkan, "Saya berpendapat bahwa fermentasi alkohol tidak terjadi tanpa adanya organisasi, pertumbuhan dan multiplikasi sel-sel secara simultan..... Jika ditanya, bagaimana proses kimia hingga mengakibatkan dekomposisi dari gula tersebut... Saya benar-benar tidak tahu".

Ahli kimia Jerman, Eduard Buchner, pemenang Nobel Kimia tahun 1907, berhasil menjelaskan bahwa fermentasi sebenarnya diakibatkan oleh sekeresi dari ragi yang ia sebut sebagai zymase.

Penelitian yang dilakukan ilmuan Carlsberg (sebuah perusahaan bir) di Denmark semakin meningkatkan pengetahuan tentang ragi dan brewing (cara pembuatan bir). Ilmuan Carlsberg tersebut dianggap sebagai pendorong dari berkembangnya biologi molekular.

Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan pangan sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang. Contoh bakteri yang digunakan dalam fermentasi adalah Acetobacter xylinum pada pembuatan nata decoco, Acetobacter aceti pada pembuatan asam asetat. Contoh khamir dalam fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan alkohol sedang contoh kapang adalah Rhizopus sp pada pembuatan tempe, Monascus purpureus pada pembuatan angkak dan sebagainya.Fermentasi dapat dilakukan menggunakan kultur murni ataupun alami serta dengan kultur tunggal ataupun kultur campuran. Fermentasi menggunakan kultur alami umumnya dilakukan pada proses fermentasi tradisional yang memanfaatkan mikroorganisme yang ada di lingkungan. Salah satu contoh produk pangan yang dihasilkan dengan fermentasi alami adalah gatot dan growol yang dibuat dari singkong.

Tape merupakan produk fermentasi tradisional yang diinokulasi dengan kultur campuran dengan jumlah dan jenis yang tidak diketahui sehingga hasilnya sering tidak stabil. Ragi tape yang bagus harus dikembangkan dari kultur murni.Kultur murni adalah mikroorganisme yang akan digunakan dalam fermentasi dengan sifat-dan karaktersitik yang diketahui dengan pasti sehingga produk yang dihasilkan memiliki stabilitas kualitas yang jelas.


Dalam proses fermentasi kultur murni dapat digunakan secara tunggal ataupun secara campuran. Contoh penggunaan kultur murni tunggal adalah Lactobacillus casei pada fermentasi susu sedang contoh campuran kultur murni adalah pada fermentasi kecap, yang menggunakan Aspergillus oryzae pada saat fermentasi kapang dan saat fermentasi garam digunakan bakteri Pediococcus sp dan khamir Saccharomyces rouxii.

Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.

Persamaan Reaksi Kimia

C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)

Dijabarkan sebagai

Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP)

Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir yang dihasilkan.


Sumber energi dalam kondisi anaerobik
Fermentasi diperkirakan menjadi cara untuk menghasilkan energi pada organisme purba sebelum oksigen berada pada konsentrasi tinggi di atmosfer seperti saat ini, sehingga fermentasi merupakan bentuk purba dari produksi energi sel.

Produk fermentasi mengandung energi kimia yang tidak teroksidasi penuh tetapi tidak dapat mengalami metabolisme lebih jauh tanpa oksigen atau akseptor elektron lainnya (yang lebih highly-oxidized) sehingga cenderung dianggap produk sampah (buangan). Konsekwensinya adalah bahwa produksi ATP dari fermentasi menjadi kurang effisien dibandingkan oxidative phosphorylation, di mana pirufat teroksidasi penuh menjadi karbon dioksida. Fermentasi menghasilkan dua molekul ATP per molekul glukosa bila dibandingkan dengan 36 ATP yang dihasilkan respirasi aerobik.

"Glikolisis aerobik" adalah metode yang dilakukan oleh sel otot untuk memproduksi energi intensitas rendah selama periode di mana oksigen berlimpah. Pada keadaan rendah oksigen, makhluk bertulang belakang (vertebrata) menggunakan "glikolisis anaerobik" yang lebih cepat tetapi kurang effisisen untuk menghasilkan ATP. Kecepatan menghasilkan ATP-nya 100 kali lebih cepat daripada oxidative phosphorylation. Walaupun fermentasi sangat membantu dalam waktu pendek dan intensitas tinggi untuk bekerja, ia tidak dapat bertahan dalam jangka waktu lama pada organisme aerobik yang kompleks. Sebagai contoh, pada manusia, fermentasi asam laktat hanya mampu menyediakan energi selama 30 detik hingga 2 menit.

Tahap akhir dari fermentasi adalah konversi piruvat ke produk fermentasi akhir. Tahap ini tidak menghasilkan energi tetapi sangat penting bagi sel anaerobik karena tahap ini meregenerasi nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+), yang diperlukan untuk glikolisis. Ia diperlukan untuk fungsi sel normal karena glikolisis merupakan satu-satunya sumber ATP dalam kondisi anaerobik.
BAB III
BAHAN DAN METODA

3.1 PENGOLAHAN SUHU TINGGI

a. Pengalengan dan Pembotolan Buah

Alat dan Bahan :
• Pisau, botol (jam), panci perebus, wadah (waskom), sendok pengaduk, timbangan.
• Kedondong, gula, garam, asam sitrat.
Cara Kerja :
1. Timbang buah-buahan yang akan diolah, kupas, dipotong-potong dengan pisau kemudian dicuci bersih.
2. Masukkan potongan buah ke dalam botol sampai batas 1,5 – 2 cm dari permukaan bagian atas botol.
3. Buat larutan gula dengan konsentrasi 15 %, kemudian didihkan sehingga menjadi sirup. Dinginkan sebebtar sampai suhu 80oC.
4. Tambahkan sirup mendidih yang telah disaring sampai batas 1,5 – 2 cm dari permukaan atas botol yang telah berisi buah tadi. Biarkan sebentar hingga suhu 70 oC, kemudian ditutup.
5. Lakukan exhausting yaitu dengan meletakkan kaleng dalam keadaan terbuka pada penangas air mendidih sampai bagian tengah wadah bersuhu minimum 70 oC. Tahap exhausting tidak perlu dilakukan bila sirup yang diisikan dalam keadaan panas ( mendidih diatas api kemudian dituangkan ke dalam kaleng). Lakukan penutupan pada botol, jangan biarkan botol menjadi dingin sebelum sterilisasi.
6. Lakukan sterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit atau dengan dengan cara merebus selama 30 menit ( dalam keadaan mendidih).

Pengamatan:
• Lakukan analisis pada bahan baku terhadap kadar air, berat, dan sifat fisiknya.
• Lakukan analisis terhadap kekerasan, pH, kadar air, dan sifat organoleptik produk pada hari ke- 0,4, dan 7.

b. Pengeringan

Alat dan Bahan :
• Pisau, wadah, blender, oven
• Singkong
Cara Kerja:
1. Lakukan sortasi terhadap bahan yang akan diolah untuk memisahkan kualitas yang baik dengan kualitas yang kurang baik.
2. Lakukan pengupasan terhadap kulit arinya dengan cara dikerok atau digosok menggunakan sikat. Kulit ari mempengaruhi warna tepung yang dihasilkan. Untuk mempermudah pengerokan kulit, maka sebaiknya bahan direndam dulu dalam air selama 5 – 10 menit.
3. Kemudian bahan diiris dengan ketebalan 1 – 1,5 cm, tampung setiap irisan dalam air bersih untuk menghindari terjadinya pencoklatan (browning).
4. Setelah itu rendam irisan dalam larutan natrium bisulfit (4 gr dalam 1 L air) selama 15 menit pada suhu 80 – 100 oC.
5. Bagi dua irisan bahan tadi, sebagian dilakukan pengeringan menggunakan oven ( 50 oC ) selama 5 – 6 jam dan sebagian lagi pada solar dryer.
6. Setelah kering, haluskan irisan dengan blender kemudian lakukan penyeragaman ukuran dengan cara diayak menggunakan pengayak berukuran 60 mesh.
Pengamatan:
1. Lakukan pengamatan terhadap bahan baku yang meliputi : kadar air, berat bahan, serta penampakan fisik bahan
2. Pengamatan terhadap produk tepung dilakukan pada hari ke- 0, 4 dan 7 yangmeliputi: kadar air, rendemen, uji organoleptik ( warna aroma, tekstur dan kehalusan tepung)

3.2 PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN

a. Manisan Buah
Alat dan bahan:
1. Pisau, wajan, tapower.
2. Mangga, salak, tomat, belimbing, nangka, papaya dan gula.
Cara kerja:
1. Buah dikupas, kemudian dipotong-potong, dicuci dan diblansir selama 30 detik dengan air panas (suhu ±90 0C).
2. Larutan gula ke dalam air (1:1) sambil diaduk-aduk sampai lewat jenuh.
3. Setelah itu segera masukan buah ke dalam larutan gula, simpan pada suhu ruang selama 24 jam.
4. Setelah 24 jam, keluarkan buah dari larutan gula. Panaskan kembali larutan gula tersebut sampai mendidih.
5. Setelah dingin, masukkan kembali buah ke dalam larutan gula tersebut, lakukan kembali perendaman selama 24 jam.
6. Perendaman ke dalam larutan gula dan penyimpanan dalam suhu ruang dilakukan sebanyak 3 kali.
7. Setelah perendaman ke - 3, potongan buah dikeluarkan dari larutan gula dan tiriska.
8. Potongan buah tadi telah menjadi manisan buah. Proses berikutnya adalah pengeringan dalam oven pada suhu 70 0C selama 1 jam atau penjemuran selama 4 jam. Lakukan penaburan gula hias (gula pasir) pada saat manisan belum terlalu kering (3/4 kering).
9. Lakukan pengem,asan di dalam kotak atau kantong plastic.


Pengamatan:
1. Lakukan pengamatan terhadap kadar air, pH, warna, rasa, aroma, dan tekstur pada hari ke - 0, 4, dan 7.

b. Jeli buah-buahan
Alat dan bahan:
1. Pisau, wajan, blender, kain saring, gelas.
2. Gula, papaya, timun.
Cara kerja:
 Jeli papaya
1. Timbang buah yang akan diolah dan dicuci bersih.
2. Potong daging buah kecil-kecil, kemudian rebus dalam air mendidih selama 2-3 menit (blansir).
3. Hancurkan potongan buah dengan blender. Tambahkan air jika perlu sebanyak setengah serta daging buah.
4. Saring dan ambil sari buahnya, diamkan dan biarkan padatan mengendap selama 1 jam dan ambil bagian jernihnya.
5. Tambahkan gula pasir ke dalam sari buah dengan perbandingan 1:1, aduk sampai larut.
6. Panaskan campuran tersebut dalam wajan hingga total padatan 65 %. Lakukan ters akhir lembaran untuk menentukan akhir pemanasan.
7. Tambahkan Natrium benzoate sebanyak 0,1 % dari berat jeli.
8. Masukan jeli panan-panas ke dalam botol gelas (yang telah direbus selama 1 jam), tutup dan biarkan dingin di udara.
Pengamatan:
Lakukan pengamatan terhadap kadar gula, pH, warna, rasa, aroma, tekstur pada hari ke - 0, 4 dan 7.

 Jeli mentimun
1. Timun diblender, kemudian diambil sari buahnya.
2. Campurkan tepung jeli, gula, garam, Natrium benzoate, asam sitrat dengan 500 ml air. Campuran tersebut dimasak sampai mendidih, setelah itu masukan sari buah, dan panaskan hingga mendidih kembali.
3. Setelah itu diangkat dan dimasak panas-panas ke dalam wadah, tutup dan biarkan dingin pada suhu ruang.
Pengamatan:
Lakukan pengamatan terhadap kadar air, pH, warna, rasa, aroma, dan tekstur pada hari ke - 0, 4, dan 7.

3.3 PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH
Alat dan Bahan:
o Kulkas atau lemari pendingin, kantong plastik
o Buah, sayuran dan daging
Cara Kerja:
a. Pendinginan Buah dan Sayur
1. Lakukan sortasi buah dan sayur yang baik dan yang rusak
2. Cuci bersih sayur dan buah, kemudian tiriskan
3. Simpan dalam lemari pendingin dengan perlakuan:
o Tanpa kemasan
o Dengan kemasan plastik
o Dengan kemasan alumunium foil
b. Pembekuan Daging dan Ikan
1. Pastikan daging dan ikan bermutu baik atau tidak rusak
2. Buang atau bersihkan bagian yang tidak dapat dimakan seperti insang atau jeroan.
3. Cuci bersih pada air mengalir
4. Simpan dalam lemari pendingin dengan perlakuan:
o Tanpa kemasan
o Dengan kemasan plastik
o Dengan Kemasan alumuniun foil
Pengamatan:
Lakukan pengamatan terhadap perubahan warna, tekstur, aroma, dan kesegaran bahan pangan selama penyimpanan pada hari ke- 0,3 dan 7.

3.4 FERMENTASI
A. Yoghurt
Alat dan bahan:
1. Wadah gelas, botol, pengaduk, gelas ukur, thermometer, timbangan, incubator.
2. Susu sapi segar, yakult, gula, garam.
Cara kerja:
1. Siapkan wadah gelas, isi dengan 500 ml susu segar, gula 40 g, dan sedikit garam.
2. Lakukan pasteurisasi pada suhu 62,8-65 0C selama 15 menit, sambil terus diaduk.
3. Kemudian dinginkan hingga suhu 40 0C, tambahkan yakult sebagai stater sebanyak 10 ml.
4. Inkubasi dalam incubator pada suhu 45 0C selama 4-5 jam atau pada suhu kamar 12-16 jam.
5. Yoghurt yang dihasilkan didinginkan pada suhu ruang.
B. Pikel Mangga
a. Alat dan bahan:
1. Pisau, toples kaca, timbangan.
2. Mangga, garam.
b. Cara kerja:
1. Lakukan pengamatan terhadap kadar air bahan, berat, dan kesegaran.
2. Pengamatan dilakukan pada hari ke - 0, 3, dan 7 terhadap tekstur, pH, warna, aroma dan rasa
C. Sauerkraut
a. Alat dan bahan:
1. Gelas piala, kantong plastic, talenan, pipet steril, daqn pisau.
2. Kubis putih 1,5 Kg, garam halus 100 g, dan gula pasir 500 g.
b. Cara kerja:
1. Ranjang kubis setebal ± 0,5 cm dengan panjang 5 cm.
2. Masukan ke dalam 5 erlenmeyer masing-masing sebanyak 250 g kubis.
3. Ke dalam 5 erlenmeyer berisi kubis tambahkan garam sebanyak:
a. 2,25 % + 1 % gula pasir (buat 2 erlenmeyer, satu inkubasi pada suhu 30 0C dan satu pada suhu 42 0C).
b. 2,25 % (buat 2 erlenmeyer, satu inkubasi pada suhu 30 0C dan satu pada suhu 42 0C).
c. 4 % (inkubasi pada suhu 30 0C).
4. Aduk garam secara merata dengan kubis sambil agak diremas-remas.
5. Masukan air ke dalam kantong plastic dan letakan di atas kubis untuk membuat suasana hampa udara.
6. Inkubasi pada suhu masing-masing selama 5 hari.
7. Lakukan pengamatan terhadap pH, total asam, warna, aroma dan rasa pada hari ke - 0, 3, dan 5.
D. Tapai
 Tapai singkong
a. Alat dan bahan:
1. Stoples, daun pisang, tampah.
2. Singkong, ragi tapai, cabe merah.

b. Cara kerja:
1. Singkong dikupas kulitnya, lalu dikikis lapisan luar sampai bersih.
2. Rebus singkong atau dikukus kemudian didinginkan di atas tampah.
3. Setelah itu taburi ragi tapai yang sudah dihaluskan sambil dibalik-balik sampai rata.
4. Masukan ke dalam stoples, tutup rapat supaya jangan masuk udara (kondisi anaerob).
5. Lakukan fermentasi selama 2 hari.
6. Pengamatan dilakukan terhadap pH, warna, aroma, rasa dan tekstur pada hari ke - 0, dan 2.
E. Tempe
a. Alat dan bahan:
1. Kedelai kuning, ragi tempe, tepung beras yang sudah digongseng.
2. Tampah, tirisan, panic stailessteel, kukusan, Waskom, dan daun pisang/ plastic.
b. Cara kerja:
1. Kedelai dibersihkan dari kotoran, lalu dicuci. Kemudian direbus sampai mendidih. Setelah itu direndam selama 1 malam dengan air rebusan tadi, kemudian dibuang kulit airnya.
2. Kalau sudah bersih dikukus samapi masak, tutup dengan daun pisang (indicator kematangan).
3. Dinginkan di atas tampah yang dialasi dengan kain saring sampai dingin betul. Masukan ragi temped an tepung beras aduk sampai rata.
4. Bungkus dengan plastic yang dialasi dengan daun pisang. Kemudian dilakuklan fermentasi selama 2 malam.
5. Pengamatan dilakukan terhadap warna, aroma, tekstur dan kekompakkan pada jam ke - 0, 24 dan 48.






BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PENGOLAHAN SUHU TINGGI
A. Pengalengan atau pembotolan buah
hasil pengamatan
sampel buah mangga
Hari ke- tekstur Warna aroma rasa pH
0 Keras dan bagus Kuning Mangga masak Mangga manis -
4 Agak lunak Kuning dan sedikit busa Agak asam Sedikit manis + asam -
7 Lunak dan hancur Kuning kecoklatan dan banyak busa Sangat asam Masam -


Kadar air
 Berat bahan basah : 10 gr
 Berat cawan : 14,1 gr
 Berat bahan basah + cawan : 24,1 gr
 Berat bahan kering + cawan : 18,47 gr
 Berat bahn kering : 4,37 gr
Kadar air (%WB) = berat basah – berat kering x 100 %
Berat basah
= 10 gr – 4,37 gr x 100 %
10 gr
= 56,3 %

B. Pengeringan
Hasil pengamatan
Sampel yang digunakan pisang kapok muda
Pengamatan bahan baku
 Pengamatan fisik bahan
tekstur Warna rasa
Keras dan bergetah Pisang berwarna hijau dan daging berwarna putih Sepat dan pahit


Kadar air bahan
 Berat sampel basah : 10 gr
 Berat cawan : 14,3 gr
 Berat cawan + bahan basah : 24,3 gr
 Berat cawan + bahan kering : 20,7 gr
 Berat bahan kering : 6,4 gr
Kadar air (%WB) = berat basah – berat kering x 100 %
Berat basah
= 10 gr – 6,4 gr x 100 %
10 gr
= 36 %

Pengamatan produk tepung
 Uji organoliptik
Hari ke- warna aroma tekstur kehalusan
0 Putih Pisang muda Agak lunak -
4 Putih kusam pisang Agak kering -
7 Putih kekuningan pisang Kering -

Rendemen tepung
 Berat bahan yang digunakan : 98,73 gr
 Berat tepung yang dihasilkan : 72,41 gr
Rendemen tepung = berat tepung x 100 %
Berat bahan
= 72,41 gr x 100 %
98,73 gr
= 73,34 %
Kadar air tepung
 Berat cawan : 13,8 gr
 Berat sampel basah : 10 gr
 Berat bahan basah + cawan : 23,8 gr
 Berat bahan kering + cawan : 22,4 gr
 Berat bahan kering : 8,6 gr
Kadar air (%WB) = berat basah – berat kering x 100 %
Berat basah
= 10 gr – 8,6 gr x 100 %
10 gr
= 14 %










4.2 PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN
a. Manisan buah
sampel yang digunakan buah salak
Hari ke- Warna Rasa Aroma Tekstur
0 Putih kekuningan Asam manis Salak Cair
4 Coklat Manis Gula dan salak Cair
7 Coklat Manis keasaman Gula dan salak busuk Cair dan keruh


b. Jelly buah-buahan
sampel yang digunakan mentimun
Hari ke- Warna Rasa Aroma Tekstur
0 Kuning kehijauan Manis Timun Kenyal
4 Kuning kehijauan Manis Timun Kenyal
7 Kuning keruh Basi Busuk Lunak













4.3 PENGOLAHAN PANGAN SUHU RENDAH
a. Pendinginan Buah dan Sayuran
Sampel : Toge
Hari Ke Perlakuan Warna Aroma Tekstur Kesegaran


0 Tampa Kemasan

Kemasan plastik

Alumenium foil
Putih Kuning

Putih Kuning

Putih kuning Toge

Toge

Toge Keras

Keras

Keras Segar

Segar

Segar


4


Tampa Kemasan

Kemasan plastik

Alumenium foil
Putih pucat

Putih pucat

Putih pucat Toge

Toge

Toge Lunak

Memar

Keras Keriput

Kurang segar

Segar


7
Tampa Kemasan

Kemasan plastik

Alumenium foil
Putih coklat

Putih kuning

Putih kuning Toge

Toge

Toge Lunak

Memar

Keras Keriput

Kurang segar

Segar




b. Pembekuan Daging Ikan
Sampel : Ikan Mas
Hari Ke Perlakuan Warna Aroma Tekstur Kesegaran


0 Tampa Kemasan

Kemasan plastik

Alumenium foil
Kuning keemasan

Putih keemasan

Putih keemasan Segar

Segar

Segar Baik

Baik

Baik Segar

Segar

Segar


4


Tampa Kemasan

Kemasan plastik

Alumenium foil
Kering pucat

Kuning keemasan

Kuning keemasan Busuk

Amis

Segar Berdarah

Lunak

Baik Tidak segar

Kurang segar

Segar


7
Tampa Kemasan

Kemasan plastik

Alumenium foil
Pucat

Kuning pucat

Kuning keemasan Busuk

Busuk

Amis Berdarah

Berair

Lunak Sudah busuk

Tidak segar

Kurang segar




4.4 FERMENTASI
E. Tauco
Hasil pengamatan
Perlakuan Warna Aroma Rasa
Tempe dijemur 1 minggu Putih kuning Aroma kedele dan sedikit aroma kapang -
Tempe dicampur daun salam dan garam Putih kehijauan Aroma daun salam yang sangat kuat Agak asin
Tempe dicampur larutan garam dan daun salam selama 1 minggu Tempe berwarna putih dengan larutan kecoklatan Beraroma asam Asam – asam asin
Tempe didalam larutan ditambah gula jawa Coklat dan berbusa Aroma asam dank has gula jawa Manis – manis asam
Tauco yang sudah jadi Coklat dan banyak busa Khas tauco Tauco dan asin













IV.2 PEMBAHASAN
1. Pengolahan suhu tinggi
Pengalengan dan pembotolan buah
Pemanasan (suhu tinggi) telah digunakan oleh manusia dalam kehidupannya sejak manusia menemukan api, termasuk untuk menambah usia produk susu. Susu diisikan pada wadah botol, kemudian disterilisasi (dipanaskan dalam susu tinggi) hingga akhirnya siap didistribusi. Namun sayang, proses pemanasan dalam suhu tinggi ini menyebabkan perubahan pada rasa, warna, tekstur, flavor, dan sebagainya.

Pemanasan pada suhu lebih tinggi lebih efektif untuk membunuh mikroba, tetapi merusak mutu dan gizi. Sebaliknya, pemanasan pada suhu lebih rendah, tidak merusak mutu dan gizi, tetapi kurang efektif untuk membunuh mikroba,” imbuhnya. Karenanya, ditegaskan Purwiyatno, diperlukan teknologi yang mencapai suhu tinggi dan juga turun secara cepat dibanding proses sterilisasi tradisional.

Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa.

Pada praktikum tentang pengalengan pada buah sampel bahan yang kami gunakan yaitu buah mangga. Dari praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kadar air dari buah mangga adalah 56,3 %. Kadar air inilebih rendah dari pada kadar air rata – rata. Menurut literatur semakin tinggi kadar air suatu bahan pangan , maka zat gizi dalam bahan pangan semakin berkurang.

Berdasarkan uji organoleptik dapat diketahui bahwa buah mengalami penurunan mutu selama penyimpanan. Tekstur buah pada hari ke-1 yang semula keras menjadi lunak dan hancur pada hari ke-7. hal ini disebabkan karena buah masih mengalami respirasi setelah dipanen dan buah mmpunyai kadar air yang tinggi. Rasa buah yang awalnya manis menjadi asam serta aroma yang menyengat dan warna buah yang awalnya bagus menjadi kecoklatanan dan berbusa


Dari praktikum yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa semakin lama buah dikalengkan maka semakin banyak kerusakan yang terjadi baik itu fisik ataupun kimia, dari segi organoleptik setelah dibiarkan 7 hari pada suhu ruang , buah tersebut tidak layak lagi untuk dikonsumsi.

Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air suatu bahan pangan dengan atau tanpa bantuan energi panas. Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas.

Pada praktikum ini bahan yang digunakan adalah pisang kapok muda. Pisang yang kami gunakan memiliki tekstur yang keras dan bergetah dengan daging buah berwarna putih dengan rasa yang pahit dan sepat. Pada pengukuran kadar air bahan pisang kapok muda didapatkan hasil kadar air sebesar 36 %.

Pisang dijemur dan kemudian dijadikan tepung pisang kemudian dilakukan lagi uji kadar air dan organoleptik. Berdasarkan hasil yang didapat terjadi penurunan kadar air pada pisang yang telah dikeringkan .
Kadar air awal bahan adalah 36 % dan setelah dikeringkan pisang tersebut dihaluskan sehingga kadar airnya menjdai 14 %. Sebelum dilakukan penggilingan terdapat perubahan warna yaitu dari putih seperti pisang muda mennjadi putih kusam kekuningan setelah 7 hari dibiarkan pada suhu ruang, hal ini terjadi karena buah pisang tersebut ditumbuhi oleh jamur.aroma setelah penyimpanan sudah tidak tercium lagi aroma khas dari buah tersebut.

Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air menuju udara karena adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan pengeringan antara lain agar produk dapat disimpan lebih lama, mempertahankan daya fisiologi biji-bijian/benih, mendapatkan kualitas yang lebih baik. (Gunarif Taib, 1988) Proses pengeringan terbagi dalam tiga kategori, yaitu: Pengeringan udara dan pengeringan yang berhubungan langsung di bawah tekanan atmosfir. Dalam hal ini panas dipindahkan menembus bahan pangan, bik dari udara maupun permukaan yang dipanaskan. Uap air dipindahkan dengan udara. Pengeringan hampa udara.

Bahan Tambahan Pangan
a. Manisan buah
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental

Menurut Winarno 1980 BTP atau ´food additive´ yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: dapat mempertahankan nilai gizi makanan tersebut, tidak mengurangi zat-zat essensial dalam makanan, dapat mempertahankan atau memperbaiki mutu makanan, dan menarik bagi konsumen dan tidak merupakan penipuan.

Praktikum yang kami lakukan mengenai manisan buah, kami mendapat tugas membuat manisan dari buah salak. Buah salk yang sudah matang dicampur dengan larutan gula dan kemudian disimpan didalam botol / toples selama 7 hari. Manisan buah ini kemudian dilakukan pengujian organoleptik, kadar gula, dan pH pada hari ke 0,4 dan 7, karena adanya keterbatasan alat maka yang dilakukan hanya uji organoleptik saja.

Dari praktikum yang telah kami lakukan mengenai manisan buah dilakukan uji organoleptik yaitu warna, rasa, aroma dan tekstur. Pada hari ke-0, manisan berbentuk cair dan berwarna putih memiliki rasa asam – asam manis dengan aroma salak yang khas. Pada hari ke-4, manisan masih berbentuk cair berwarna coklat memiliki rasa manis dengan aroma campuran antara salak dan gula. Pada hari ke-7, manisan berbentuk cairan berwarna coklat memiliki rasa manis keasaman dengan aroma salak busuk.

Dari hasil ini dapat diambil kesimpulan ternyata pada manisan buah bahan dasar buah salak dicampur dengan bahan tambahan berupa larutan gula untuk kemudian menjadi manisan gula. Manisan buah ini ternyata memiliki umur simpan yang tidak cukup lama ini dapat dilihat pada hari ke-7 ternyata terjadi penurunan mutu manisan.

Pengolahan Suhu Rendah
Pengawetan suhu rendah terutama pengawetan dengan suhu beku ditinjau dari banyak segi merupakan cara pengawtan bahan makanan yang aling tidak merugikan. Suhu rendah menghamabat pertumbuhana dan memperlambat laju reaksi kimia dan enzim. Aktifitas enzim dalam danging dapat dikatakan berhenti dalam penyimpanan suhu beku.
Susut kandungan vitamin minimal bila dibandingkan dengan cara pengawetan lain. Penyebab utama kerusakan kualitas secara keseluruhan terjadi terutama karena kondisi yang kurang menguntungkan pada proses pembekuan,pengeringan dan pelelehan kristal es (thawing).
Pembekuan memberikan berbagai manfaat dalam penyimpanan produk pangan terutama bagi industri pangan, misalnya untuk menghambat penurunan kadar nutrisi, menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak pangan dan bahkan pada beberapa produk pangan memberikan manfaat organoleptik (rasa pangan yang lebih enak). Kebutuhan pembekuan ini juga sangat dirasakan pada pengiriman dan transportasi produk-produk pangan dari produsen ke tangan konsumen.
Pada umumnya pembekuan produk pangan menggunakan teknologi pembekuan (refrigerant) konvensional berbahan pendingin amonia atau di masa lalu menggunakan freon-CFC (chloroflurocarbon) yang ternyata terbukti menjadi gas-gas penyebab kerusakan ozon. Teknologi pembekuan seperti ini juga telah ditemukan memiliki kelemahan karena tingkat pendinginan yang kurang rendah suhunya dan relatif tidak stabil sehingga tidak menjamin keawetan produk pangan yang dibekukan.
Pada praktikum mengenai pengolahan suhu rendah ini dilakukan penyimpanan suhu dingin dan pembekuan pada daging dan sayuran. Praktikum dilakukan dengan 3 perlakuan penyimpanan yaitu tanpa kermasn, menggunakan kemasan polietilen, serta disimpan dalam alumunium foil. Pengujian yang dilakukan yaitu uji organoleptik. Untuk penyimpanan daging digunakan ikan mas sedangkan untuk sayuran digunakan toge. Berdasarkan praktikum yang dilaksanakan dari ketiga perlakuan, maka yang paling baik adalah pendinginan dengan perlakuan kemasan alumunim foil untuk ikan dan juga toge. Ikan dan toge yang disimpan dalam kemasan alumunium foil selama 7 hari ternyata masih segar jika dibandingkan dengan penyimpanan pada kemasan polietilen,apalagi dengan perlakuan tanpa kemasan.
Fermentasi

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor electron eksternal.

Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan pangan sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang. Contoh bakteri yang digunakan dalam fermentasi adalah Acetobacter xylinum pada pembuatan nata decoco, Acetobacter aceti pada pembuatan asam asetat. Contoh khamir dalam fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan alkohol sedang contoh kapang adalah Rhizopus sp pada pembuatan tempe, Monascus purpureus pada pembuatan angkak dan sebagainya.Fermentasi dapat dilakukan menggunakan kultur murni ataupun alami serta dengan kultur tunggal ataupun kultur campuran. Fermentasi menggunakan kultur alami umumnya dilakukan pada proses fermentasi tradisional yang memanfaatkan mikroorganisme yang ada di lingkungan. Salah satu contoh produk pangan yang dihasilkan dengan fermentasi alami adalah pembuatan tauco.

Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan tentang pembuatan tauco, tempe yang sudah dikeringkan selama 1 minggu dicampurkan kedalam larutan air garam dan daun salam kemudian disimpan selama 1 minggu. Ternyata setelah disimpan selama 1 minggu terjadi perubahan warna menjadi putih kecoklatan dengan aroma asam dan rasa yang asam – asam. Larutan ini dicampir dengan gula jawa dan dijemur lagi sampai keluar aroma khas tauco. Ternyata tauco yang dibuat berasa asam – asam manis dan berwarna kecoklatan serta berbusa.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dai beberapa pengamatan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan Pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu Pangan,akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
2. untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk menahahn laju pertumbuham mikroorganisme pada makanan
3. bahan makanan mempunyai peranan yang penting sebagai pembawa atau media zat gizi yang di dalamya banyak mengandung zat-zat yang di butuhkan oleh tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan lain-lain
4. jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan bahan panganitu ada 5 , yaitu :
a. pendinginan
b. pengeringan
c. pengalengan
d. pemanasan
e. fermentasi



5.2 SARAN

1. Dalam pengolahan bahan-bahan hasil pertanian, kita hendaknya harus memperhatikan dan mengetahui sifat-sifat dan karakteristik bahan itu sendiri sehingga kita dapat semaksimal mungkin mempertahankan mutu dan kualitas bahan hasil pertanian, baik dari segi estetika, kualitas maupun kuantitas bahan itu sendiri.

2. Diharapkan kepada praktikan untuk dapat melaksanakan praktikum dengan sebaik-baiknya agar parkatikum yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar yang mana hasil praktikum yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.


















DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2001. Materi Penyuluhan Bagi Perusahaan Makanan Industri Rumah Tangga. Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Sleman. Sleman
Buckle, K.A; dkk. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Budiyanto, MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi; malang UMM press
Dwijopeputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta; Djambatan
Fareliaz, Srikandi. Mikrobioloi pangan, jakarta; Gramedia pustaka
Kartasapoetra, A.G. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen . Jakarta: Penerbit
Bina Aksara.
Retno Widyani. 2001. Prinsip Pengawetan Pangan. Diktat Kuliah. Program Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati. Cirebon.
Winarno, F.G. 1979. Fisiologi Lepas Panen . Jakarta: PT. Sastra Hudaya.
Winarno, F.G.I. 1993. Pangan dan Gizi, Teknologi dan konsumsi. Jakarta; Gramedia Pustaka.
http://id.shvoong.com/exact-sciences/1663623-fermentasi/
"http://id.wikipedia.org/wiki/Fermentasi
http://www.ilmupangan.com/index.php?option=com_content&task=view&id=41&Itemid=1










LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN









OLEH :
JUPRIANTO
05117012

( Kelompok IV )


JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG


BAB I
PENDAHULUAN


Kontaminasi oleh mikroorganisme dapat terjadi setiap saat dan menyentuh setiap permukaan seperti tangan atau alat/wadah. Oleh karena itu sanitasi lingkungan sangat perlu untuk diperhatikan terutama yang bekerja dalam bidang mikrobiologi atau pengolahan produk makanan atau industri (Dwyana, 2009).

Sanitasi memegang peranan penting dalam industri pangan karena merupakan usaha atau tindakan yang diterapkan untuk mencegah terjadinya perpindahan penyakit pada makanan. Dengan menerapkan sanitasi yang tepat dan baik, maka keamanan dari pangan yang diproduksi akan dijamin aman untuk dikonsumsi (Rachmawan, 2001).

Pengetahuan dasar dan keterampilan pengujian adanya kontaminan, pengujian pengaruh penggunaan sanitasi terhadap kontaminan serta cara-cara sanitasi yang baik sangat diperlukan dalam industri pangan baik skala kecil, menengah ataupun industri besar (Rachmawan, 2001).

Udara di dalam suatu ruangan dapat merupakan sumber kontaminasi mikroba. Udara tidak mengandung mikroflora secara alami, tetapi kontaminasi dari lingkungan di sekitarnya mengakibatkan udara mengandung berbagai mikroorganisme, misalnya debu, air, proses aerasi, dari penderita yang mengalami infeksi saluran pencernaan, dari ruang yang digunakan dalam fermentasi, dan sebagainya. Mikroorganisme yang terdapat di udara biasanya melekat pada bahan padat, misalnya debu atau terdapat dalam droplet air (Dwyana, 2009).


BAB II
PEMBAHASAN

Mikroba di alam secara umum berperanan sebagai produsen, konsumen, maupun redusen. Jasad produsen menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik dengan energi sinar matahari. Mikroba yang berperanan sebagai produsen adalah algae dan bakteri fotosintetik. Jasad konsumen menggunakan bahan organik yang dihasilkan oleh produsen. Contoh mikroba konsumen adalah protozoa. Jasad redusen menguraikan bahan organik dan sisa-sisa jasad hidup yang mati menjadi unsur-unsur kimia (mineralisasi bahan organik), sehingga di alam terjadi siklus unsur-unsur kimia. Contoh mikroba redusen adalah bakteri dan jamur (fungi) (Sumarsih, 2003).

Mikroorganisme yang berada pada alat prngolahan bersal dari udara dan terbawa partikel debu, dalam tetes-tetes cairan berukuran besar dan tersuspensikan hanya sebentar,. Nasib akhir mikroorganisme diatur oleh seperangkat rumit keadaan di sekelilingnya, termasuk keadaan atmosfer, kelembapan, cahaya matahari dan suhu, ukuran partikel yang membawa mikroorganisme, ciri-ciri mikroorganismenya, terutama kerentanannya terhadap keadaan fisik di atmosfer (Pelczar, 2006).

Keselamatan tiap-tiap makhluk hidup sangat tergantung pada keadaan di sekitarnya, terutama mikroorganisme. Mikroorganisme tidak dapat menguasai faktor-faktor luar sepenuhnya, sehingga hidupnya sama sekali tergantung kepada keadaan sekelilingnya (Dwidjoseputro, 1987).

Faktor-faktor yang menguasai kehidupan bakteri antara lain sebagai berikut :

Suhu
Suhu optimum adalah suhu yang paling baik untuk kehidupan jasad. Sedangkan suhu maksimum adalah suhu tertinggi yang masih dapat menumbuhkan mikroba tetapi pada tingkat kegiatan fisiologi yang paling rendah (Hidayat, 2006).
Bahan Bentuk Gas
Jenis dan konsentrasi gas dalam lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, selain dari jenis-jenis gas yang telah dibicarakan pada bab terlebih dahulu, seperti oksigen dan karbondioksida yang sangat penting untuk kehidupan bakteri. Nitrogen dan amonia adalah esensial untuk siklus nitrogen, dan H2S mengambil peranan utama dalam siklus sulfur (Irianto, 2006).

Tekanan Osmosis
Terjadinya plasmolisis dan plasmoptisis disebabkan karena sel berada dalam lingkungan dengan tekanan osmosis lebih tinggi atau lebih rendah dari isi sel. Karena itu, untuk mempertahankan kehidupan sel harus diciptakan tekanan osmosis yang seimbang antara lingkungan dan isi sel (Irianto, 2006).

Kelembaban dan Pengeringan
Tiap jenis mikroba mempunyai kelembaban optimum tertentu. Pada umumnya khamir dan bakteri membutuhkan kelembapan yang lebih tinggi dibandingkan jamur. Tidak semua air dalam medium dapat digunakan mikroba. Air yang dapat digunakan disebut air bebas. Banyak mikroba yang tahan hidup dalam keadaan kering untuk waktu yang lama. Misalnya mikroba yang membentuk spora, spora, dan bentuk-bentuk kista. Pada proses pengeringan air akan menguap sehingga kegiatan metabolisme terhenti (Hidayat, 2006).

Kebersihan alat pengolahan sangat penting untu menjaga tingkat populasi mikroba agar sedikit. Media yang digunakan untuk menguji kebersihan alat adalah nutrient agar (NA)., Bentuk oloni mikroba biasanya bulat-bulat kecil atau bisa juga dikatakan berbentuk titik-titik. Koloni tersebut berwarna putih kekuningan.




BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
 Kontaminasi oleh mikroorganisme dapat terjadi setiap saat dan menyentuh setiap permukaan seperti tangan atau alat/wadah.

 Mikroorganisme yang berada pada alat prngolahan bersal dari udara dan terbawa partikel debu, dalam tetes-tetes cairan berukuran besar dan tersuspensikan hanya sebentar

 Mikroorganisme tidak dapat menguasai faktor-faktor luar sepenuhnya, sehingga hidupnya sama sekali tergantung kepada keadaan sekelilingnya

 Faktor-faktor yang menguasai kehidupan bakteri antara lain sebagai berikut :
Suhu, bahan Bentuk Gas, kelembaban dan Pengeringan, dan tekanan Osmosis

SARAN

 Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai nama mikroba yang tumbuh pada akt pengolahan

 Sebaiknya kebersihan alat pengoahan ditingkatkan lagi.








DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro, D. 1987. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Malang.

Dwyana, Zaraswaty dan Nur Haedar. 2009. Penuntun praktikum Mikrobiologi Pangan. Jurusan Biologi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Hidayat, N. 2006. Mikrobiologi Industri. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Irianto, K. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 1. CV. Yrama Widya, Bandung.

.Pelczar, M.J. dan Chan, E.C.S. 2006. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 1. Penerbit UI-Pres. Jakarta.

Rachmawan, Obin. 2001. Sumber Kontaminasi dan Teknik Sanitasi. http://202.152.31.170/modul/pertanian/pengendalian_mutu/sumber_kontaminasi_dan_teknik_sanitasi.pdf. Didownload pada tanggal 25 Maret 2009

Sumarsih, Sri. 2003. Diktat Kuliah Mikrobiologi Dasar. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Upn”Veteran”. Yogyakarta.

~ by bohkasim on March 29, 2009.







TUGAS PAPER
PRAKTIKUM SANITASI PENGOLAHAN


NAMA : JUPRIANTO
NO.BP : 0811122033
KELOMPOK : II (DUA) SHIF 1
REKAN KERJA :
1. RISMA SRIKANDI PANE (0811121016)
2. RENI NOFRIANTI (0811121017)
3. ROBY SURYA PUTRA (0811121019)
4. MUHAMMAD IHSAN (0811122021)
5. ALES PURWANTO (0811122023)
6. ROSNI JAYANTI (0811122025)
7. INDRA SAPUTRA (0811122027)
8. AFDILLA EFENDI (0811122029)
9. EDI SUHENDRO (0811122031)
10. DESMAISIS (0811122034)
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2010

BAB I
PENDAHULUAN

Penyimpanan merupakan proses pasca panen yang dilakukan untuk mempertahankan mutu dan kualitas dari komoditi atau produk sampai ke tangan konsumen. Penyimpanan yang baik mampu mempertahankan mutu sedangkan penyimpanan yang kurang baik dapat menyebabkan penurunan mutu komoditi hasil pertanian. Lama penyimpanan, jenis komoditi dan model penyimpanan akan menentukan hasil dari penyimpanan kmoditi tersebut. Model penyimpanan dapat dilakukan dengan penyimpanan komoditi yang seragam atau penyimpanan komoditi yang beragam (Syarief dan Halid, 1993).
Teknologi pengemasan berkembang dengan pesat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban manusia. Revolusi industri yang telah mengubah tatanan hidup manusia ke arah kehidupan yang lebih modern, telah pula mengubah teknologi kemasan hingga mencakup aspek perlindungan pangan (mutu nutrisi, cita rasa, kontaminasi dan penyebab kerusakan pangan) dan aspek pemasaran (mempertahankan mutu, memperbaiki tampilan, identifikasi produk, informasi komposisi dan promosi).
Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas memungkinkan banyak ragam kegunaan yang dapat melindungi dan mengawetkan buah-buahan yang disimpan disamping produk yang disimpan menjadi lebih menarik (Pantastico, 1989).
Salah satu polimer yang paling banyak digunakan untuk menyimpan buah dan sayur adalah polietilen, karena harganya murah, kuat, transparan, serat dapat direkatkan dengan panas sehingga kantong dapat digunakan secara maksimal. Selain itu bahan ini bersifat tidak dapat melalukan air tetapi dapat melalukan gas (Kirk dan Othmer, 1953).

Penyimpanan biji-bijian merupakan tahapan proses untuk menyelamatkan bibi-bijian tersebut dari kegagalan atau penurunan kualitas dan menunggu proses selanjutnya. Tahap penyimpanan ini sebaiknya dilakukan setelah proses pengeringan biji-bijian, walaupun seringkali penyimpanan merupakan proses penghentian sementara apabila proses sebelumnya belum selesai, misalnya proses pengeringan. Dapat pula, penyimpanan merupakan tahap “menunggu” proses selanjutnya, misalnya proses pengangkutan.
Saat ini meskipun kemasan alami masih juga digunakan, namun telah banyak berkembang kemasan yang termasuk dalam kelompok kemasan sintetis dan kemasan modern. Di antara bahan kemasan tersebut, plastik merupakan bahan kemasan yang paling populer dan sangat luas penggunaannya. Bahan kemasan ini memiliki berbagai keunggulan yakni, fleksibel (dapat mengikuti bentuk produk), transparan (tembus pandang), tidak mudah pecah, bentuk laminasi (dapat dikombinasikan dengan bahan kemasan lain), tidak korosif dan harganya relatif .
Selanjutnya, disamping memiliki berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh bahan kemasan lainnya, plastik juga mempunyai kelemahan yakni, tidak tahan panas, dapat mencemari produk (migrasi komponen monomer), sehingga mengandung resiko keamanan dan kesehatan konsumen, dan plastik termasuk bahan yang tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami.
Pengemas dapat mengurangi kehilangan air (pengurangan berat) dengan demikian mencegah terjadinya dehidrasi, terutama bila digunakan bahan penghalang uap air. Hal ini merupakan keuntungan utama dari pengemasan untuk konsumsi yang dapat pula memperpanjang umur ketahanan komoditi yang bersangkutan. Kehilangan uap air yang disusul dengan laju atau susutnya barang jelas merupakan sebab hilangnya kesegaran. Hilangnya air mempengaruhi kenampakan, tekstur, dan harga jual.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENYIMPANAN REMPAH – REMPAH
Indonesia termasuk salah satu negara penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Rempah-rempah merupakan barang dagangan paling berharga pada zaman prakolonial. Banyak rempah-rempah dulunya digunakan dalam pengobatan, tetapi sekarang ini berkurang.
Rempah-rempah adalah salah satu alasan mengapa penjelajah Portugis Vasco Da Gama mencapai India dan Maluku. Rempah-rempah ini pula yang menyebabkan Belanda kemudian menyusul ke Maluku, sementara Spanyol di bawah pimpinan Columbus telah lebih dahulu mencari jalan ke Timur melalui jalan lain dan akhirnya malah mendarat di benua Amerika.
Rempah-rempah adalah bagian tumbuhan yang beraroma atau berasa kuat yang digunakan dalam jumlah kecil di makanan sebagai pengawet atau penambah rasa dalam masakan. Rempah-rempah biasanya dibedakan dengan tanaman lain yang digunakan untuk tujuan yang mirip, seperti tanaman obat, sayuran beraroma, dan buah kering. Beberapa contoh tanaman rempah- rempah yang terdapat di Indonesia adalah sebagai berikut :
CENGKEH
Cengkeh (Syzygium aromaticum) termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki batang pohon besar dan berkayu keras, cengkeh mampu bertahan hidup puluhan bahkan sampai ratusan tahun , tingginya dapat mencapai 20 -30 meter dan cabang-cabangnya cukup lebat. Cabang-cabang dari tumbuhan cengkeh tersebut pada umumnya panjang dan dipenuhi oleh ranting-ranting kecil yang mudah patah . Mahkota atau juga lazim disebut tajuk pohon cengkeh berbentuk kerucut.
Daun cengkeh berwarna hijau berbentuk bulat telur memanjang dengan bagian ujung dan panggkalnya menyudut, rata-rata mempunyai ukuran lebar berkisar 2-3 cm dan panjang daun tanpa tangkai berkisar 7,5 -12,5 cm. Bunga dan buah cengkeh akan muncul pada ujung ranting daun dengan tangkai pendekserta bertandan. Pada saat masih muda bunga cengkeh berwarna keungu-unguan , kemudian berubah menjadi kuning kehijau-hijauan dan berubah lagi menjadi merah muda apabila sudah tua. Sedang bunga cengkeh keringakan berwarna coklat kehitaman dan berasa pedas sebab mengandung minyak atsiri.
Umumnya cengkeh pertama kali berbuah pada umur 4-7 tahun. Tumbuhan cengkeh akan tumbuh dengan baik apabila cukup air dan mendapat sinar matahari langsung. Di Indonesia , Cengkeh cocok ditanam baik di daerah daratan rendah dekat pantai maupun di pegunungan pada ketinggian 900 meter di atas permukaan laut.
KAYU MANIS
Pohon tinggi dapat mencapai 15 meter. Batang berkayu dan bercabang-cabang. Daun tunggal, lanset, warna daun muda merah pucat setelah tua berwarna hijau. Perbungaan bentuk malai, tumbuh di ketiak daun, warna kuning. Buah buni, buah muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna hitam. Dan mempunyai akar tunggang.
LADA
Merupakan tanaman herba tahunan, memanjat. Batang bulat, beruas, bercabang, mempunyai akar pelekat, warna hijau kotor. Daun tunggal, bulat telur, pangkal bentuk jantung, ujung runcing, tepi rata, panjang 5-8 cm, lebar 2-5 cm, pertulangan menyirip, warna hijau. Bunga majemuk, bentuk bulir, menggantung, panjang 3,5-22 cm, warna hijau. Buah buni, bulat, buah muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna merah.

Menurut Syarief dan Halid (1993) lada (Piper nigrum L.) lada terdiri dari dua jenis yaitu lada hitam dan lada putih. Lada hitam merupakan lada yang berasal dari buah yang belum matang lalu dijemur. Lada putih berasal dari buah yang telah matang dengan pembuangan lapisan mesocarpnya. Kedua jenis lada tersebut digunakan sebagai rempah-rempah. Penyimpanan lada yang baik dilakukan pada kondisi yang kering untuk mengurangi kerusakan. Biasanya lada bubuk dikemas dengan menggunakan plastik polietilen yang tebal dan jangan sampai terkena sinar matahari. Selain itu, harus dikemas dengan menggunakan perekat untuk mengurangi kehilangan minyak volatil dan caking.
Penyimpanan lada harus dilakukan sesuai hal- hal berikut :
1. Lada harus disimpan di tempat yang bersih, kering, dengan ventilasi udara yang cukup, diatas bale-bale atau lantai yang di tinggikan, ditempat yang bebas dari hama seperti tikus dan serangga.
2. Lada tidak boleh disimpan bersama dengan bahan kimia pertanian atau pupuk yang mungkin dapat menimbulkan kontaminasi. Tempat penyimpanan lada harusmempunyai ventilasi yang cukup tetapi bebas dari kelembaban yang tinggi.
3. Lada yang disimpan harus diperiksa secara berkala untuk mendeteksi adanya gejala kerusakan karena hama atau kontaminasi (Direktorat Penanganan pasca panen, 2009).
JINTAN PUTIH
Jintan putih (cuminum cyminum) dalam kehidupan sehari-hari sering digunakan untuk memasak. Disamping itu, biji jintan putih juga digunakan sebagai pelengkap ramuan obat-obatan tradisional. Biji jintan putih memiliki aroma yang harum dan menarik. Jintan putih dapat tumbuh dengan baik di daerah yang beriklim sejuk, seperti misalnya di daerah india utara dekat kiaki pegunungan himalaya.

Di indonesia meskipun dapat tumbuh, tetapi pada umumnya kurang baik. Jintan putih mempunyai batang kayu dan daunnya bersusun melingkar dan bertumpuk. Daun jintan putih mempunyai pelepah daun seperti ranting-ranting kecil. Bentukdaun jintan putih tidak berwujud lembaran, tetapi lebih mirip benang-benang kaku dan pendek. Warna dominan tumbuhan ini hijau dan bunganya berukMenurut Savitri (2010) bumbu (herbs) adalah tanaman aromatik yang ditambahkan pada makanan, sebagai penyedap rasa masakan. Biasanya berupa daun-daunan segar seperti daun salam, daun jeruk, hingga daun temurui yang sering ditemukan dalam masakan Aceh.
KAPULAGA
Kapulaga adalah sejenis buah yang sering digunakan sebagai rempah (bumbu) untuk masakan tertentu dan juga untuk campuran jamu. Selain itu kapulaga merupakan tanaman semak, rumput-rumputan tahunan, tinggi lebih kurang 1,5 meter berbatang semu, bulat, membentuk anakan, warna hijau. Daun tunggal, tersebar, bentuk lanset, ujung runcing, tepi rata, panjang 25-35 cm, lebar 10-12 cm, pertulangan menyirip, hijau. Bunga majemuk, bentuk bongkol di pangkal batang, mahkota bentuk tabung, panjang lebih kurang 12,5 mm, warna putih atau putih kekuningan. Buah kotak, bulat, berlekuk, warna putih.
Buahnya mengandung minyak atsiri yang terutama mengandung sineol, terpineol, dan borneol. Kadar sineol dalam buah lebih kurang 12 %. Disamping itu buah kapulaga banyak mengandung saponin, flavnoida, senyawa- senyawa polifenol, mangan, pati, gula, lemak, protein dan silikat.
Biji mengandung 3 - 7 % minyak atsiri yang terdiri atas terpineol, terpinil asetat, sineol, alfa borneol, dan beta.kamfer. Di samping itu biji juga mengandung minyak lemak, protein, kaisium oksalat dan asam kersik. Dengan penyulingan dari biji diperoleh minyak atsiri yang disebut Oleum Cardamomi, yang digunakan sebagai stimulans dan pemberi aroma. Rimpangnya mengandung saponin, flavonoida dan polifenol, disamping juga minyak atsiri.
2.2 PENGARUH KONDISI BAHAN TERHADAP KERUSAKAN BIJI – BIJIAN SELAMA PENYIMPANAN
Penyimpanan biji-bijian merupakan tahapan proses untuk menyelamatkan bibi-bijian tersebut dari kegagalan atau penurunan kualitas dan menunggu proses selanjutnya. Tahap penyimpanan ini sebaiknya dilakukan setelah proses pengeringan biji-bijian, walaupun seringkali penyimpanan merupakan proses penghentian sementara apabila proses sebelumnya belum selesai, misalnya proses pengeringan. Dapat pula, penyimpanan merupakan tahap “menunggu” proses selanjutnya, misalnya proses pengangkutan.
Penyimpanan biji-bijian dapat berlangsung di tingkat kebun atau di tingkat pabrik atau tempat lain. Di tingkat kebun, penyimpanan lebih merupakan tahap penghentian sementara proses yang sedang berlangsung, yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak memungkinkan untuk berlangsungnya proses tersebut, misalnya karena gangguan cuaca atau malam hari. Dapat pula, penyimpanan dilakukan untuk menunggu proses pengangkutan atau laku dijual.
Di tingkat pabrik atau di tempat lain, sebagian masyarakat menyebut penyimpanan sebagai penggudangan. Di tempat ini, penyimpanan ditujukan untuk menunggu proses selanjutnya seperti proses pengolahan atau pemasaran.
Di negara-negara sedang berkembang, kehilangan pasca panen dapat terjadi selama proses penyimpanan. Hal ini banyak disebabkan oleh teknik atau cara penyimpanan yang kurang baik, Penyebab kehilangan antara lain adalah terjadinya kerusakan fisik, kimia, biologi dan mikrobiologi, maupun organoleptik. Bahkan, dapat pula disebabkan oleh adanya gangguan keamanan. Di Indonesia, sebagai negara berkembang dan beriklim tropis basah, kendala utama adalah kelembaban relatif udara (RH) yang tinggi. Untuk melakukan proses penyimpanan yang baik, diperlukan prasarana dan sarana yang baik, dan biasanya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Pada akhirnya, masalah biaya merupakan kendala terbesar dalam membuat tempat penyimpanan yang baik.
Penyimpanan termasuk dalam salah satu komponen dalam sistem usaha tani (farming system), sistem perusahaan, atau kebijakan pemerintah. Pada petani kecil, penyimpanan biji-bijian dilakukan untuk sediaan pangan atau keperluan lain (misal dijual pada waktu mencukupi kebutuhan hidupnya). Pada pengusaha, penyimpanan seringkali merupakan upaya memperoleh keuntungan yang lebih tinggi, sedangkan penyimpanan yang dilakukan oleh pemerintah ditujukan untuk stabilitas kehidupan bernegara.
PENYIMPANAN TINGKAT KEBUN
Sebagaimana dikemukakan di atas, penyimpanan di tingkat kebun dilakukan oleh petani. Tempat penyimpanan di tingkat kebun ini pada umumnya sangat sederhana, bahkan relatif sebagai tempat berteduh dari resiko kehujanan atau kelembaban udara yang tinggi. Apabila di kebun atau sawah tidak tersedia bangunan untuk tempat penyimpanan, maka yang dilakukan adalah menyimpan padi, jagung berkelobot, polong kacang kedelai, atau polong kacang hijau di rumah atau gudang khusus di rumahnya untuk dikeringkan pada keesokan harinya.
Penyimpanan di tingkat kebun atau di tempat tinggalnya tersebut di atas, merupakan kegiatan yang berlangsung pada tahap pengeringan. Lama penyimpanan di tingkat kebun relatif singkat, sampai proses pengeringan dipandang cukup. Pada saat penyimpanan, biji-bijian dapat berbentuk ikatan padi bertangkai bahkan berdaun, ikatan jagung berkelobot atau tanaman kedelai, kacang hijau, kacang tanah (kedelai dipanen dengan seluruh bagian tanaman), atau sudah mengalami proses perontokan, sehingga sudah berbentuk gabah, biji jagung atau biji kedelai, biji kacang hijau atau kacang tanah berkulit.
Bentuk produk yang disimpan apakah masih dengan bagian lain selain biji atau sudah tinggal bijinya, tergantung pada berapa lama produk biji-bijian hasil panen tersebut akan disimpan, dan proses apa yang selanjutnya akan dilakukan. Hal tersebut akan mempengaruhi efisiensi dan efektivitas penyimpanan.

1. Penyimpanan bentuk Biji bertangkai
Penyimpanan bentuk biji bertangkai pada padi dan jagung berkelobot menunjukkan :
- sifat penyimpanan sementara, karena akan dikeringkan lebih lanjut - akan digunakan sebagai bibit - akan digunakan sebagai sediaan pangan dalam jangka waktu lama
- efisiensi biaya (tidak dilakukan perontokan, tidak memerlukan kantong atau karung)
2. Penyimpanan dalam bentuk biji (gabah, jagung, kedelai, kacang hijau, kacang tanah :
- dilakukan setelah pengeringan selesai - memerlukan wadah (kantong/karung)- untuk disimpan dalam jangka waktu yang relatif lebih lama
- pembeli (pedagang) lebih menghendaki pembelian dalam bentuk biji
- jumlah biji-bijian yang disimpan dapat dalam jumlah/volume yang lebih besar
Penyimpanan biji-bijian berkadar air relatif rendah (12 – 16 %) yang dilakukan pada suhu kamar, akan sangat membantu mengurangi resiko kerusakan kimia/biokimia dan mikrobiologis. Eliminasi kerusakan tersebut akan lebih dibantu apabila ruang penyimpanan memiliki lantai kering (tidak lembab, biasanya lantai beton atau semen, atau bahan yang disimpan tidak kontak langsung dengan lantai), terdapat ventilasi yang cukup untuk sirkulasi udara, dan berdinding (tembok, bilik bambu/kayu, seng).



PENYIMPANAN INDUSTRI
Persyaratan penyimpanan biji-bijian, yaitu :
- bentuk dan ukuran bangunan
- bahan yang digunakan
- peralatan dan mesin pengendali proses penyimpanan

2.3 PENYIMPANAN UMBI – UMBIAN
Umbi-umbian adalah bahan nabati yang diperoleh dari dalam tanah. Misalnya ubi kayu, ubi jalar, kentang, dan sebagainya. Pada umumnya umbi-umbian tersebut merupakan bahan sumber karbohidrat terutama pati.
Ubi jalar, talas, kentang, bawang putih dan hasil semacam itu diawetkan dulu sebelum disimpan atau dipasarkan. Permukaan yang terluka atau mengalami kememaran diberi waktu untuk menjadi sembuh dengan membiarkan pada suhu sekitar selama beberapa hari. Proses penyembuhan perlu sekali, supaya umur simapnnya tidak berkurang. Ubi jalar diawetkan pada suhu 910F dengan RH 95-99 %. Kentang pada suhu 45-500F selama 10-12 hari dengan RH 90-95%.

BAWANG (Allium Cepa)

Masa simpan bawang segar sangat terbatas, disebabkan karena adanya gejala-gejala lepas panen yang tidak dikehendaki yaitu perkecambahan dan timbulnya akar yang lebat. Hal ini terjadi pada penyimpanan suhu kamar maupun suhu dingin (2-30C). Keaaadn tersebut dapat mengakibatkan bawang menjadi tidak enak dimakan dan dalam jumlah yang besar bawang tidak dapat dipasarkan, menjadi busuk dan terbuang.



Salah satu cara untuk menghambat terjadinya perkecambahan dan pengakaran ialah dengan mengatur RH ruang penyimpanan sehingga selalu berada di sekitar 60 persen. Tetapi cara ini sangat kurang praktis dan memerlukan biaya yang mahal. Cara lain yang mempunyai penggunaan praktis di masa depan adalah pemakaian “plant growth regulation” yaitu suatu hormon tanaman yang dapat mempengaruhi proses pertumbuhan umbi-umbian.

Bawang-bawang yang tidak disemprot hanya tahan sampai 30 hari sebaliknya bawang-bawang akan tahan simpan 3-4 bulan pada suhu kamar atau 8 bulan pada suhu dingin (2-30C, RH 85-90 %), bila disemprot terlebih dahulu.

Perkecambahan merupakan proses fisiologi yang normal yang harus terjadi bagi umbi-umbian. Kondisi penyimpanan sendiri bukan penyebab perkecambahan, tetapi hanya mempengaruhi laju, percambahan jadi dapat mempercepat atau memperlambat. Pengaruh kelengasan udara sedikit sekali terhadap perkecambahan, tetapi proses perkecambahan dipengaruhi oleh suhu.

Persentase terjadinya perkecambahan meningkat dengan meningkatkan suhu. Pada perbedaan suhu penyimpanan selama 4 bulan (RH 80-90 %) terjadinya percambahan meningkat dari 0-10 persen dan 15 persen.

Penyimpanan dingin
Penyimpanan dingin yang bisa digunakan adalah penyimpanan pada suhu 00C dengan RH 65-750 dengan RH tersebut biasanya tidak akan menstimulir pertumbuhan akar. Sirkulasi udara yang cukup diperlukan untuk mengeluarkan uap air. Jumah udara yang diperlukan sekitar 1 cfm/ft3 bawang. Pada penyimpanan tersebut bawang dapat tahan simpan selama 16-20 minggu.




Penyimpanan suhu tinggi
Pada umumnya bawang bombay juga dapat disimpan pada suhu yang relatif tinggi (29-350C). tetapi hasilnya (khususnya warna penampakan dari luar) kurang menarik bila dibandingkan suhu dingin. Kecuali bila kelak akan dikeringkan menjadi ‘onion flakes’ maka hasilnya akan jauh lebih baik bila dibandingkan yang didinginkan. Penyimpanan pada suhu 300C tidak akan mengurangi jumlah padatan terlarut tetapi akan menurunkan kandungan gula pereduksi.

Umbi bawang bila sudah mencapai tingkat pematangan yang optimal biasanya berada di masa dorman. Waktu dorman (istirahat) tersebut berbeda untuk setiap jenis bawang bombay, serta lahan tempat tumbuh serta kondisi penyimpanan. Waktu dorman untuk bawang jenis valencia misalnya terbatas hanya selama 140 hari, dan waktu dormansi tersebut putus bila bawang disimpan pada suhu 280C atau lebih tinngi. Tetapi justru pada suhu tersebut jenis bawang jepang dapat mencegah perkecambahan.

Jadi pada bawang-bawang tropis, penyimpanan pda suhu tinggi dapat mencegah perkecambahan, tetapi lebih tinggi terjadinya penguapan. Untuk mencegah hal itu dapat dilakukan penyimpanan dengan RH yang tinggi. Namun demikian perlu hati-hati karena tingginya RH akan menstimulir pertumbuhan akar. Karena itu perlu dijaga agar RH relatif rendah (sekitar 65-74%).
Suhu yang terbaik untuk menyimpan (mother bulb) adalah pada suhu 7.2 sampai 12.80c.

KENTANG
Kentang di pasaran memang banyak jenisnya, seperti kentang tess yaitu kentang yang sangat masir dan pulen, cocok untuk kroket, kentang pure (mashed potato), pastel kentang ataupun pudding kentang. Dan kentang yang lebih legit cenderung lengket, biasa dikenal dengan nama kentang siomay
Penyimpanan Kentang
Kentang dapat disimpan selama 3 bulan dan penampakan masih baik dengan menggunakan cara pelapisan larutan emulsi lilin
2.4 PENYIMPANAN BISKUIT
Biscuit merupakan produk makanan yang dibuat dari bahan dasar terigu yang dipanggang hingga kadar air kurang dari 5 persen. Biasanya resep produk ini diperkaya dengan lemak dan gula serta ditambah bahan pengembang. Cookies merupakan sinonim dengan biscuit biasa digunakan di Amerika sedangkan biscuit digunakan di Inggris. Di Indonesia dalam hal ini Departemen Perindustrian RI membagi biscuit menjadi 4 kelompok yaitu : Biskuit keras, (crackers), cookies dan wafer.
Dalam SNI. 01.2973.1992 biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan tambahan lain yang di ijinkan.
Berdasarkan SNI yang ada bahwa parameter utama dalam penyimpanan biskuit yang disimpan secara campuran yaitu bau dan rasanya normal, tidak tengik, serta warnanya normal sesuai jenis biskuit. pengemasan biskuit dengan menggunakan kemasan plastik atau stoples dan disimpan di tempat yang kering dan tertutup rapat sehingga biskuit tetap dalam kondisi bagus dan tahan lama.
Biscuit keras adalah jenis biscuit manis yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi maupun rendah. Kreker adalah jenis biscuit yang dibuat dari adonan keras melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah asin dan relatif renyah, serta bila dipatahkan penampangnya potongannya berlapis-lapis.

Cookies adalah jenis biscuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah dan bila dipatahkan penampangnya potongannya bertekstur kurang padat. Sedangkan wafer adalah jenis biscuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, relatif renyah dan bila dipatahkan penampangnya potongannya berongga-rongga.
Menurut Kartika (1988) mutu biskuit ditinjau dari aspek inderawi (subyektif). Penilaian mutu biskuit ditinjau dari aspek sifat karakteristik bahan dengan menggunakan indera manusia meliputi beberapa hal yaitu : warna, aroma, rasa dan tekstur.
1) Warna
Warna yang baik untuk biskuit adalah kuning kecokelatan dan tergantung bahan yang digunakan. Warna tepung akan berpengaruh terhadap warna biskuit yang dihasilkan. Warna tepung yang putih akan menghasilkan biskuit yang kuning kecokelatan, sedang warna tepung yang agak kekuningan akan menghasilkan biskuit yang warnanya lebih cokelat.
2) Aroma
Aroma biskuit didapat dari bahan-bahan yang digunakan, dapat memberikan aroma yang khas dari butter dan lemak sebagai bahan pembuatan biskuit. Jadi aroma biskuit adalah harum juga sesuai dengan bahan yang digunakan.
3) Tekstur
Biskuit yang baik mempunyai tekstur renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.
4) Rasa
Rasa biskuit cenderung lebih dekat dengan aroma. Rasa biskuit yang baik adalah gurih dan cenderung asin sesuai dengan bahan yang digunakan dalam membuat adonan.
Biskuit biasanya mempunyai RH sekitar 3%. Dengan begitu, biskuit cenderung bersifat kering. Apabila ditempatkan pada tempat terbuka yang mempunyai kelembaban sedang/ tinggi, maka bisa dipastikan biskuit tersebut akan mlempem (agak basah). Biasanya orang meletakkan biskuit pada tempat tertutup (toples) supaya awet.
Berikut ini adalah beberapa cara penyimpanan supaya biskuit bertahan lama :
1.Simpan pada ruangan yang mempunyai harga RH rendah.
Biasanya RH biskuit sekitar 3% . Usahakan RH ruangan tidak melebihi RH biskuit karena apabila disimpan pada RH lebih dari 3%, maka biskuit akan mlempem.
2.Menambah gas nitrogen pada tempat penyimpanan.
Apabila gas nitrogen ditambah dan oksigen dikurangi, maka reaksi oksidasi sulit berlangsung. Dengan begitu, biskuit akan awet
3.Taruh biskuit pada tempat yang tertutup rapat (toples)
Dengan cara ini dapat mencegah masuknya mikroba perusak

2.5 PENYIMPANAN BUAH - BUAHAN
Buah merupakan produk hortikultura. Produk ini memiliki sifat-sifat yang khas yaitu mudah rusak. Sifat tersebut dipengaruhi oleh karakteristik kimianya yaitu memiliki kandungan air yang tinggi, serta sifat fisik seperti laju respirasi dan karakteristik biologinya yaitu bentuk sel penyusun (Syarief, 1988).
Perubahan pada buah pada saat pemasakan ditandai dengan lunaknya bahan dan jaringan. Hal ini disebabkan oleh perubahan pada dinding sel dan substansi pektin yang lain. Hal yang paling menonjol dan tampak pada pemasakan adalah warna buah. Warna buah dipengaruhi oleh pigmen tertentu, misalnya pigmen karotenoid dan flavonoid.
Pigmen ini terjadi setelah adanya penambahan atau degradasi dari klorofil, yang kemudian menyebabkan warna buah berubah dari kehijauan menjadi kekuningan. Perubahan warna ini terjadi setelah mancapai tahap klimakterik, yang diikuti dengan perubahan tekstur (Apandi, 1984).
Pada saat pertumbuhan, pematangan buah akan diikuti dengan peningkatan kadar gula sederhana, sehingga buah akan terasa manis. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan kadar senyawa-senyawa fenolik yang menyebabkan berkurangnya rasa sepat dan penurunan asam organik serta kenaikan zat-zat yang memberi rasa dan aroma khas pada buah (Winarno, 1995).
Perubahan rasa dan aroma disebabkan oleh bertambahnya kandungan gula sederhana dalam buah yang menambah rasa manis yang disebabkan oleh perubahan zat pati dalam buah. Berkurangnya zat fenolik dan bertambahnya zat volatif menyebabkan rasa dan bau yang harum pada buah (Apandi, 1984).
Kadar asam organik pada buah akan bertambah banyak dan mengalami keadaan maksimum pada saat pertumbuhan. Pertumbuhan kadar asam organik terjadi saat buah matang dan selanjutnya pH buah akan bertambah dari 2 menjadi 5,5. Asam sitrat yamg dikandung akan berkurang sebanyak 10 kali pada saat pematangan, sedangkan asam malat akan berkurang 75 kali (Apandi, 1984).
Penyimpanan buah-buahan segar memperpanjang daya gunanya dan dalam keadaan tertentu memperbaiki mutunya, selain itu juga menghindari membanjirnya produk ke pasar, memberi kesempatan yang luas untuk memilih buah-buahan sepanjang tahan, membantu pemasaran yang teratur, meningkatkan keuntungan produsen dan mempertahankan mutu produk yang segar (Pantastico, 1986).
Beberapa jenis buah-buahan menghasilkan metabolit sekunder berupa gas etilen. Gas etilen merupakan salah satu hormon pertumbuhan bagi buah-buahan. Keberadaan gas etilen dapat mempercepat laju pernafasan dan sebagai akibatnya akan mempercepat terjadinya pelayuan dan pembusukan buah dan sayur (Winarno dan Aman, 1979).
Setelah pemetikan dari pohonnya, buah masih melangsungkan aktifitas metabolisme, seperti respirasi dan transportasi. Pada proses respirasi, oksigen dari udara diserap oleh buah dan digunakan untuk proses pembakaran yang menghasilkan karbondioksida, air dan energi. Laju respirasi merupakan suatu indikator kegiatan metabolisme dalam jaringan dan merupakan petunjuk yang sangat berguna dalam memperkirakan daya simpan komoditi tersebut. Respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan ketahanan simpan yang pendek (Apandi, 1984).
Proses yang paling mencolok selama proses pematangan adalah hidrolisa pati dan meningkatnya kandungan gula. Kandungan gula dalam daging buah berubah dari 1 sampai 2 persen ketika masih hijau menjadi 15 sampai 20 persen pada saat matang. Bersamaan dengan itu kadar gula terlarut meningkat dari 1 menjadi 20 persen (Labuza, 1982).
Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas memungkinkan banyak ragam kegunaan yang dapat melindungi dan mengawetkan buah-buahan yang disimpan disamping produk yang disimpan menjadi lebih menarik (Pantastico, 1989).
Salah satu polimer yang paling banyak digunakan untuk menyimpan buah dan sayur adalah polietilen, karena harganya murah, kuat, transparan, serat dapat direkatkan dengan panas sehingga kantong dapat digunakan secara maksimal. Selain itu bahan ini bersifat tidak dapat melalukan air tetapi dapat melalukan gas (Kirk dan Othmer, 1953).
Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan biopolimer dan sebagainya (Winarno, 1997).

Mekanisme pengeringan identik dengan teori tekanan uap. Air yang diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas terdapat pada permukaan bahan dan yang pertama kali mengalami penguapan. Laju penguapan air bebas sebanding dengan perbedaan tekanan uap pada permukaan air terhadap udara pengering. Bila air permukaan habis maka akan terjadi migrasi air dan uap dari bagian dalam ke permukaan secara difusi. (Sudarmadji, 1975).
Buah-buahan mempunyai arti penting sebagi sumber vitamine, mineral, dan zat-zat lain dalam menunjang kecukupan gizi. Buah-buahan dapat kita makan baik pada keadaan mentah maupun setelah mencapai kematangannya. Sebagian besar buah yang dimakan adalah buah yang telah mencapai tingkat kematangannya. Untuk meningkatkan hasil buah yang masak baik secara kualias maupun kuantitasnya dapat diusahakan dengan substansi tertentu antara lain dengan zat pengatur pertumbuan Ethylene. Dengan mengetahui peranan ethylene dalam pematangan buah kta dapat menentukan penggunaannya dalam industri pematangan buah atau bahkan mencegah produksi dan aktifitas ethyelen dalam usaha penyimpanan buah-buahan.
Kling film merupakan film plastik yang digunakan untuk men-seal makanan untuk menjaga agar dalam keadaan segar, mengemas produk dengan permukaan yang halus. Kling Film memiliki sifat adhesive sehingga tidak menempel satu sama lain. Jenis plastik ini memiliki ketebalan 0.01 mm (Wikipedia, 2007)






Proposal Pembuatan Bioetanol Dari Jerami
oleh:
Arif Fadholi Wahid Assyafi'i
Farrah Farida
2008

PEMBUATAAN BIOETANOL DARI JERAMI

I PENDAHULUAN

Keperluan sumber energi alternatif saat ini menjadi hal yang cukup mendesak mengingat hargaa minyak dunia semakin mencekik dan terus meroket ke kisaran 70 dolar per barelnya. Hakikatnya banyak yang dapat dilakukan untuk mengelola dampak kenaaikan hargaa BBM dengan cara menghasilkan cadangan energi BBM lewat energi alternatif diantaranya pembuatan bioetanol (bahan pencampur BBM bensin), biodisel (bahan pencampur solar) dan biogas yang merupakan energi alternatif pengganti elpiji.
Usaha ini dimaksudkan untuk membantu rakyat yang terhimpit kenaikan harga BBM juga dalam rangka penghemataan biaya dan devis negara karena diperkirakaan pada tahun 2015 Indonesia akan menjadi negara Net-Importir bahan baku minyak mentah.

II LATAR BELAKANG

Etanol saat ini yang diproduksi umumnyaa berasal dari etanol generasi pertama, yaitu etanol yang dibuat dari gula (tebu, molases) atau pati-patian (jagung, singkong, dll). Bahan- bahan tersebut adalah bahan pangan/ pakan. Banyak dugaan, terutama dari Eropa dan Amerika menyebutkan bahwa konversi bahan pangan/pakan menjadi etanol merupakan salah satu penyebab naiknya harga-harga pangan dan pakan.
Arah pengembangan bioetanol mulai berubah ke arah pengembangan bioetnol keaarah yang kedua, yaitu bioetanol dari biomassa lignoselulosa. Bahkan saat ini peneliti dibelahan dunia sedang gencar mencari dan mengembangkaan bioetanol generasi kedua ini. Namun salah satu problem mereka adalaah masalah bahan baku. Biomassa lignoselulosaa mereka terbatas. Apalagi mereka juga mengalami 4 macam musim yang sebagian musim itu tidak mendukung produksi biomassa lignoselulosa. Biomassa yang cukup besar antara lain adalah jerami-jeramian (wheat, oat, barley, corn).
Di negara kita ini, Indonesia memiliki keunggulan dalam hal biomassa lignoselulosa disbanding negara-negara beriklim dingin. Jika di luar negeri banyak yang mencari bahan baku tersebut, justru terjadi kebalikannya di Indonesia. Biomassa lignoselulosa di Indonesia melimpah, murah, tapi juga banyak yang sia-sia.
Di Indonesia penelitian pengolahan limbah selulosa menjadi etanol masih sangat minim. Swedia telah memproduksi bioetanol dari limbah pulp kertas. Swedia memulai riset etanol berbasis selulosa sejak 1995 pada skala laboratorium. Sejak 2005, negara itu membuat pilot plant skala kecil dengan memproduksi 200 liter/hari
Sedangkan di Amerika, para peneliti menganalisis ongkos produksi etanol asal selulosik dan dari biji-bijian. Mark Wright dan Robert Brown, periset Iowa State University, Amerika Serikat, dalam penelitiannya menunjukkan produksi bahan bakar asal biji-bijian secara konvensional meningkat 9 dolar AS sen/liter. Itu lantaran harga bahan baku menjulang. Sedangkan biaya produksi etanol selulosik turun 9,5 dolar AS sen/liter karena kemajuan teknologi.
Indonesia kaya dengan matahari dan air sehingga tanaman selulosa mudah tumbuh. Jika didukung penelitian memadai, produksi bioetanol selulosa efektif untuk dikembangkan. “Limbah biomassa paling potensial karena tidak bersaing dengan pangan,” kata Meine van Noordwijk, Direktur Regional International Centre for Research in Agroforestry, Bogor.
Produksi bioetanol dari limbah tidak butuh penanaman khusus sehingga tidak perlu perluasan lahan dan penggunaan pupuk kimia. Selain itu, penggunaan limbah juga membantu mengatasi permasalahan lingkungan seperti polusi air, udara, dan tanah.

III TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk :
a) Berusaaha meneliti energi alternatif yang berasal dari bahan-bahan yang sekiranya tidak bernilai ekonomis. Seperti pada jeraami yang menjadi objek penelitin kami.
b) Secara tak langsung, usaha kami juga turut mendukung pengembangan biofuel (bahan bakar bio) sebagaai bahan bakar biomassa yangt daapat terbarukan.
c) Mamahami langkah-langkah pembuatan bioetanol itu sendiri sehingga kelak suatu saat bisa dimaanfaaatkan baik diri sendiri maupun orang lain.
d) Mempraktekkan serta dapat menganalisis segala proses yang terjadi dalam pembuatan bioetanol sesuai dengan ilmu-ilmu yang telah didapat dalam bangku perkuliahan.

IV MANFAAT PENELITIAN

Sedangkan manfaaat yang sedang diambil dari penelitian ini adalah :
a) Dapat memberikan gaambaran serta dukungaan terhadap pembuatan bioetanol sebagai energi alternatif.
b) Dapat menggunaakan atau memanfaatkan barang-barang yang sekiranya tidak bnernilai ekonomis atau bahkan sia-sia karena kurangnya pemanfaatan. Seperti dalam penelitian ini adalah pemaanfaatan jkeraami sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.

V DASAR TEORI
a) Bioetanol

Bioetanol (C2H5OH) adalah alkohol yang dibuat dari fermentasi bahn-bahn organik, seperti jagung, tebu, jerami (padi dn gandum) dalam suatu proses yang mirip dengan pembuatan bir. Hasil akhirnya dicampur dengan bensin untuk mengurangi polutan gas buang kendaran termasuk didaalamnya CO2.
Emisi CO2 yang dihasilkan pembakaaraan bioetanol sama dengan pembakaran bensin, akan tetaapi dengan bioetnol CO2 akan digunakan oleh tumbuhan ketika terjadi fotosintesis. Hal tersebut menjadikan bioetanol sangat menarik untuk mencari jalan keluar dalam mengurangi emisi.

b) Bahan Baku Bioetanol

1. Nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira aren, nira siwalan, sari-buah mete
2. Bahan berpati: tepung-tepung sorgum biji (jagung cantel), sagu, singkong/gaplek, ubi jalar, ganyong, garut, umbi dahlia.
3. Bahan berselulosa (lignoselulosa) yang sekarang belum ekonomis, teknologi proses yang efektif diperkirakan akan komersial pada dekade ini. Sumber biomassa lignoselulosa dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Limbah pertanian atau industri pertanian : jerami, tongkol jagung, sisa paangkasan jagung, onggok, dll.
2. Limbah perkebunan : TKKS, bagase, sisa paaangkasan tebu, kulit kakao, kulit buah kopi, dll.
3. Limbah kayu dan kehutanan : sisaa gergaajian, limbaah sludge pabrik kertas, dll.
4. Sampah organik : sampah rumah tangga, sampah pasar, dll.

c) Bioetanol dari Jerami
1. Jerami

Secara umum jerami dan bahan lignoselulosa lainnya tersusun dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa tersusun dari monomer-monomer gula sama seperti gula yang menyusun pati (glukosa). Selulosa ini berbentuk serat-serat yang terpilin dan diikat oleh hemiselulosa, kemudian dilindungi oleh lignin yang sangat kuat. Akibat dari perlindungan lignin dan hemiselulosa ini, selulosa menjadi sulit untuk dipotong-potong menjadi gula (proses hidrolisis). Salah satu langkah penting untuk biokonversi jerami menjadi ethanol adalah memecah perlindungan lignin ini.

Kandungan jerami menurut Karimi (2006) sebagai berikut :
Komponen Kandungan (%)
Hemiselulosa 27 (± 0,5)
Selulosa 39 (± 1)
Lignin 12 (± 0,5)
Abu 11 (± 0,5)
Potensi etanol dari jerami padi menurut Kim dan Dale (2004) adalah sebesar 0,28 L/Kg jerami. Dan menurut Badger (2002) adalah sebesar 0,20 L/Kg jerami. Dari data ini, tentunya bisa diperkirakan berapa potensi etanol daari padi di Indonesia, yaitu
Jerami Kim dan Dale (2004) Badger (2002)
54,700 15,316 juta liter 10,940 juta liter
82,050 22,974 juta liter 16,410 juta liter

2. Proses Biokonversi Jerami menjadi Etanol

Jerami padi yang baru saja dipanen dikumpulkan di suatu tempat. Jerami ini kemudian di cacah-cacah dengan mesin cacah agar ukurannya menjadi kecil-kecil dan siap untuk dilakukan pretreatment. Banyak cara untuk melakukan pretreatment, misalnya dengan cara ditekan dan dipanaskan secara cepat dengan uap panas (Steam Exploaded). Bisa juga dengan cara direndam dengan kapur selama waktu tertentu. Ada juga yang merendamnya dengan bahan-bahan kimia yang bisa membuka perlindungan lignin. Setelah pelindung lignin ini menjadi ‘lunak’, maka jerami siap untuk dihidrolisis.
Ada dua cara umum untuk hidrolisis, yaitu: hidrolisis dengan asam dan hidrolisis dengan enzyme. Hidrolisis asam biasanya menggunakan asam sulfat encer. Jerami dimasak dengan asam dalam kondisi suhu dan tekanan tinggi. Dalam kondisi ini waktu hidrolisisnya singkat. Hidrolisis bisa juga dilakukan dalam suhu dan tekanan rendah, tetapi waktunya menjadi lebih lama. Hidrolisis dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama sebagian besar hemiselulosa dan sedikit selulosa akan terpecah-pecah menjadi gula penyusunnya. Hidrolisis tahap kedua bertujuan untuk memecah sisa selulosa yang belum terhidrolisis. Dengan dua tahap hidrolisis ini diharapkan akan diperoleh gula dalam jumlah yang banyak.

3. Hidrolisat Jerami
Cairan hidrolisat (hasil hidrolisis) asam memiliki pH yang sangat rendah dan kemungkinan ada juga senyawa-senyawa yang beracun untuk mikroba. Hidrolisat ini harus dinetralkan dan didetoksifikasi sebelum difermentasi menjadi ethanol. Tujuan dari netralisasi dan detoksifikasi adalah untuk menetralkan pH dan menghilangkan senyawa racun tersebut. Hidrolisat yang sudah netral tersebut siap untuk difermentasi menjadi ethanol.
Cara kedua hidrolisis adalah dengan menggunakan enzyme selulase. Enzyme ini memiliki kemampuan untuk memecah selulosa menjadi glukosa. Penggunaan enzyme lebih efisien dalam menghidrolisis selulosa. Keuntungan lainnya adalah bisa digabungkan dengan proses fermentasi yang dikenal dengan metode SSF (simultaneous sacharification and fermentation). Namun untuk saat ini harga enzyme masih mahal.
Proses fermentasi hidrolisat selulosa sama seperti proses fermentasi etanol pada umumnya. Mikroba yang umum digunakan adalah ragi roti (yeast). Setelah hidrolisat difermentasi selama beberapa waktu, maka tahap berikutnya adalah purifikasi ethanol. Proses purifikasi ethanol ini tidak jauh berbeda dengan purifikasi ethanol dari singkong. Prosesnya meliputi distilasi dan dehidrasi. Proses distilasi akan meningkatkan kandungan ethanol hingga 95%. Sisa air yang masih ada dihilangkan dengan proses dehidrasi hingga kandungan ethanol mencapai 99.5%. Ethanol siap digunakan untuk mobil Anda.

VI ALAT DAN BAHAN
a) Alat
1. Gelas ukur
2. Termometer
3. Wadah besar (ember)
4. Blender
5. Peralatan distilasi
b) Bahan
1. Jerami
2. Ragi
3. Air kapur
4. H2SO4

VII CARA KERJA

a) Jerami yang masih segar (baru saja dipanen) disiapkan.
b) Dicacah-cacah / diblender agar ukurannya kecil.
c) Tahap p[retreatmen yaitu, untuk membuka perlindungan lignin dengan meremdam dengan air kapur selama 1 – 2 minggu.
d) Proses hidrolisis, bisa menggunakan asam atau dengan enzim. Hirolisis asam menggunakan H2SO4 encer. Jerami di masak dengan asam dalam suhu dan tekanan tinggi. Sedaangkaan hidrolisis dengan enzim menggunakan enzim selulase.
e) Cairan hasil hirolisis dengan asam memiliki pH sangat rendah, jadi harus dinetralkan dan didetoksifikasi sebelum difermentasi menjadi etaanol.
f) Selanjutnya proses fermentasi hidrolisat baik selulosa maupun dari asam dengan menggunakan ragi roti (yeast).
g) Setelah tahapan fermentaasi, yakni tahapan distilasi dan dehidrasi.

VIII KESIMPULAN

Dari hasil temuan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam rangka mencari energi alternatif yang ekologis, ternyata bioetanol bahkan limbah hasil proses bioetanol pun masih bisa dimanfaatkan. Seperti jerami bisa untuk membuat bioetanol. Selain itu usaha pemanfaatan ini bisa menjadi solusi dalam rangka penghematan biaya dan devisa negara. Karena diperkirakan pada tahun 2015 Indonesia akan menjadi negara Net-Importir bahan baku minyak mentah.

IX PENUTUP

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, akhirnya proposal dapat selesai, tidak ada yang patut penulis banggakan, selain semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama penulis.
Namun demikian mengingat keterbatasan kemampuan yang dimiliki, penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca yang budiman sangat penulis harapkan. Dan kepada semua pihak yang ikut memberikan masukan serta dukungan dalam penulisan proposal ini, penulis ucapkan terima kasih.

X DAFTAR PUSTAKA

Fessenden & Fessenden, 1986, Kimia Organik, Jilid 2, Jakarta : Gramedia
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-annissawul-26767
http://dwienergi.blogspot.com/2007/07/bioethanol.html
http://mitrafm.com/blog/2008/01/04/prospek-biodiesel-sebagai-bahan-bakar-alternatif/
http://isroi.wordpress.com/2008/03/04/bioethanol-dari-jeram