Sabtu, 25 Desember 2010

pe@g2

Penyimpanan merupakan proses pasca panen yang dilakukan untuk mempertahankan mutu dan kualitas dari komoditi atau produk sampai ke tangan konsumen. Penyimpanan yang baik mampu mempertahankan mutu sedangkan penyimpanan yang kurang baik dapat menyebabkan penurunan mutu komoditi hasil pertanian. Lama penyimpanan, jenis komoditi dan model penyimpanan akan menentukan hasil dari penyimpanan kmoditi tersebut. Model penyimpanan dapat dilakukan dengan penyimpanan komoditi yang seragam atau penyimpanan komoditi yang beragam (Syarief dan Halid, 1993).
Pada praktikum kali ini akan dibahas mengenai model penyimpanan komoditi yang beragam. Penyimpanan yang beragam atau penyimpanan campuran merupakan model penyimpanan pada komoditi atau produk dengan mencampur antara produk satu dengan yang lainnya. Proses penyimpanan campuran sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari produk atau komoditi tentang pengaruhnya terhadap komoditi lainnya. Oleh karena itu, pencampuran bahan dengan tepat tidak akan menyebabkan komoditi lainnya rusak (Syarief dan Halid, 1993).
Pada praktikum kali ini dilakukan proses penyimpanan secara campuran dengan bahan atau produk yang digunakan yaitu bumbu rempah-rempah bubuk, biskuit, minuman beraroma dalam kemasan, dan keripik buah. Keempat produk tersebut dilakukan kombinasi dengan setiap produk disatukan sebanyak dua jenis.
Dalam SNI. 01.2973.1992 biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan tambahan lain yang di ijinkan. Berdasarkan SNI yang ada bahwa parameter utama dalam penyimpanan biskuit yang disimpan secara campuran yaitu bau dan rasanya normal, tidak tengik, serta warnanya normal sesuai jenis biskuit. pengemasan biskuit dengan menggunakan kemasan plastik atau stoples dan disimpan di tempat yang kering dan tertutup rapat sehingga biskuit tetap dalam kondisi bagus dan tahan lama. Menurut Kartika (1988) mutu biskuit ditinjau dari aspek inderawi (subyektif). Penilaian mutu biskuit ditinjau dari aspek sifat karakteristik bahan dengan menggunakan indera manusia meliputi beberapa hal yaitu : warna, aroma, rasa dan tekstur.
1) Warna
Warna yang baik untuk biskuit adalah kuning kecokelatan dan tergantung bahan yang digunakan. Warna tepung akan berpengaruh terhadap warna biskuit yang dihasilkan. Warna tepung yang putih akan menghasilkan biskuit yang kuning kecokelatan, sedang warna tepung yang agak kekuningan akan menghasilkan biskuit yang warnanya lebih cokelat.
2) Aroma
Aroma biskuit didapat dari bahan-bahan yang digunakan, dapat memberikan aroma yang khas dari butter dan lemak sebagai bahan pembuatan biskuit. Jadi aroma biskuit adalah harum juga sesuai dengan bahan yang digunakan.
3) Tekstur
Biskuit yang baik mempunyai tekstur renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.
4) Rasa
Rasa biskuit cenderung lebih dekat dengan aroma. Rasa biskuit yang baik adalah gurih dan cenderung asin sesuai dengan bahan yang digunakan dalam membuat adonan.
Keripik pisang adalah produk makanan ringan yang dibuat dari irisan buah pisang dan digoreng dengan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Dilihat dari standar mutu yang ada berdasarkan SNI 01-4315-1996 bahwa keripik pisang yang baik selam penyimpanan yaitu jika dilihat dari organoleptiknya yaitu keadaan baunya normal, rasanya khas pisang, warnanya normal, dan teksturnya renyah. Pengemasan yang baik untuk keripik pisang yaitu produk dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan.
Penyimpanan produk akhir sebaiknya dilakukan di ruang yang
terpisah dengan ruang penyimpanan bahan baku. Bahan pengemas yang umum digunakan untuk kripik pisang adalah plastik polipropilen dengan ketebalan minimal 0,8 mm atau aluminium foil. Pengemasan produk yang berupa kripik sebaiknya menggunakan mesin pengemas vakum (vacuum sealer). Ruang pengepakan usahakan mempunyai kelembaban udara (RH) yang rendah mengingat sifat keripik vakum ini higroskopisitasnya tinggi misalnya dilakukan dalam ruang ber-AC. Setelah produk dikemas, dilakukan pemeriksaan
terhadap penutupan kantong plastik (Anonim, 2010).
Menurut Savitri (2010) bumbu (herbs) adalah tanaman aromatik yang ditambahkan pada makanan, sebagai penyedap rasa masakan. Biasanya berupa daun-daunan segar seperti daun salam, daun jeruk, hingga daun temurui yang sering ditemukan dalam masakan Aceh. Pada praktikum kali ini bumbu yang digunakan yaitu bumbu lada putih yang telah dihaluskan. Menurut Syarief dan Halid (1993) lada (Piper nigrum L.) lada terdiri dari dua jenis yaitu lada hitam dan lada putih. Lada hitam merupakan lada yang berasal dari buah yang belum matang lalu dijemur. Lada putih berasal dari buah yang telah matang dengan pembuangan lapisan mesocarpnya. Kedua jenis lada tersebut digunakan sebagai rempah-rempah. Penyimpanan lada yang baik dilakukan pada kondisi yang kering untuk mengurangi kerusakan. Biasanya lada bubuk dikemas dengan menggunakan plastik polietilen yang tebal dan jangan sampai terkena sinar matahari. Selain itu, harus dikemas dengan menggunakan perekat untuk mengurangi kehilangan minyak volatil dan caking.
Penyimpanan lada harus dilakukan sesuai hal- hal berikut :
1. Lada harus disimpan di tempat yang bersih, kering, dengan ventilasi udara yang cukup, diatas bale-bale atau lantai yang di tinggikan, ditempat yang bebas dari hama seperti tikus dan serangga.
2. Lada tidak boleh disimpan bersama dengan bahan kimia pertanian atau pupuk yang mungkin dapat menimbulkan kontaminasi. Tempat penyimpanan lada harusmempunyai ventilasi yang cukup tetapi bebas dari kelembaban yang tinggi.
3. Lada yang disimpan harus diperiksa secara berkala untuk mendeteksi adanya gejala kerusakan karena hama atau kontaminasi (Direktorat Penanganan pasca panen, 2009).
Air minum dalam kemasan merupakan air yang dikemas dalam berbagai bentuk wadah 19 liter atau 5 galon, 1.500 ml/600 ml (botol), 240 ml/220 ml (gelas).
Pada praktikum kali ini, bahan yang ada dicampur seperti pisang,lada, minuman rasa jeruk, biscuit kelapa. Pada pengamatan hari pertama didapat bahwa keripik pisang beraroma keripik pisang, rasanya manis dan renyah dan warna masih berwarna kuning kecoklatan seperti warna keripik pisang umumnya. Minuman kemasan jeruk beraroma jeruk, rasa yang didapat rasa buah jeruk, dan warna minuman berwarna orange agak tua. Lada yang digunakan beraroma khas lada, mempunyai rasa pedas dan berwarna putih. Biskuit kelapa mempunyai rasa gurih manis kelapa, beraroma kelapa, dan warnanya coklat cream.
Pada pencampuran keripik pisang dengan minuman rasa jeruk didapat bahwa aroma, rasa keripik pisang dan buah jeruk tidak berubah dan warna jika dilihat kasat mata tidak terdapat perubahan warna yang berarti. Penggunaan alat calorimeter menunjukkan warna keripik pisang berubah brightness dan lightness-nya yang nilainya turun karena warna keripik pisang menjadi lebih tua akibat dari adanya perubahan komponen biokimia di dalam keripik pisang. Sedangkan pada minuman jeruk nilai lightness dan brightness-nya naik karena warna orange tua menjadi orange cerah karena adanya proses pengendapan jeruk dalam air jeruk.
Pada pengamatan keripik pisang dicampur lada didapat hasil yaitu keripik pisang mengalami perubahan baik warna dan aroma. Keripik pisang tetap mempunyai rasa manis tetapi aromanya berubah menjadi beraroma pisang bercampur aroma lada, nilai lightness dan brightness-nya turun diakibatkan adanya pengaruh dari lada dan juga pengaruh perubahan bikomia keripik pisang itu sendiri menjadi berwarna semakin gelap coklatnya. Sedangkan lada tidak mengalami perubahan aroma dan rasa, tetapi warnanya berubah dilihat dari nilai brightness dan lightnessnya yang berubah naik turun. Hal itu bias terjadi karena pengaruh lingkungan , ……………………….(tambahin yaa.ga ngertii). Dalam hal ini lada memberi pengaruh terhadap keripik pisang karena ditempatkan dalam satu wadah. Hal ini bias terjadi karena lada mempunyai karakteristik aroma lada yang kuat dimana aroma tersebut bias menembus kemasan lada dan mempengaruhi keripik pisang dalam satu wadah tersebut.
Pada pengamatan lada dicampur dengan biscuit kelapa didapat hasil yang menunjukkan bahwa rasa dan aroma pada lada tidak berubah atau tetap. Lada mempunyai rasa pedas dan tidak berubah setelah disimpan selama 3-5 hari. Begitu juga dengan aromanya yang mempunyai aroma khas lada yang menyengat.Dilihat dari nilai lightness, lada mempunyai nilai yang naik turun. Sedangkan untuk nilai brightessnya menunjukkan angka yang semakin menurun. Hal ini menandakan bahwa semakin lama lada disimpan tingkat kecerahannya menurun (rahma tolong cari alasannya). Sama seperti pada lada, pada biscuit kelapa terjadi perubahan pada aroma, tetapi tidak terjadi perubahan pada rasa. Nilai brightness dari biscuit kelapa selama penyimpanan selama 5 hari menunjukkan nilai yang naik-turun. Begitu juga dengan nilai lightness-nya. Untuk aroma biscuit pada hari pertama masih beraroma kelapa, tetapi setelah hari ketiga dan kelima, aroma biscuit berubah bercampur menjadi aroma kelapa dan lada. Hal ini disebabkan lada merupakan bahan volatile yang mudah menguapkan aroma yang dimiliki sehingga biscuit menyerap aroma dari lada tersebut. Tetapi dari segi rasa biskuit tidak mengalami perubahan, yaitu gurih manis.
Percobaan lain yang dilakukan adalah pencampuran lada dengan minuman rasa jeruk dalam satu wadah. Hasil pengamatan yang didapat yaitu pada lada tidak terjadi perubahan rasa dan aroma. Lada tetap mempunyai rasa pedas lada dan beraroma menyengat khas lada. Warnanya berubah dilihat dari nilai brightness dan lightnessnya yang naik turun. Hal ini menandakan bahwa terjadi tingkat kecerahannya menurun karena adanya perubahan biokimia dalam lada tersebut. Sedangkan pada minuman rasa jeruk tidak terjadi perubahan rasa tetapi terjadi perubahan aroma. Aroma minuman rasa jeruk menjadi beraroma jeruk dan berbau lada. Hal ini terjadi karena sifat volatile dari lada yang mempengaruhi produk lain. Warna minuman rasa jeruk bila dilihat secara langsung oleh mata tidak terlihat adanya perubahan yang berarti tetapi dari nilai lightness dan brightnessnya tiudak bias diukur karena alat colortecnya rusak. Dalam hal ini lada mempengaruhi aroma minuman rasa jeruk.
Pada pengamatan biscuit kelapa yang dicampur dengan minuman rasa jeruk didapat bahwa biscuit kelapa tidak mengalami perubahan rasa dan warna. Rasa biscuit kelapa tetap gurih manis kelapa dan warnanya tetap cokelat cream. Biskuit kelapa mengalami perubahan aroma menjadi aroma jeruk. Hal ini karena pengaruh aroma minuman jeruk begitu kuat. Apabila kita membuka minuman rasa jeruk dan ‘membaui’ minuman tersebut aroma jeruk terasa begitu kuat dan menyengat lalu ini bias mempengaruhi aroma biscuit yang aromanya tidak begitu kuat bahkan cenderung aromanya mudah menghilang. Dalam pengamatan ini tidak digunakan alat colortec meter sehingga tidak bias dilihat perubahan nilai brightness dan lightnessnya yang pastinya. Sedangkan pada minuman rasa jeruk tidak terjadi perubahan warna dan aroma. Warna minuman tetap warna orange dan tetap beraroma jeruk. Tetapi terjadi perubahan rasa menjadi kelapa. Dalam hal ini terjadi kesalahan karena rasa minuman tidak mungkin berubah menjadi kelapa karena rasa jeruk dalam minuman tersebut begitu kuat.
Pada pengamatan



KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
Syarief, Rizal dan Halid, hariyadi. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: Penerbit ARCAN.
Kartika, Bambang. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta : UGM.
Anonim. 2010. Keripik Pisang. http://bpp-cp.com/2010/04/09/kripik-pisang/ akses tanggal 9 Mei 2010.
Savitri, Berlianti. 2010. Sahabat wanita di dapur. Dalam Femina edisi 8. http://www.femina.co.id/issue/issue_detail.asp?id=565&cid=2&views=9 akses tanggal 8 Mei 2010.
Direktorat penanganan pasca panen. 2009. Pedoman penanganan pasca panen lada (Piper nigrum L.). Ditjen pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, Departemen Pertanian.
SNI. 01.2973.1992. Mutu dan cara uji biskuit. Badan Standarisasi Nasional.
SNI 01-4315-1996. Keripik pisang. Badan Standarisasi Nasional.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Buah merupakan produk hortikultura. Produk ini memiliki sifat-sifat yang khas yaitu mudah rusak. Sifat tersebut dipengaruhi oleh karakteristik kimianya yaitu memiliki kandungan air yang tinggi, serta sifat fisik seperti laju respirasi dan karakteristik biologinya yaitu bentuk sel penyusun (Syarief, 1988).
Perubahan pada buah pada saat pemasakan ditandai dengan lunaknya bahan dan jaringan. Hal ini disebabkan oleh perubahan pada dinding sel dan substansi pektin yang lain. Hal yang paling menonjol dan tampak pada pemasakan adalah warna buah. Warna buah dipengaruhi oleh pigmen tertentu, misalnya pigmen karotenoid dan flavonoid. Pigmen ini terjadi setelah adanya penambahan atau degradasi dari klorofil, yang kemudian menyebabkan warna buah berubah dari kehijauan menjadi kekuningan. Perubahan warna ini terjadi setelah mancapai tahap klimakterik, yang diikuti dengan perubahan tekstur (Apandi, 1984).
Pada saat pertumbuhan, pematangan buah akan diikuti dengan peningkatan kadar gula sederhana, sehingga buah akan terasa manis. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan kadar senyawa-senyawa fenolik yang menyebabkan berkurangnya rasa sepat dan penurunan asam organik serta kenaikan zat-zat yang memberi rasa dan aroma khas pada buah (Winarno, 1995).
Perubahan rasa dan aroma disebabkan oleh bertambahnya kandungan gula sederhana dalam buah yang menambah rasa manis yang disebabkan oleh perubahan zat pati dalam buah. Berkurangnya zat fenolik dan bertambahnya zat volatif menyebabkan rasa dan bau yang harum pada buah (Apandi, 1984).
Kadar asam organik pada buah akan bertambah banyak dan mengalami keadaan maksimum pada saat pertumbuhan. Pertumbuhan kadar asam organik terjadi saat buah matang dan selanjutnya pH buah akan bertambah dari 2 menjadi 5,5. Asam sitrat yamg dikandung akan berkurang sebanyak 10 kali pada saat pematangan, sedangkan asam malat akan berkurang 75 kali (Apandi, 1984).
Penyimpanan buah-buahan segar memperpanjang daya gunanya dan dalam keadaan tertentu memperbaiki mutunya, selain itu juga menghindari membanjirnya produk ke pasar, memberi kesempatan yang luas untuk memilih buah-buahan sepanjang tahan, membantu pemasaran yang teratur, meningkatkan
keuntungan produsen dan mempertahankan mutu produk yang segar (Pantastico,
1986).
Beberapa jenis buah-buahan menghasilkan metabolit sekunder berupa gas etilen. Gas etilen merupakan salah satu hormon pertumbuhan bagi buah-buahan. Keberadaan gas etilen dapat mempercepat laju pernafasan dan sebagai akibatnya akan mempercepat terjadinya pelayuan dan pembusukan buah dan sayur (Winarno dan Aman, 1979).
Setelah pemetikan dari pohonnya, buah masih melangsungkan aktifitas metabolisme, seperti respirasi dan transportasi. Pada proses respirasi, oksigen dari udara diserap oleh buah dan digunakan untuk proses pembakaran yang menghasilkan karbondioksida, air dan energi. Laju respirasi merupakan suatu indikator kegiatan metabolisme dalam jaringan dan merupakan petunjuk yang sangat berguna dalam memperkirakan daya simpan komoditi tersebut. Respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan ketahanan simpan yang pendek (Apandi, 1984).
Proses yang paling mencolok selama proses pematangan adalah hidrolisa pati dan meningkatnya kandungan gula. Kandungan gula dalam daging buah berubah dari 1 sampai 2 persen ketika masih hijau menjadi 15 sampai 20 persen pada saat matang. Bersamaan dengan itu kadar gula terlarut meningkat dari 1 menjadi 20 persen (Labuza, 1982).
Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas memungkinkan banyak ragam kegunaan yang dapat melindungi dan mengawetkan buah-buahan yang disimpan disamping produk yang disimpan menjadi lebih menarik (Pantastico, 1989).
Salah satu polimer yang paling banyak digunakan untuk menyimpan buah dan sayur adalah polietilen, karena harganya murah, kuat, transparan, serat dapat direkatkan dengan panas sehingga kantong dapat digunakan secara maksimal. Selain itu bahan ini bersifat tidak dapat melalukan air tetapi dapat melalukan gas (Kirk dan Othmer, 1953).
Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan biopolimer dan sebagainya (Winarno, 1997).
Mekanisme pengeringan identik dengan teori tekanan uap. Air yang diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas terdapat pada permukaan bahan dan yang pertama kali mengalami penguapan. Laju penguapan air bebas sebanding dengan perbedaan tekanan uap pada permukaan air terhadap udara pengering. Bila air permukaan habis maka akan terjadi migrasi air dan uap dari bagian dalam ke permukaan secara difusi. (Sudarmadji, 1975).
Vitamin merupakan suatu molekul organik yang sangat diperlukan tubuh untuk proses metabolisme dan pertunbuhan yang normal. Vitamin-vitamin tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup, oleh karena itu harus diperoleh bahan pangan yang dikonsumsi. Dari semua vitamin yang ada, vitamin C merupakan vitamin yang mudah rusak. Disamping sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator serta katalis tembaga dan besi (Winarno, 1997).
Kling film merupakan film plastik yang digunakan untuk men-seal makanan untuk menjaga agar dalam keadaan segar, mengemas produk dengan permukaan yang halus. Kling Film memiliki sifat adhesive sehingga tidak menempel satu sama lain. Jenis plastik ini memiliki ketebalan 0.01 mm (Wikipedia, 2007)
TEKNIK PENYIMPANAN BIJI-BIJIAN
Penyimpanan biji-bijian merupakan tahapan proses untuk menyelamatkan bibi-bijian tersebut dari kegagalan atau penurunan kualitas dan menunggu proses selanjutnya. Tahap penyimpanan ini sebaiknya dilakukan setelah proses pengeringan biji-bijian, walaupun seringkali penyimpanan merupakan proses penghentian sementara apabila proses sebelumnya belum selesai, misalnya proses pengeringan. Dapat pula, penyimpanan merupakan tahap “menunggu” proses selanjutnya, misalnya proses pengangkutan.
Penyimpanan biji-bijian dapat berlangsung di tingkat kebun atau di tingkat pabrik atau tempat lain. Di tingkat kebun, penyimpanan lebih merupakan tahap penghentian sementara proses yang sedang berlangsung, yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak memungkinkan untuk berlangsungnya proses tersebut, misalnya karena gangguan cuaca atau malam hari. Dapat pula, penyimpanan dilakukan untuk menunggu proses pengangkutan atau laku dijual. Di tingkat pabrik atau di tempat lain, sebagian masyarakat menyebut penyimpanan sebagai penggudangan. Di tempat ini, penyimpanan ditujukan untuk menunggu proses selanjutnya seperti proses pengolahan atau pemasaran.
Di negara-negara sedang berkembang, kehilangan pasca panen dapat terjadi selama proses penyimpanan. Hal ini banyak disebabkan oleh teknik atau cara penyimpanan yang kurang baik, Penyebab kehilangan antara lain adalah terjadinya kerusakan fisik, kimia, biologi dan mikrobiologi, maupun organoleptik. Bahkan, dapat pula disebabkan oleh adanya gangguan keamanan. Di Indonesia, sebagai negara berkembang dan beriklim tropis basah, kendala utama adalah kelembaban relatif udara (RH) yang tinggi. Untuk melakukan proses penyimpanan yang baik, diperlukan prasarana dan sarana yang baik, dan biasanya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Pada akhirnya, masalah biaya merupakan kendala terbesar dalam membuat tempat penyimpanan yang baik.
Pelaku penyimpanan biji-bijian di Indonesia adalah : petani, pengusaha (termasuk “broker”), dan pemerintah. Penyimpanan termasuk dalam salah satu komponen dalam sistem usaha tani (farming system), sistem perusahaan, atau kebijakan pemerintah. Pada petani kecil, penyimpanan biji-bijian dilakukan untuk sediaan pangan atau keperluan lain (misal dijual pada waktu mencukupi kebutuhan hidupnya). Pada pengusaha, penyimpanan seringkali merupakan upaya memperoleh keuntungan yang lebih tinggi, sedangkan penyimpanan yang dilakukan oleh pemerintah ditujukan untuk stabilitas kehidupan bernegara.
Penyimpanan Tingkat Kebun
Sebagaimana dikemukakan di atas, penyimpanan di tingkat kebun dilakukan oleh petani. Tempat penyimpanan di tingkat kebun ini pada umumnya sangat sederhana, bahkan relatif sebagai tempat berteduh dari resiko kehujanan atau kelembaban udara yang tinggi. Apabila di kebun atau sawah tidak tersedia bangunan untuk tempat penyimpanan, maka yang dilakukan adalah menyimpan padi, jagung berkelobot, polong kacang kedelai, atau polong kacang hijau di rumah atau gudang khusus di rumahnya untuk dikeringkan pada keesokan harinya.
Penyimpanan di tingkat kebun atau di tempat tinggalnya tersebut di atas, merupakan kegiatan yang berlangsung pada tahap pengeringan. Lama penyimpanan di tingkat kebun relatif singkat, sampai proses pengeringan dipandang cukup. Pada saat penyimpanan, biji-bijian dapat berbentuk ikatan padi bertangkai bahkan berdaun, ikatan jagung berkelobot atau tanaman kedelai, kacang hijau, kacang tanah (kedelai dipanen dengan seluruh bagian tanaman), atau sudah mengalami proses perontokan, sehingga sudah berbentuk gabah, biji jagung atau biji kedelai, biji kacang hijau atau kacang tanah berkulit.
Bentuk produk yang disimpan apakah masih dengan bagian lain selain biji atau sudah tinggal bijinya, tergantung pada berapa lama produk biji-bijian hasil panen tersebut akan disimpan, dan proses apa yang selanjutnya akan dilakukan. Hal tersebut akan mempengaruhi efisiensi dan efektivitas penyimpanan.
1. Penyimpanan bentuk Biji bertangkai :
Penyimpanan bentuk biji bertangkai pada padi dan jagung berkelobot menunjukkan :
- sifat penyimpanan sementara, karena akan dikeringkan lebih lanjut
- akan digunakan sebagai bibit
- akan digunakan sebagai sediaan pangan dalam jangka waktu lama
- efisiensi biaya (tidak dilakukan perontokan, tidak memerlukan kantong atau karung)
2. Penyimpanan dalam bentuk biji (gabah, jagung, kedelai, kacang hijau, kacang tanah :
- dilakukan setelah pengeringan selesai
- memerlukan wadah (kantong/karung)
- untuk disimpan dalam jangka waktu yang relatif lebih lama
- pembeli (pedagang) lebih menghendaki pembelian dalam bentuk biji
- jumlah biji-bijian yang disimpan dapat dalam jumlah/volume yang lebih besar

Penyimpanan biji-bijian berkadar air relatif rendah (12 – 16 %) yang dilakukan pada suhu kamar, akan sangat membantu mengurangi resiko kerusakan kimia/biokimia dan mikrobiologis. Eliminasi kerusakan tersebut akan lebih dibantu apabila ruang penyimpanan memiliki lantai kering (tidak lembab, biasanya lantai beton atau semen, atau bahan yang disimpan tidak kontak langsung dengan lantai), terdapat ventilasi yang cukup untuk sirkulasi udara, dan berdinding (tembok, bilik bambu/kayu, seng).

Penyimpanan Industri
Persyaratan penyimpanan biji-bijian, yaitu :
- bentuk dan ukuran bangunan
- bahan yang digunakan
- peralatan dan mesin pengendali proses penyimpanan
Bentuk dan ukuran ruang penyimpanan akan menentukan kesesuaian baik jumlah maupun jenis biji-bijian yang akan disimpan.
Penyimpanan Campuran
Penyimpanan merupakan proses pasca panen yang dilakukan untuk mempertahankan mutu dan kualitas dari komoditi atau produk sampai ke tangan konsumen. Penyimpanan yang baik mampu mempertahankan mutu sedangkan penyimpanan yang kurang baik dapat menyebabkan penurunan mutu komoditi hasil pertanian. Lama penyimpanan, jenis komoditi dan model penyimpanan akan menentukan hasil dari penyimpanan kmoditi tersebut. Model penyimpanan dapat dilakukan dengan penyimpanan komoditi yang seragam atau penyimpanan komoditi yang beragam (Syarief dan Halid, 1993).
Pada praktikum kali ini akan dibahas mengenai model penyimpanan komoditi yang beragam. Penyimpanan yang beragam atau penyimpanan campuran merupakan model penyimpanan pada komoditi atau produk dengan mencampur antara produk satu dengan yang lainnya. Proses penyimpanan campuran sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari produk atau komoditi tentang pengaruhnya terhadap komoditi lainnya. Oleh karena itu, pencampuran bahan dengan tepat tidak akan menyebabkan komoditi lainnya rusak (Syarief dan Halid, 1993).
Pada praktikum kali ini dilakukan proses penyimpanan secara campuran dengan bahan atau produk yang digunakan yaitu bumbu rempah-rempah bubuk, biskuit, minuman beraroma dalam kemasan, dan keripik buah. Keempat produk tersebut dilakukan kombinasi dengan setiap produk disatukan sebanyak dua jenis.
Dalam SNI. 01.2973.1992 biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan tambahan lain yang di ijinkan. Berdasarkan SNI yang ada bahwa parameter utama dalam penyimpanan biskuit yang disimpan secara campuran yaitu bau dan rasanya normal, tidak tengik, serta warnanya normal sesuai jenis biskuit. pengemasan biskuit dengan menggunakan kemasan plastik atau stoples dan disimpan di tempat yang kering dan tertutup rapat sehingga biskuit tetap dalam kondisi bagus dan tahan lama. Menurut Kartika (1988) mutu biskuit ditinjau dari aspek inderawi (subyektif). Penilaian mutu biskuit ditinjau dari aspek sifat karakteristik bahan dengan menggunakan indera manusia meliputi beberapa hal yaitu : warna, aroma, rasa dan tekstur.
1) Warna
Warna yang baik untuk biskuit adalah kuning kecokelatan dan tergantung bahan yang digunakan. Warna tepung akan berpengaruh terhadap warna biskuit yang dihasilkan. Warna tepung yang putih akan menghasilkan biskuit yang kuning kecokelatan, sedang warna tepung yang agak kekuningan akan menghasilkan biskuit yang warnanya lebih cokelat.
2) Aroma
Aroma biskuit didapat dari bahan-bahan yang digunakan, dapat memberikan aroma yang khas dari butter dan lemak sebagai bahan pembuatan biskuit. Jadi aroma biskuit adalah harum juga sesuai dengan bahan yang digunakan.
3) Tekstur
Biskuit yang baik mempunyai tekstur renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.
4) Rasa
Rasa biskuit cenderung lebih dekat dengan aroma. Rasa biskuit yang baik adalah gurih dan cenderung asin sesuai dengan bahan yang digunakan dalam membuat adonan.
Keripik pisang adalah produk makanan ringan yang dibuat dari irisan buah pisang dan digoreng dengan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Dilihat dari standar mutu yang ada berdasarkan SNI 01-4315-1996 bahwa keripik pisang yang baik selam penyimpanan yaitu jika dilihat dari organoleptiknya yaitu keadaan baunya normal, rasanya khas pisang, warnanya normal, dan teksturnya renyah. Pengemasan yang baik untuk keripik pisang yaitu produk dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan.
Penyimpanan produk akhir sebaiknya dilakukan di ruang yang
terpisah dengan ruang penyimpanan bahan baku. Bahan pengemas yang umum digunakan untuk kripik pisang adalah plastik polipropilen dengan ketebalan minimal 0,8 mm atau aluminium foil. Pengemasan produk yang berupa kripik sebaiknya menggunakan mesin pengemas vakum (vacuum sealer). Ruang pengepakan usahakan mempunyai kelembaban udara (RH) yang rendah mengingat sifat keripik vakum ini higroskopisitasnya tinggi misalnya dilakukan dalam ruang ber-AC. Setelah produk dikemas, dilakukan pemeriksaan
terhadap penutupan kantong plastik (Anonim, 2010).
Menurut Savitri (2010) bumbu (herbs) adalah tanaman aromatik yang ditambahkan pada makanan, sebagai penyedap rasa masakan. Biasanya berupa daun-daunan segar seperti daun salam, daun jeruk, hingga daun temurui yang sering ditemukan dalam masakan Aceh. Pada praktikum kali ini bumbu yang digunakan yaitu bumbu lada putih yang telah dihaluskan. Menurut Syarief dan Halid (1993) lada (Piper nigrum L.) lada terdiri dari dua jenis yaitu lada hitam dan lada putih. Lada hitam merupakan lada yang berasal dari buah yang belum matang lalu dijemur. Lada putih berasal dari buah yang telah matang dengan pembuangan lapisan mesocarpnya. Kedua jenis lada tersebut digunakan sebagai rempah-rempah. Penyimpanan lada yang baik dilakukan pada kondisi yang kering untuk mengurangi kerusakan. Biasanya lada bubuk dikemas dengan menggunakan plastik polietilen yang tebal dan jangan sampai terkena sinar matahari. Selain itu, harus dikemas dengan menggunakan perekat untuk mengurangi kehilangan minyak volatil dan caking.
Penyimpanan lada harus dilakukan sesuai hal- hal berikut :
1. Lada harus disimpan di tempat yang bersih, kering, dengan ventilasi udara yang cukup, diatas bale-bale atau lantai yang di tinggikan, ditempat yang bebas dari hama seperti tikus dan serangga.
2. Lada tidak boleh disimpan bersama dengan bahan kimia pertanian atau pupuk yang mungkin dapat menimbulkan kontaminasi. Tempat penyimpanan lada harusmempunyai ventilasi yang cukup tetapi bebas dari kelembaban yang tinggi.
3. Lada yang disimpan harus diperiksa secara berkala untuk mendeteksi adanya gejala kerusakan karena hama atau kontaminasi (Direktorat Penanganan pasca panen, 2009).
Air minum dalam kemasan merupakan air yang dikemas dalam berbagai bentuk wadah 19 liter atau 5 galon, 1.500 ml/600 ml (botol), 240 ml/220 ml (gelas).
Pada praktikum kali ini, bahan yang ada dicampur seperti pisang,lada, minuman rasa jeruk, biscuit kelapa. Pada pengamatan hari pertama didapat bahwa keripik pisang beraroma keripik pisang, rasanya manis dan renyah dan warna masih berwarna kuning kecoklatan seperti warna keripik pisang umumnya. Minuman kemasan jeruk beraroma jeruk, rasa yang didapat rasa buah jeruk, dan warna minuman berwarna orange agak tua. Lada yang digunakan beraroma khas lada, mempunyai rasa pedas dan berwarna putih. Biskuit kelapa mempunyai rasa gurih manis kelapa, beraroma kelapa, dan warnanya coklat cream.
Pada pencampuran keripik pisang dengan minuman rasa jeruk didapat bahwa aroma, rasa keripik pisang dan buah jeruk tidak berubah dan warna jika dilihat kasat mata tidak terdapat perubahan warna yang berarti. Penggunaan alat calorimeter menunjukkan warna keripik pisang berubah brightness dan lightness-nya yang nilainya turun karena warna keripik pisang menjadi lebih tua akibat dari adanya perubahan komponen biokimia di dalam keripik pisang. Sedangkan pada minuman jeruk nilai lightness dan brightness-nya naik karena warna orange tua menjadi orange cerah karena adanya proses pengendapan jeruk dalam air jeruk.
Pada pengamatan keripik pisang dicampur lada didapat hasil yaitu keripik pisang mengalami perubahan baik warna dan aroma. Keripik pisang tetap mempunyai rasa manis tetapi aromanya berubah menjadi beraroma pisang bercampur aroma lada, nilai lightness dan brightness-nya turun diakibatkan adanya pengaruh dari lada dan juga pengaruh perubahan bikomia keripik pisang itu sendiri menjadi berwarna semakin gelap coklatnya. Sedangkan lada tidak mengalami perubahan aroma dan rasa, tetapi warnanya berubah dilihat dari nilai brightness dan lightnessnya yang berubah naik turun. Hal itu bias terjadi karena pengaruh lingkungan , ……………………….(tambahin yaa.ga ngertii). Dalam hal ini lada memberi pengaruh terhadap keripik pisang karena ditempatkan dalam satu wadah. Hal ini bias terjadi karena lada mempunyai karakteristik aroma lada yang kuat dimana aroma tersebut bias menembus kemasan lada dan mempengaruhi keripik pisang dalam satu wadah tersebut.
Pada pengamatan lada dicampur dengan biscuit kelapa didapat hasil yang menunjukkan bahwa rasa dan aroma pada lada tidak berubah atau tetap. Lada mempunyai rasa pedas dan tidak berubah setelah disimpan selama 3-5 hari. Begitu juga dengan aromanya yang mempunyai aroma khas lada yang menyengat.Dilihat dari nilai lightness, lada mempunyai nilai yang naik turun. Sedangkan untuk nilai brightessnya menunjukkan angka yang semakin menurun. Hal ini menandakan bahwa semakin lama lada disimpan tingkat kecerahannya menurun (rahma tolong cari alasannya). Sama seperti pada lada, pada biscuit kelapa terjadi perubahan pada aroma, tetapi tidak terjadi perubahan pada rasa. Nilai brightness dari biscuit kelapa selama penyimpanan selama 5 hari menunjukkan nilai yang naik-turun. Begitu juga dengan nilai lightness-nya. Untuk aroma biscuit pada hari pertama masih beraroma kelapa, tetapi setelah hari ketiga dan kelima, aroma biscuit berubah bercampur menjadi aroma kelapa dan lada. Hal ini disebabkan lada merupakan bahan volatile yang mudah menguapkan aroma yang dimiliki sehingga biscuit menyerap aroma dari lada tersebut. Tetapi dari segi rasa biskuit tidak mengalami perubahan, yaitu gurih manis.
Percobaan lain yang dilakukan adalah pencampuran lada dengan minuman rasa jeruk dalam satu wadah. Hasil pengamatan yang didapat yaitu pada lada tidak terjadi perubahan rasa dan aroma. Lada tetap mempunyai rasa pedas lada dan beraroma menyengat khas lada. Warnanya berubah dilihat dari nilai brightness dan lightnessnya yang naik turun. Hal ini menandakan bahwa terjadi tingkat kecerahannya menurun karena adanya perubahan biokimia dalam lada tersebut. Sedangkan pada minuman rasa jeruk tidak terjadi perubahan rasa tetapi terjadi perubahan aroma. Aroma minuman rasa jeruk menjadi beraroma jeruk dan berbau lada. Hal ini terjadi karena sifat volatile dari lada yang mempengaruhi produk lain. Warna minuman rasa jeruk bila dilihat secara langsung oleh mata tidak terlihat adanya perubahan yang berarti tetapi dari nilai lightness dan brightnessnya tiudak bias diukur karena alat colortecnya rusak. Dalam hal ini lada mempengaruhi aroma minuman rasa jeruk.
Pada pengamatan biscuit kelapa yang dicampur dengan minuman rasa jeruk didapat bahwa biscuit kelapa tidak mengalami perubahan rasa dan warna. Rasa biscuit kelapa tetap gurih manis kelapa dan warnanya tetap cokelat cream. Biskuit kelapa mengalami perubahan aroma menjadi aroma jeruk. Hal ini karena pengaruh aroma minuman jeruk begitu kuat. Apabila kita membuka minuman rasa jeruk dan ‘membaui’ minuman tersebut aroma jeruk terasa begitu kuat dan menyengat lalu ini bias mempengaruhi aroma biscuit yang aromanya tidak begitu kuat bahkan cenderung aromanya mudah menghilang. Dalam pengamatan ini tidak digunakan alat colortec meter sehingga tidak bias dilihat perubahan nilai brightness dan lightnessnya yang pastinya. Sedangkan pada minuman rasa jeruk tidak terjadi perubahan warna dan aroma. Warna minuman tetap warna orange dan tetap beraroma jeruk. Tetapi terjadi perubahan rasa menjadi kelapa. Dalam hal ini terjadi kesalahan karena rasa minuman tidak mungkin berubah menjadi kelapa karena rasa jeruk dalam minuman tersebut begitu kuat.
Pada pengamatan



KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
Syarief, Rizal dan Halid, hariyadi. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: Penerbit ARCAN.
Kartika, Bambang. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta : UGM.
Anonim. 2010. Keripik Pisang. http://bpp-cp.com/2010/04/09/kripik-pisang/ akses tanggal 9 Mei 2010.
Savitri, Berlianti. 2010. Sahabat wanita di dapur. Dalam Femina edisi 8. http://www.femina.co.id/issue/issue_detail.asp?id=565&cid=2&views=9 akses tanggal 8 Mei 2010.
Direktorat penanganan pasca panen. 2009. Pedoman penanganan pasca panen lada (Piper nigrum L.). Ditjen pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, Departemen Pertanian.
SNI. 01.2973.1992. Mutu dan cara uji biskuit. Badan Standarisasi Nasional.
SNI 01-4315-1996. Keripik pisang. Badan Standarisasi Nasiona

umbi@an

1. I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam usaha-usaha di bidang pertanian atau secara tegas dalam usaha budidaya tanaman pangan dan tanaman perdagangan, kegiatan penanganan atau pengelolaan tanaman, penting sekali untuk diperhatikan sejak penyiapan lahan pertanamannya sampai kepada penyimpanan hasil tanamannya. Yang dimaksud dengan kegiatan penanganan atau pengelolaan tanaman di sini adalah kegiatan penanganan atau pengelolaan secara benar mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah dianjurkan.

Tujuan utama dari kegiatan penanganan atau pengelolaan tanaman yaitu agar dapat diperoleh hasil tanaman yang baik, dalam arti memenuhi harapan atau memuaskan petani penanamnya, memuaskan pemenuhan kebutuhan umum atau pasar.

1. Penanganan atau Pengelolaan Sebelum Panen :

(1) Mempersiapkan dan pengolahan lahan

(2) Pemilihan dan penggunaan benih atau bibit bersertifikat

(3) Pemeliharaan tanaman

(4) Pengaturan pemberian air

(5) Pemupukan

1. Penanganan atau Pengelolaan Menjelang Panen

Penanganan atau pengelolaan menjelang panen yaitu perawatan khusus terhadap tanaman yang sedang tumbuh subur atau sehat, antara lain pengurangan banyaknya bunga, pemangkasan ranting, tunas dan daun-daun, peliukan ranting dan sebagainya.

1. Penanganan atau Pengelolaan Saat Panen

(1) Tidak banyak hasil terbuang

(2) Tidak banyak hasil rusak

(3) Tidak banyak buah / hasil yang masih muda yang terambil (terpetik).

1. Penanganan atau Pengelolaan Lepas Panen

Kegiatan yang diperlukan kehati-hatian setelah lepas panen, antara lain pengeringan, penyortiran, prosesing, pengepakan dan penyimpanan.

Pasca panen adalah suatu tahapan kegiatan yang dimulai sejak pengumpulan hasil pertanian sampai siap untuk dipasarkan. Baik dalam keadaan surplus maupun tidak surplus, produk agronomi khususnya produk tanaman holtikultura, masalah pasca panen selalau timbul meskipun dalam keadaan yang berbeda-beda. Masalah tersebut menjadi semakin gawat pada daerah yang memiliki iklim tropis yang lembab seperti di Indonesia.

Dari berbagai asalah pasca panen yan ada dapat dikelompokkan menjadi empat masalah utama, yaitu :

1. Rendahnya mutu hasil panen
2. Rendahnay efisiensi pananganan
3. Tingginya susut, kehilangan dan kerusakan hasil
4. Rendahnya kadar penanganan limbah hasil.

Secara sederhana industri pangan mencakup kegiatan produksi nahan mentah, kegiatan pengolahan dan distribusi hasil pertanian. Kegiatan di bidang produksi bahan mentah adalah kegiatan yang berhubungan dengan teknologi pertanian, meliputi pembibitan dan penanaman, pemeliharaan, pemanenan atau pemotongan, penyimpanan, penanganan atau penegpakan dan distribusi bahan mentah untuk proses pembuatan suatu bahan dari bahan mentah atau bahan asal serta kegiatan-kegiatan penanganan dan pengawetan bahan tersebut. Kegiatan pengolahan ini merupakan inti dari kegiatan-kegiatan di bidang teknologi pangan. Kegiatan produksi meliputi penyimpanan, pengangkutan dan penjualan atau pemasaran.

1.2. Arti Penting Pengelolaan Lepas Panen

Pengelolaan lepas panen perlu mendapat perhatian yang seksama, karena salah satu merosotnya mutu hasil pada pemasaran disebabkan kurang diperhatikannya penanganan lepas panen. Tentang hal ini dapat diberikan beberapa gambaan sebagai berikut :

1. Terjadinya Peristiwa-peristiwa Fisiologis

Dalam praktek yang umum dan berlangsung relatif di berbagai daerah di tanah air kita, pemungutan hasil tanaman jarang sekali dilakukan pada saat dan keadaan hasil tersebut telah masak optimum. Biasanya dilakukan sebelumnya yaitu dalam keadaan 75-80 persen masak, sehingga dalam keadaan demikianhasil yang telah dipungut akan mengalami peristiwa-peristiwa fisiologis, antara lain dapat menimbulkan kerusakan fisiologis (physiological disordes after harvesting) atau terjadinya penyimpangan-peanyimpangan, antara lain buah menjadi keriput, buah tampaknya masak benar tetapi setelah diperam beberapa hari rasanya kurang manis atau bagian dalamnya ada yang membusuk atau masih keras menunjukkan keadaan yang masih mentah, buah atau hasil setelah dikeringkanmengalami pecah-pecah atau hancur, dan sebagainya.

Kerusakan atau penyimpangan demikian berarti kehilangan hasil, karena tidak dapat diterima secara normal di pasaran (terutama untuk ekspor). Untuk mengatasi hal tersebut sangat diperlukan pengetahuan tentang fisiologi lepas panen dalam menentukan derajat kemasakan siap panen.

1. Berkembangnya Penyakit yang Dapat Menimbulkan Kerusakan atau perubahan Sifat Hasil Tanaman

Ada beberapa jamur tertentu antara lain Aspergilus sp dan Fusarium sp serta beberapa mikroba golongan Khamir yang dapat menimbulkan kerusakan atau perubahan sifat hasil tanaman lepas panen, terutama dalam penyimpanan. Pengelolaan di sini terutama dalam pengeringan harus benar-benar kering dan penyimpanannya harus pada wadah yang kering serta ditempatkan pada ruangan yang tidak lembab, sedikit jauh dari kontak dengan lantai dan dinding ruangannya.

1. Berkembangnya Hama Gudang

Hama gudang dapat menyerang setiap waktu, ada yang kelihatan dan ada yang paling merugikan yaitu yang tidak tampak, karena menyerang atau merusak bagian dalam hasil tanaman lepas panen. Kerusakan yang dikarenakan hama gudang termasuk pencemarannya oleh telur, kepompong dan kotoran yang dapat menurunkan kualitas hasil tanaman.

1. Kehilangan dan Berbagai Kerusakan Fisik Berkaitan Dengan kegiatan Pengambilan dan Pengangkutan Hasil

Beberapa contoh yang berhubungan dengan hal tersebut antara lain :

1. Pemetikan daun tembakau, daun teh yang tidak memperhatikan ketentuan atau pertimbangan-pertimbangan yang diperlukan, demikian pula dalam pengeringannya tidak memperhatikan suhu yang diperlukan, maka mutu hasil tanaman ini tidak akan memenuhi standar perdagangan / ekspor negara konsumen, walaupun pengepakannya memenuhi persyaratan.
2. Pemetikan atau pengambilan hasil tanaman yang serampangan akan mengakibatkan hasil tanaman / buah yang belum masanya harus dipetik / diambil menjadi terambil.

Meskipun nampaknya sederhana, penanganan pasca panen merupakan suatu sistem yang komplek, karana bukan saja melibatkan faktor teknis, tetapi juga faktor sosial–ekonomi.

Untuk mendapatkan mutu hasil hortikultura khususnya buah-buahan dan sayur- sayuran yang baik dalam pemasaran ,maka kegiatan perlakuan segar seperti penentuan derajat pemasakan untuk dipetik, granding dan sortasi, pengepakan, pengangkutan dan penyimpanan harus dilaksanakan secara cermat dan hati-hati. Perlakuan yang kasar akan meningkatkan jumlah kerusakan, yang berarti akan memperpendek daya simpannya.

Buah-buahan harus dipungut pada derajat kemasakan cukup tua, tidak perlu masak atau matang di pohon akan tetapi ada pula beberapa jenis buah yang menghendaki dipungut betul-betul matang di pohon.

Penentuan tingkat ketuaan untuk di panen nampaknya belum mendapatkan perhatian secara penuh, walaupun para petani dan para pedagang buah dan sayur mengetahui betul kapan sebaiknya buah dan sayur harus dipetik untuk kemudian di pasarkan. Hal ini antara lain juga disebabkan keadaan sosial ekonomi – dan tidak terjaminnya keamanan setempat.

Penentuan saat panen pada buah-buahan dan sayur-sayuran memegang peranan penting di dalam menentukan mutu, baik untuk keperluan pengolahan maupun untuk keperluan hidangan segar. Kegiatan penanganan pasca panen lainnya seperti penyortiran, pengepakan, pengangkutan, penyimpanan, termasuk peranan penting di dalam penentuan mutu akhir.

Bahan mentah hasil panen selama penyimpanan akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisiologik, mekanik, fisik, kimiawi, parasitik atau mikrobiologik. Di Indonesia misalnya, sayur-sayuran dan buah-buahan banyak mengalami kerusakan sebelum sempat dikonsumsi. Jumlah kerusakan kira-kira meliputi 35 – 40 % sedangkan sisanya 60 % sebagian besar dijual dalam bentuk sayur-sayuran dan buah-buahan segar atau diolah menjadi acar, manisan, juice, selai, saus, sambal dan lain-lain.

1. II. PENANGANAN ATAU PENGELOLAAN HASIL LEPAS PANEN KAITANNYA DENGAN KEBUTUHAN DAN KEHENDAK KONSUMEN.

Untuk mewujudkan hasil tanaman yang dikehendaki para konsumen (individu atau industri, pasar domestik atau pasar negeri), maka penanganan atau pengelolaannya memerlukan teknik dan pengetahuan yang selalu harus mengikuti perkembangan pasar, dimana standar atau patokan yang dikehendaki oleh para konsumen telah tertentu.

Teknik dan pengetahuan penanganan atau pengelolaan hasil tanaman lepas panen sampai sekarang dapat dikatakan belum atau kurang diperhatikan oleh para petani pada umumnya, mereka kurang menyadari bahwa kalau hal tersebut diperhatikan dan diterapkan dengan baik setiap lepas panen, maka pendapatan atau keuntungan yang diperoleh akan lebih besar. Mengenai belum atau kurang diperhatikan atau kurangnya kesadaran melakukan penanganan atau pengelolaan lepas panen adalah karena alasan-alasan sebagai berikut :

1. Kebutuhan yang mendesak
2. Teknik dan pengetahuan tradisional yang belum dikembangkan
3. Kurangnya pengatahuan tentang penanganan atau pengelolaan lepas panen
4. Keengganan para petani untuk melakukan penanganan lepas panen karena kesulitan biaya dan tenaga tambahan.

1. III. FAKTOR PENYEBAB KERUSAKAN BAHAN PANGAN SETELAH LEPAS PANEN

Kerusakan bahan pangan terutama buah-buahan dan sayur-sayuran setelah lepas panen dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :

1. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba teruatam bakteri, ragi dan kapang / cendawan
2. Aktivitas enim dalam bahan pangan
3. Serangga, parasit dan tikus
4. Suhu pemanasan dan pendinginan
5. Kadar air
6. Udara terutama oksigen
7. Sinar dan jangka waktu penyimpanan

1. Bakteri, ragi dan Kapang / Cendawan

Mikroba penyebab kebusukan pangan dapat ditemukan di mana saja, baik di tanah, air, udara, di atas kulit dan di dalam usus. Beberapa mikroba juga ditemukan di atas permukaan kulit buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian dan kacang-kacangan dan akan mengalami kontaminasi setelah dikupas kulitnya.

Tumbuhnya bakteri, ragi atau cendawan di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi bahan. Beberapa mikroba dapat menghasilkan enzim aktif yang dapat menghidrolisis pati, selulosa atau memfermentasi gula, hidrolisis lemak yang mengakibatkan terjadinya ketengikan atau merusak protein yang menghasilkan bau busuk. Beberapa mikroba dapat membentuk lendir, gas, busa, warna yang menyimpang, asam , racun dan lain-lain. Jika bahan mengalami kontaminasi secara spontan dari udara, maka pada bahan tersebut terdapat pertumbuhan campuran dari beberapa jenis mikroba.

Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba diantaranya air, kelembaban udara, suhu, pH, oksigen dan mineral.

1. Enzim

Enzim yang ada pada bahan pangan dapat berasal dari mikroba atau memang sudah ada pada bahan tersebut secara normal. Adanya enzim memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi biokimia yang dapat mengakibatkan bermacam-macam perubahan pada komposisi bahan.

Aktivitas enzim dapat diceha atau dihentikan sama sekali oleh panas, perlakuan kimia, radiasi atau perlakuan lainnya.

1. Serangga, Parasit dan Tikus

Serangga terutama dapat merusak buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian dan umbi-umbian, yang menjadi masalah bukan hanya jumlah bahan yang dimakan oleh serangga, tetapi yang lebih penting bahwa serangga tersebut akan melukai permukaan bahan, sehingga dapat menyebabkan kontaminasi oleh bakteri dan cendawan.

Parasit lainnya yang masih banyak ditemukan dalam bahan makanan bisa berupa cacing (namatoida), ulat dan sebagainya.

Tikus merupakan persoalan yang sangat penting di Indonesia dan bukan hanya merugikan karena makan hasil panen, tetapi juga karena kotorannya, rambutnya atau air kencingnya dapat merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan jamur, serta dapat menimbulkan bau yang tidak enak.

1. Pemanasan dan Pendinginan

Pemanasan dan pendinginan yang tidak diawasi dengan teliti dapat menyebabkan kerusakan hasil panen. Contoh setiap kenaikan suhu 10 0C pada kisaran suhu 10 – 38 0C, kecepatan reaksi baik yang enzimatik maupun non enzimatik rata-rata akan bertambah 2 kali lipat, sehingga dapat merusak protein (denaturasi), emulasi, vitamin dan lemak.

Buah-buahan dan sayur-sayuran tropika sensitif terhadap pendinginan. Oleh karena itu penyimpanan pada suhu rendah akan menyebabkan kerusakan hasil panen yang disebut “chilling injury”. Contoh : pisang ambon yang rusak menjadi lunak dan berwarna menyimpang.

1. Kadar Air

Kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara di sekitarnya yang akan mengakibatkan kondensasi dan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan cendawan ataupun bakteri. Terjadinya kondensasi tidak selalu berasal dari luar bahan, tetapi bisa terjadi dari dalam bahan pada saat pengepakan. Buah-buahan dan sayur-sayuran dapat menghasilkan air dari respirasi dan transpirasi, sehingga dapat membantu pertumbuhan mikroba.

1. Oksigen

Oksigen udara selain dapat merusak vitamin terutama vitamin A dan C, perubahan warna, cita rasa, zat yang terkandung, juga penting untuk pertumbuhan cendawan. Pada bahan pangan yang mengandung lemak, adanya oksigen dapat menyebabkan ketengikan.

1. Sinar

Sinar atau cahaya dapat merusak beberapa vitamin terutama riboflavin, vitamin A dan C, juga dapat merubah warna.

1. Waktu Penyimpanan

Efek kerusakan oleh mikroba, aktivitas enzim, serangga, pemanasan dan pendinginan, kadar air, oksigen dan sinar, semuanya dipengaruhi oleh waktu. Pada umumnya waktu yang lebih lama akan menyebabkan kerusakan bahan yang lebih besar.

Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Sifat Individu dan Sifat Umum Hasil Tanaman

1. A. Sifat Individu Hasil Tanaman

Sifat individu (masing-masing) hasil tanaman banyak dipengaruhi faktor genetik, lingkungan dan tingkat kemasakan.

(1) Faktor genetik :

Faktor dalam atau faktor pembawaan (genetik) yang berpengaruh terhadap hasil panen yaitu rasa, bau (aroma), komposisi kimia, nilai gizi dan kemampuan produksinya (produktivitas).

Perbaikan-perbaikan sifat seperti besarnya buah atau lebarnya daun, warna yang lebih menarik, rasa yang lebih manis, tekstur yang lebih lunak dan sebagainya, kesemuanya adalah sebagai hasil peningkatan kegiatan pemeliharaan / perawatan tanaman pada masa pertumbuhannya yang sangat berrkaitan dengan pengaruh faktor genetik.

(2) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan merupakan faktor luar dari tanaman yang banyak berpengaruh terhadap sifat buah / hasil tanaman (komposisi, tekstur, warna dan kenampakannya). Faktor lingkungan hidup terbagi menjadi dua hal, yaitu faktor iklim dan faktor tanah.

1. Sinar atau cahaya matahari

Sinar matahari banyak berpengaruh pada perpaduan zat makanan dalam jaringan tanaman melalui fotosintesis. Contoh : pada buah tanaman yang banyak menerima sinar matahari kandungan vitamin C nya akan lebih tinggi dibanding dengan buah yang tanamannya kurang memperoleh sinar matahari.

1. Temperatur

Bagi pertumbuhan tanaman, temperatur lingkungan yang optimum demikian yang tentunya pula berpengaruh terhadap pembuahan atau produktivitas hasilnya.

1. Musim, Tempat / Daerah Pertumbuhan
2. Zat Makanan / Hara

Dianjurkan kepada para petani untuk melakukan pemupukan dengan dosis yang memadai sesuai dengan yang diperlukan (pemupukan berimbang / bijaksana), agar diperoleh hasil tanaman yang lebih baik sifat dan mutunya.

(3) Faktor Tingkat Kemasakan Hasil Tanaman

Buah atau hasil tanaman berbeda-beda tingkat kemasakannya yang diperlukan konsumen, ada pada tingkat masih muda (sayuran, kacang panjang dan lain-lain), tingkat mendekati masak (ketimun, petai, terung, tomat, dan lain-lain) dan tingkat masak (kopi, coklat, pisang, kacang-kacangan dan lain-lain).

Semakin masaknya buah / hasil tanaman, kandungan zat tepung dan gulanya semakin meningkat sedangkan kandungan vitamin C pada umumnya menurun, kecuali pada jeruk, tomat, mangga, asparagus, anggur, apel dan lain-lain vitamin C meningkat.

1. B. Sifat Umum Hasil Tanaman

Sifat umum hasil tanaman adalah sifat dari setiap jenis / sesama hasil tanaman seperti sifat sesama daun, sesama batang, akar, biji dan sebagainya yang disebabkan beberapa faktor (struktur anatomi, komposisi kimia, iklim, tempat tumbuh) ada yang mempunyai persamaan dan perbedaan.

Sifat umum hasil tanaman dapat dikelompokkan seperti :

1. Sifat umum dari sesama daun dan buah :

Sifat umum yang lunak dari sesama daun dan buah disebabkan oleh :

1. Kandungan air yang tinggi
2. Jaringan sel parensim
3. Rendahnya lapisan lilin di permukaannya

Hal ini penting diketahui agar dilakukan penanganan yang sesuai dengan sifat tanaman, seperti : pengeringan, pengepakan, penyimpanan, pengangkutan, dan lain-lain.

1. Sifat umum dari sesama batang dan kulit batang

Sesama batang dan kulit batang bersifat kaku, keras dan ulet karena keduanya terkandung serat / sellulosa, hemisellulosa, dan leginin.

1. Sifat umum dari sesama akar

Akar tanaman memiliki sifat kaku, keras ulet, tetapi susah untuk dipertahankan, karena banyak mengandung serat

1. Sifat umum biji-bijian

Biji-bijian memiliki sifat umum keras dan lunak, karena banyak mengandung at tepung, protein, minyak, sedangkan kadar airnya rendah.

1. Sifat umum umbi-umbian

- Umbi akar dan umbi batang mempunyai sifat agak keras dan rapuh, karena banyak mengandung zat tepung atau protein dan kadar air agak tinggi.

- Umbi daun (bawang merah, bawang putih, dan lain-lain), mempunyai sifat lunak karena pemadatan pangkal daun.

1. IV. Teknologi Penanganan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Lepas Panen

Buah-buahan atau sayur-sayuran di Indonesia dihasilkan sesuai dengan musim, sehingga sepanjang tahun secara bergiliran dapat dihasilkan berbagai jenis buah-buahan dan sayur-sayuran. Hasilnya sangat bervariasi tetapi umumnya pada musim panen sangat berlebihan dan karena penanganannya kurang baik atau prasana serta sarana transportasi sangat buruk atau belum ada, banyak hasil tanaman yang mengalami berbagai kerusakan, mubazir dan tidak dapat dipasarkan.

Berbeda dengan tanaman sayur-sayuran, pertumbuhan dan perkembangannya selain memerlukan tanah yang subur dengan ketinggian kondisi lingkungan tertentu,juga memerlukan pemeliharaan/pengelolaan yang intensif. Produksi sayur-sayuran untuk kepentingan pasar hanya dihasilkan beberapa daerah tertentu, seperti : kubis, wortel, lobak, labu dsb, sedangkan jenis sayuran lainnya seperti : bayam, kangkung, sawi dsb. Banyak dihasilkan hampir di berbagai daerah.

Buah-buahan dan sayur-sayuran untuk komoditas perdagangan antara daerah atu ekspor perlu mendapatkan penanganan yang baik, agar komoditas hasil tetap menarik, bebas kerusakan atau kebusukan, sehingga transaksi berlangsung cepat dengan harga yang menguntungkan, terutama bagi buah-buahan dan sayur-sayuran yang dijual segera.

Penentuan saat panen pada buah-buahan dan sayur-sayuran memegang peranan penting di dalam menentukan mutu ; baik untuk keperluan pengolahan maupun untuk keperluan hidangan segar. Di samping itu terdapat kegiatan penanganan pasca panen, seperti : penyortiran, pengepakan, pengakutan dan penyimpanan juga menentukan mutu akhir.

1. A. Penentuan Saat Panen

Buah-buahan pada umumnya dipanen setelah dalam keadaan tua atau sudah matang di pohon, sedangkan pada sayuran sebaliknya, biasanya dipetik sewaktu masih muda, belum berserat dan sedang enak-enaknya dimakan. Di bawah ini diberikan beberapa contoh saat panen buah-buahan dan sayur-sayuran.

1. 1. Buah-buahan
2. a. Anggur

Untuk keperluan buah meja, anggur sebaiknya dipetik dalam keadaan tua betul dan warnanya bagus. Tua yang dimaksud adalah buah sudah banyak mengandung air buah atau sari, perkembangan buahnya telah mencapai maksimal, rasanya saudah enak dan kulitnya mudah dikelupas dari dagingnya.

1. b. Apel

Tanda-tanda ketuaan untuk dipetaik bagi buah apel biasanya didasarkan kepada warna kulit, kekerasan daging, komposisi dan berdasarkan umur.

Di Amerika dan Eropa dikenal beberapa istilah untuk tingkat ketuaan apel, yaitu :

1) Early maturity → buah apel berumur 135 – 140 hari setelah berbunga penuh, untuk memenuhi kebutuhan di dalam awal musim.

2) Optimum maturity → berumur 140 – 150 setelah berbunga penuh, untuk penyimpanan jangka panjang.

3) Late maturity → umur lebih dari 150 hari, buah akan cepat menjadi lunak, cocok untuk penyimpanan jangka pendek.

1. c. Adpokat

Buah adpokat sebaiknya dipetik bila sudah ada buah matang jatuh langsung dari pohon.

Di Amerika tingkat ketuaan adpokat ditentukan oleh kandungan minyak dalam buah dan diperhitungkan berdasarkan berat buah segar sekitar 8 %, buah adpokat yang dipetik terlalu awal, maka rasa buah setelah matang terasa pahit dan getir serta biasanya kulit buah mengkerut. Untuk pengiriman jarak jauh dibutuhkan buah yang sudah tua dan masih dalam keadaan keras.

1. d. Pepaya

Pepaya sebaiknya dipungut setelah cukup tua dengan menampakkan warna kekuningan pada ujung buah atau dari getah kulit bbuah yang sudah nampak jernih tidak keputih-putihan seperti susu.

1. e. Pisang

Tanda-tanda pisang sudah tua dan siap pungut, yaitu :

1) Bentuk buah sudah bulat atau ¾ bulat

2) Daun bendera sudah mengering

3) Buah pada sisik paling atas sudah ada yang kekuningan/ matang

4) Buah yang mengering pada ujung buah sudah mudah dipatahkan

Untuk pengiriman jarak jauh, pisang dipetik dalam keadaan tua, tapi masih mentah.

1. f. Jeruk

Tanda tingkat ketuaan pada buah jeruk, yaitu pada perubahan warna pada kulit menjadi kekuningan dan bila dipijat sudah terasa lunak. Jeruk tidak seperti pisang dapat dipetik waktu masih hijau kemudian diperam supaya matang.

1. g. Mangga

Tingkat ketuaan untuk dipetik, buah mangga dikenal dengan :

1) Umur buah dihitung dari mulai pembungaan umumnya 75-85 hari atau arumanis 93-107 hari dari mulai berbunga.

2) Adanya lapisan lilin atau sudah berpupur / bedak keputihan pada kulit buah

3) Bentuk buah ditandai pertumbuhan penuh

4) Pangkal tangkai buah sudah nampak mengering

5) Warna kulit buah yang semula hijau muda, menjadi hijau tua (Arumanis), kekuningan (Kidang, Podang), kemerahan (Gedong)

1. h. Rambutan

Tingkat ketuaannya melalui perubahan warna kulit dan rambutnya, misalnya menjadi merah pada simacan, sinyonya, lebak bulus, rapiah, dsb.

1. i. Lain-lain

* Durian : ujung tangkai buah sudah rata, ujung duri sudah kering dan kedudukan duri sudah tidak rapat lagi.
* Nangka : daun bendera sudah kering, duri sudah tidak rapat lagi dan ujung duri sudah mengering.
* Belimbing manis : daging buah sudah nampak transparan dan sudah matang.
* Nenas : mata yang melekat pada kulit buah sudah melebar, tangkai buah mengkerut dan bila ditepuk terasa bergetar.

1. j. Sayuran

Saat panen untuk sayuran di dalam garis besarnya bertolak belakang dengan saat panen untuk buah-buahan, sayuran sebagian besar menghendaki dipetik pada saat masih belum tua dan hanya sebagian kecil dipetik dalam keadaan tua penuh. Sayuran dapat dikelompokkan dalam sayuran biji-bijian dan polong, umbi, akar dan bonggol, bunga / tunas, batang dan daun, buah. Sayuran yang dibutuhkan dalam keadaan lunak, belum berserat, tidak keras /alot, dsb.

1. k. Sayuran biji dan polong

* Ercis (peas) : polong sudah berisi penuh dengan biji, yang masih muda
* Buncis : masih muda, kulit lunak, belum berserat, biji masih muda dan belum banyak mengandung tepung.
* Kacang panjang : buah masih muda, biji sudah dibentuk, kulitnya masih lunak dan belum berserat.

1. l. Sayur ubi, akar dan bonggol

* Wortel

Dipanen bila pertumbuhan akar sudah penuh, masih lunak dan empulur belum keras / berkayu; sama untuk lobak dan radish.

* Kentang

Dipanen dalam keadaan tua, daun sudah mengering, dan kulit umbi tidak mudah lepas.

* Bawang merah / putih

Dipanen manakala daunnya sudah mengering, apabila yang diambil umbinya, yang diperkirakan untuk bawang merah berumur 60-70 hari dan bawang putih berumur 110 hari.

1. m. Sayur bunga, tunas, batang dan daun

* Kubis bunga

Dipungut sebelum bunganya mekar dan masih berkelompok keras, sedangkan kubis daun dipungut setelah membentuk krop dan dipijit keras.

* Asparagus

Dipungut sewaktu masih berupa tunas, masih tertutup tanah serta berwarna keputih-putihan.

* Bayam dan kangkung

Yang dibutuhkan dari komoditas ini adalah batang beserta daunnya. Untuk memanennya ada cabutan bersama dengan akarnya dan dapat pula dipotong yang dilakukan pada saat tanaman masih muda.

* Sayuran buah

- Terung : dipungut sewaktu masih muda daunnya, umumnya berumur 3

bulan

- Mentimun : buah muda berumur 1,5 bulan

* Nangka, pepaya, labu siam

Buah nangka, pepaya dan labu siam yang dimanfaatkan sebagai sayur dipungut sewaktu masih muda.

1. B. Teknologi Lepas Panen

Di Indonesia sebagai daerah tropis, buah-buahan dan sayur-sayuran dihasilkan sesuai musim secara bergiliran. Hasilnya bervariasi, tetapi memiliki ciri yang sama yaitu pada musim panen hasil berlebihan, karena :

1. Dipanen serempak
2. Penanganan kurang baik
3. Sarana dan prasarana transportasi yang buruk

Buah-buahan dan sayur-sayuran untuk komoditas perdagangan memerlukan penanganan yang baik (menarik, bebas kerusakan / kebusukan serta menguntungkan), karena komoditas tersebut umumnya dikonsumsi dalam bentuk segar, maka penanganannya yaitu penanganan segar.

1. 1. Penanganan Lepas Panen Buah Mangga

Mangga merupakan tanaman yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, karena :

1. Banyak dibutuhkan manusia terutama vitamin A dan C
2. Menguntungkan pendapatan yang besar dalam jangka waktu yang panjang
3. Bisa diolah lebih lanjut untuk berbagai kebutuhan
4. Termasuk komoditas penghasil devisa negara (komoditas ekspor). Contoh Arumanis, Manalagi, Golek, Gedong, Madu Anggur, Dyrih, Wedah, Sophia, Cengkir, dsb.

Panen buah sebaiknya pada sebagian buah telah dewasa berada pada tingkat masak optimal, dengan tanda-tanda sebagai berikut :

1. Kulit buah berwarna hijau pekat, atu kekuning-kuningan atau agak jingga
2. Adanya lapisan lilin pada kulit buah
3. Bila diketuk dengan tangan menyuarakan bunyi

* Penanganan Tahap pertama, ada 3 yaitu :

Penyortiran, pencucian atau pembersihan. Penyotiran didasarkan kepada ukuran, kemulusan dan kemasakan. Pencucian atau pembersihan agar tidak ada kotoran, cendawan atauapun telu hama dan penyakit yang menempel. Agar produk dalam keadaan segar (untuk memenuhi kebutuhan pasar yang tidak segera) perlu dibantu dengan perlakuan pendinginan.

(a) Pendinginan alami

Buah mangga yang telah disortir dan dibersihkan ditempatkan pada ruangan dengan temperatur dan kelembaban uadar (RH) yang terkendali, yaitu temperatur 8-10 0C dan RH 85-90%. Sebagai refrigator digunakan es (udara es)

(b) Pendinginan mekanis

Digunakan alat bantu sistem kompresi yang dalam cara pendinginan dipakai uap yang diberi tekanan.

(c) Pengemposan atau pemeraman

Beberapa cara pengemposan atau pemeraman :

1. Buah mangga dewasa yang belum masak dalam lubang di bawah tanah yang terlebih dahulu dialasi daun pisang,kemudian ditimbun tanah. Asap panas dihembuskan ke dalam lubang melalui lubang di salah satu sisi. Pengasapan secukupnya setiap hari (sampai 3-4 hari) dan setelah pengasapan lubang harus ditutup rapat.
2. Sama seperti butir 1, tetapi tanpa diasapi, buah dewasa terlebih dahulu dibungkus daun mindi yang masih segar.
3. Pengemposan dengan gas asetilena dan etilena ; biasanya digunakan CaC2 (karbid) yang diberi air sehingga menjadi reaksi sbb :

CaC2 + H2O → Ca (OH)2 + C2H2 (asetilena)

C2H2 + H2 → C2H4 (etilena)

* Penanganan Tahap Kedua

Setelah diperoleh buah mangga terpilih dengan kondisi yang menarik / bagus, maka penanganan tahap kedua perlu segera dilaksanakan yaitu :pengepakan, penyiapan dalam gudang dan pengangkutan dalam rangka pengiriman.

1. a. Pengepakan

Bahan pengepakan yang baik adalah kotak-kotak kayu yang kering (selesai dijemur) berukuran 60 cm x 28,5 cm x 28,5 cm. Kayu penutup bagian sisinya dibuat jarang-jarang agar aerasi berlangsung baik. Kotak kayu perlu dilapisi jerami / serabut kelapa, daun pisang atau kertas minyak agar lebih rapih dan menarik. Mangga yang akan disusun harus dalam keadaan kering dan kotak setelah diisi, peti ditutup dan diikat baik-baik.

Pengepakan dengan keranjang bambu atau peti dari anyaman bambu kurang baik, karena menimbulkan kerusakan sekitar 25 – 30 %.

1. b. Penyiapan dalam gudang

Kondisi gudang hendaknya dipertahankan dengan baik, bersih dan tidak tercampur dengan penempatan produk tanaman lainnya yang mengeluarkan bau yang dapat mempengaruhi, seperti : kopra, dsb. Sekiranya pengiriman masih menunggu beberapa hari, kondisi gudang dengan temperatur 80 – 100 C dan kelembaban 85-90 %.

1. c. Pengangkutan dalam rangka pengiriman

Pengiriman ke pasar tujuan atau konsumen dengan menggunakan kendaraan bermotor, kereta api, kapal terbang pada waktu sekarang jarang menimbulkan masalah. Kendaraan khusus yang dilengkapi dengan pendinginan biasanya dilengkapi oleh perusahaan-perusahaan pengangkutan. Pengangkutan dengan kapal laut masih sering menimbulkan masalah, karena tanpa perjanjian khusus penempatannya dalam ruang kapal laut akan bercampur baur dengan barang angkutan lainnya.

1. 2. Penanganan Lepas Panen Buah Nenas

Penanganan tahap pertama :

1. a. Sortasi

Sambil melakukan pemilihan buah nenas yang mulus dengan yang cacat / mengalami kerusakan, tangkai buah yang mulus diseragamkan panjangnya 3-4 cm, sedangkan buah nenas yang cacat akan dikirim ke tempat pengalengan atau pengolahan lainnya agar dibuang saja tangkainya.

1. b. Pengemposan

Pengemposan dilakukan untuk mendapatkan buah yang mulus dengan warna buah yang senpurna. Pengemposan menggunakan CaC2 (karbid), sehingga gas asetilena (Ca (OH)2 + C2H2) ) atau gas etilena (C2H4).

1. 3. Penanganan Lepas Panen Buah Tomat

Buah tomat dimanfaatkan dalam keadaan masih segar ; dimakan langsung, dijadikan sayur, minuman selai, segar, sauce dan sebagainya. Buah tomat banyak mengandung vitamin A dan C.

Tujuan penanganan lepas panen tomat adalah : hasil tomat segar, tidak cacat dan menarik untuk dipasarkan.

Penanganan tahap pertama

1. a. Pemanenannya tergantung tujuan

- Untuk tujuan pemasaran harus dilakukan pada kondisi sedikit di bawah masak.

- Untuk tujuan pengolahan (pengalengan, pembuat minuman, selai, sauce, dsb) harus dipanen telahmasak dengan warna kulit buah merah.

1. b. Sortasi

- Untuk tujuan pemasaran segar dipilih berdasarkan ukuran, warna dan kerusakan.

- Untuk tujuan pengolahan (industri) sama seperti di atas, tapi yang rusak dengan kondisi tertentu masih dapat dimanfaatkan.

Penanganan tahap kedua

1. Pengepakan
2. Pengangkutan
3. Penyimpanan sementara

Hal yang perlu diperhatikan pada wktu sortasi adalah buah tomat yang menderita penyakit fisiologis (Blosson End Rot) yaitu adanya bagian yang agak lemah membasah, berwarna agak lain (kecoklatan) dan akhirnya membusuk. Penyakit Blossom End Rot biasanya terjadi akibat dari pertanaman sebagai berikut :

1. Kurang teraturnya penyiraman
2. Terlalu banyak mendapat nitrogen
3. Kekurangan kalsium

1. 4. Lepas Panen Kubis

Untuk melindungi dan mempercepat terbentuknya “Curd” (hasil kubis yang dimakan) dapat dilakukan pengikatan ujung daun (mahkota) dengan tali yang lunak. Untuk mendapatkan hasil yang baik curdnya memerlukan penanganan yang baik sejak pemindahan dari pembibitan ke pertanaman dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Jarak tanam 45 cm x 45 cm atau 60 cm x 60 cm
2. Pemberian pupuk kandang yang cukup
3. Pemberian CAN (pupuk N)
4. Penyiraman yang teratur
5. Pengendalian hama dan penyakit

Curd yang memuaskan :

1. Curdnya besar 1 – 2 kg / buah
2. Berbentuk bulat atau pipih dan sangat padat
3. Warna curd putih dan bersih
4. Tidak cacat

Penanganan tahap pertama

1. Pemanenan
2. Sortasi dan pembersihan

Penanganan tahap kedua

1. Pengepakan / pengemasan (peti kayu ukuran 1 m x 1 m x 1 m)
2. Pengangkutan
3. Penyimpanan (00 dengan RH 85 – 95 %)

1. 5. Penanganan Lepas Panen Ubi Kayu (Manihot Esculenta)

Ubi kayu biasanya dipanen setelah berumur 9-12 bulan bahkan sampai 18 bulan. Apabila terlalu lama melampaui umur panen, ubinya banyak berserat dan berkayu (become fibrous and wrody).

Tanpa penanganan yang cepat, ubi akan cepat membusuk, misal disimpan lebih dari 3 hari. Penanganan ubi yang pahit di pabrik tepung kanji selalu dilakukan dengan cepat dikuliti, dibersihkan, diparut dan selanjutnya diolah menjadi tepung kanji.

Penanganan tahap pertama :

1. Pemanenan
2. Pengupasan kulit ubi, sebaiknya dilakukan di lingkungan kebun dekat perumahan petani.

Mengulitinya dengan pisau, limbahnya jangan dibuang karena bermanfaat sebagai pupuk atau bahan pakan ternak. Setelah dikuliti apabila akan dibuat gaplek harus direncanakan gaplek yang dikehendaki, antara lain :

1. Gaplek gelondongan
2. Gaplek chips (potongan-potongankecil)
3. Gaplek pellets, berbentuk silindris
4. Gaplek tepung

Penanganan tahap kedua :

1. Sulfitasi dan pengeringan

Untuk mendapatkan hasil gaplek yang baik, potongan ubi kayu yang telah dicuci harus mendapat perlakuan sulfitasi, yaitu merndam selama ± 30 menit dalam larutan natrium bisulfity encer (3%).

Cara lain yaitu sulfuring (pengasapan dengan zat belerang).

Pengeringan gaplek dapat dilakukan dengan cara penjemuran pada teriknya sinar matahari atau menggunakan alat (dryer) sekitar 60-65 0C sampai kadar air 12-14%.

1. Penyimpanan dan pengepakan

1. 6. Penanganan Lepas Panen Kentang

Pada umumnya konsumen / pasar sangat menyukai ubi kentang yang segar, cukup tua, tidak cacat dan bebas dari hama penyakit.

Penanganan tahap pertama :

1. Pemanenan

Dipanen umur 3-4 bulan dan ditandai dengan daunnya telah menguning

1. Pembersihan dan sortasi

Pembersihan dapat dilakukan dalam keadaan kering (mengusapnya dengan tangan) dan dapat dengan cara pencucian dengan tangan supaya tidak luka / rusak.

Penanganan tahap kedua :

1. Penanganan kentang segar

ü Grading (biasanya berdasarkan ukuran dan kerusakan)

ü Pengemasan / pengepakan

ü Penyimpanan

1. Penanganan kentang kering

ü Pengolahan

ü Pengepakan

1. V. KEGIATAN-KEGIATAN DALAM GUDANG PENGEMASAN

Kegiatan utama di gudang-gudang pengemasan adalah sortasi, pengeringan menurut ukuran dan menurut mutu. Adapula kegatan tambahan seperti menghilangkan warna hiaju, pengawetan, pencucian, pembengketan, perlakuan dengan zat kimia dan pendinginan pendahuluan. Urutan kegiatan bervariasi menurut jenis hasil yang ditangani. Kegiatan-kegiatan ini merupakan langkah pendahuluan yang essensial untuk penyimpanan, pengangkutan dan pemasarannya.

Pengawetan

Ubi jalar, talas, kentang, bawang putih dan hasil semacam itu diawetkan dulu sebelum disimpan atau dipasarkan. Permukaan yang terluka atau mengalami kememaran diberi waktu untuk menjadi sembuh dengan membiarkan pada suhu sekitar selama beberapa hari. Proses penyembuhan perlu sekali, supaya umur simapnnya tidak berkurang. Ubi jalar diawetkan pada suhu 910F dengan RH 95-99 %. Kentang pada suhu 45-500F selama 10-12 hari dengan RH 90-95%.

Penghilangan Warna Hijau

Penghilangan warna hijau merupakan proses pembongkaran zat warna hijau dalam buah, biasanya menggunakan C2H4 atau zat pembangkit perubahan metabolik serupa. Proses penghilangan warna hijau dilaksanakan dalam ruang perlakuan khususnya dengan suhu dan kelembaban terkendali yang diberi C2H4 kadar rendah (1 : 50.000). C2H4 dapat diberikan baik dalam bentuk gas murni (metode tembak) atau menggunakan asap pembakaran minyak tanah yang tak sempurna.

C2H4 berguna untuk menghidrolisis stroma plastida dan menghasilkan bahan yang dapat digunakan dalam respirasi; sebagai hasilnya klorofil tidak terhitung lagi dan diserang oleh klorofilase dan seterusnya dioksidasi H2O2 dengan adanya Fe(OH)2 katalisator. Pada reaksi-reaksi ini mutu internal buah tidak berubah, sebab kegiatan-kegiatan itu terpusat di lapisan sub-epidermal kulit.

Pendinginan Pendahuluan

Suhu tinggi merusak mutu simpan buah-buahan dan sayur-sayuran, tetapi suhu tinggi hasil panen tidak dapat dihindarkan, terutama bila pemanenan dilakukan pada hari-hari panas. Pendinginan pendahuluan merupakan upaya untuk menghilangkan panas lapangan ini. Tujuan pendinginan pendahuluan adalah memperlambat respirasi hasil, memperkecil kerentanan terhadap serangan mikroorganisme, mengurangi kehilangan air dan meringankan beban sistem pendinginan pada pengangkutan. Berbagai cara pendinginan pendahuluan dapat digunakan sebagai berikut :

- Pendinginan dengan udara

Pendinginan dapat dengan cepat menggunakan zat-zat pendingin seperti udara, air es, es atau hampa udara. Suhu udara pendingin jangan sampai lebih rendah dari 300F untuk menghindarkan pembekuan. Pendinginan pendahuluan mempunyai suhu akhir 300F, buah tidak menunjukkan pembusukan, kehilangan berat rata-rata kurang dari 1% dan pendinginan dapat berlangsung 1 sampai 1,5 jam.

- Pendinginan dengan air

Pendinginan dengan air dapat cepat menyerap panas lapangan hasil panen. Cara ini digunakan dengan hasil yang menguntungkan pada sayur-sayuran daun untuk mempertahankan tekstur dan kesegarannya. Buah yang didinginkan dengan air ternyata lebih rentan terhadap kebusukan setelah dihangatkan. Kadang dapat terjadi kerusakan pendinginan (Chilling Injury) pada jeruk setelah pendinginan pendahuluan.

- Pendinginan dengan hampa udara

Pendinginan dengan hampa udara merupakan cara pendinginan pendahuluan yang paling cepat untuk sayuran daun. Pendinginan hampa udara terdiri atas sebuah autoklaf besar berukuran panjang 49,2 kaki dan diameter 7,4 kaki yang mempunyai penyembur-penyembur uang air (steam ejectors). Keadaan hampa diperoleh dalam tiga tahap : 15 inci, 0.2 inci dan akhirnya 0,016 inci. Azas yang digunakan adalah pendinginan melalui penguapan. Pada tekanan udara 29,9 inci air menguap pada suhu 2120F dan pada tekanan 0,018 inci air akan diuapkan pada suhu 300F.

Waktu separuh pendinginan (half Cooling Time)

Dalam semua cara pendinginan pendahuluan digunakan istilah waktu separoh pendinginan, maksudnya waktu yang diperlukan untuk menurunkan perbedaan awal antara suhu buah dan zat pendinginannya menjadi separohnya.

Bila suatu hasil diberi perlakuan pendinginan pendahuluan dengan cara tertentu mempunyai waktu separoh pendinginan 12 jam, hasil itu akan turun suhunya dari 800 menjadi 600F dalam waktu 12 jam, bila suhu pendinginannya 400F, dalam 12 jam berikutnya suhu hasil akan turun menjadi 500F, dalam 12 jam berikutnya menjadi 450F dan seterusnya.

Pencucian

Konsumen menginginkan hasil buah yang bersih, maka kebanyakan buah-buahan dan sayur-sayuran dicuci sesudah dipanen, karena pencucian dapat meningkatkan kenampakan hasil.

Langkah-langkah dalam teknik pencucian yang tepat

Pemotongan dan pembuangan bagian-bagian yang busuk atau rusak dilakukan sebelum pencucian.

Di gudang-gudang pengemasan yang kecil, buah biasanya dicelupkan dalam larutan Natrium Hipoklorit atau CaCl2, kemudian dibilas dengan air bersih, dibiarkan menjadi kering sebelum dikemas. Untuk pekerjaan besar-besaran digunakan pencucianmekanik. Secara singkat, mula-mula pencucian dilakukan dengan sabunatau detergen, yang disusul dengan penyikatan. Deterjen yang umum digunakan ialah Natrium Metasilikat, Natrium Karbonat atau Trinatriun Faosfat. Pad pencucian sebaiknya digunakan sikat yang lunak. Sesudah penyikatan buah dibilas dengan air bersih.

Pengeringan

Pengeringan menghilangkan air di permukaan yang berlebihan dari buah-buahan dan sayur-sayuran. Pengeringan diperlancar dengan penghamburan udara panas atau dengan sederetan sikat pengering berputar yang mempunyai serat-serat yang lunak.

Pelapisan dengan Lilin

Buah-buahan dan sayur-sayuran mempunyai selaput lilin alami di permukaan luar yang sebagian hilang oleh pencucian. Suatu lapisan lilin tambahan yang tidak berkesinambungan dengan kepekatan dan ketebalan yang cukup, diberikan dengan sengaja (artificial)untuk menghindarkan keadaan anaerobik di dalam buah, dan memberikan perlindungan terhadap organisme pembusuk. Pemberian lapisan lilin penting sekali, khususnya bila terdapat luka-luka dan goresan kecil pada permukaan buah atau sayuran. Keuntungan lain dari peberian lapisan lilin adalah peningkatan mengkilapnya. Dengan demikian kenampakan menjadi lebih menarik dan menjadikan barang itu lebih dapat diterima oleh konsumen.

Emulsi lilin yang umum digunakan yaitu lilin tebu, lilin karnaerba, resin terpentin termoplastik, selak, resin, dsb. Pemberian lilin dapat dilakukan dengan pembusaan, penyemprotan, pencelupan atau pengolesan. Pembusaan merupakan cara pemberian lilin yang memuaskan, karena meninggalkan lapisan lilin yang sangat tipis.

Sortasi Mutu (Grading)

Buah-buahan dan sayur-sayuran mempunyai variasi mutu yang luas, yang disebabkan oleh faktor-faktor genetik, lingkungan dan agronomi. Sortasi mutu diperlukan untuk mendapatkan keuntungan yang memadai sesuai dengan mutu barang.

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD, 1970), sortasi mutu didasarkan atas kesehatan, kesegaran, kebersihan, ukuran, bobot, warna, bentuk, kemasakan, kebebasan dari barang-barang asing dan penyakit, kerusakan oleh serangga dan luka-luka mekanik.

Tiga kategori yang umum terdapat dalam dokumen klasifikasi ialah kelas “ekstra”, kelas 1 dan kelas 2. Seleksi mutu dapat dilakukan dengan tangan atau secara mekanik.

Sortasi Menurut Ukuran

Setelah sortasi mutu, hasil dipilah-pilah menurut ukurannya untuk mendapatkankeseragaman. Sortasi dengan tangan berguna untuk pengemasan kecil-kecilan, untuk operasi besar-besaran digunakan berbagai alat penyortir menurut ukuran, yang didasarkan baik atas bentuk maupun atas berat produk.

Pembebasan Dari Serbuan Hama

Salah satu jenis hama yang paling penting dalam produksi tanaman adalah lalat buah. Buah pepaya, mangga, semangka, dan sebagainya, sangat rentan terhadap serangan lalat buah.

Dua cara pe,bebasan dari hama yang diperbolehkan untuk buah pepaya ekspor adalah perlakuan dengan panas uap dan pengasapan dengan EDB. Perlakuan dengan penyinaran masih harus menunggu izin dari lembaga-lembaga pemerintah yang berwenang.

Dalam perlakuan dengan panas uap, buah pepaya yang ditempatkan dalam peti-peti kebun terbuka, mula-mula diberi perlakuan pendahuluan berupa pemanasan pada suhu 1100F selama 11 jam dengan RH 40%. Cara ini meningkatkan jumah serangga yang terbunuh. Setelah perlakuan pendahuluan buah dikenakan keadaan yang jenuh uap air (RH = 100%) selama 8,75 jam pada suhu 1100F. Setelah perlakuan buah pepaya didinginkan sampai kira-kira suhu udara dengan sirkulasi udara dan kemudian dikemas dalam kardus yang terbuat dari papan serat berombak. Pengemasan dalam ruang-ruang yang seluruhnya diberi kasa menghindarkan serbuan ulang oleh serangga.

Pada pengasapan dengan EDB, buah pepaya yang dikemas dalam peti kebun terbuka, pertama-tama dibenamkan dalam air panas (1200F) selama 20 menit, kemudian didinginkan dalam air mengalir selama 20 menit. Sesudah itu diperlakukan dengan EDB dengan takaran 0,5 lb untuk tiap ruang berukuran 1000 kaki kubik selama 2 jam pada suhu buah yang tiadk lebih rendah dari 700F.

Perlakuan dengan panas uap dapat membebaskan hama dan mengendalikan pembusukan tapi biasanya relatif mahal dibanding dengan perlakuan pengasapan.

Lalat buah pepaya sudah dapat dibunuh oleh sinar dengan takaran 21 krad saja, padahal buah tahan penyinaran sampai 100 krad. Umur ketahanan buah yang telah disinari dapat diperpanjang, asal pembusukan dalam penyimpanan dapat dikendalikan. Pengaruh gabungan antara penundaan kematangan oleh penyinaran dan pengendalian pembusukan oleh perlakuan dengan air panas, menjadi sebab lebih panjangnya umur ketahanan.

Pemberian Warna

Setelah menghilangkan warna hijau, warna buah mungkin masih pucat. Pemberia warna meningkatkan intensitas warna buah yang menjadi lebih menarik bagi konsumen.

Untuk buah jeruk hanya ada satu zat warna yang dibolehkan untuk penggunaan secara umum, yaitu : merah jeruk (Citrus Red) No. 2 dengan 1- (2,5- dimetoksifenilazo)-2 naftalin dengan toleransi yang telah ditentukan sebesar 2 ppm.

Kadang-kadang zat warna ditambahkan pada lilin, sehingga hanya memerlukan perlakuan sekali saja. Lilin berwarna digunakan pada jenis kentang Irlandia merah, ubi jalar dan sayuran lainnya. Zat warna itu memperbaiki warna memberikan rona seakan-akan umbi-umbi di atas baru saja dipungut.

BEBERAPA TEKNIK

PENANGANAN PRAKTIS

Berikut ini akan disampaikan beberapa teknik yang mungkin mempunyai nilai praktis dalam penanganan komoditi hortikultura di Indonesia. Karena banyaknya jenis komoditi hortikultura berikut ini hanya akan diutarakan beberapa contoh saja.

1. A. KOMODITI PISANG
2. 1. Pemanenan

Pemanenan pisang seharusnya dilakukan dengan sangat hati-hati. Sebelumnya dipilih pada tingkat masih hijau tetapi sudah tua. Caranya dengan menaruh tandan pisang di atas rak yang telah diberi bantalan yang empuk, yang diangkat di atas kepala seseorang, sedang orang lain memangkas tandan pisang sehingga lepas dari batangnya, dan kemudian diangkut pada tempat-tempat pengumpulan.

1. 2. Pembersihan

Di Stasiun atau tempat-tempat pengumpulan, tandan-tandan pisang kemudian diproses. Mula-mula sisir dipotong dari tandannya dan kemudian dibiarkan dalam tangki-tangki khusus agar lateks atau getah pisang menetes habis.

Kemudian dimasukkan kedalam bak-bak pencuci, dimana air secara kontinyu dialirkan ke dalamnya. Pembersihan pisang dengan air biasanya dialirkan dengan deras dengan pertolongan pompa tekan.

Setelah dicuci bersih, kemudian disemporot fungisida (anti kapang), yaitu thiabendazole atau benymol. Di samping disemprot dapat pula direndam, dan setelah ditiriskan (belum sampai kering), dimasukkan ke dalam kotak dengan diatur rapi dengan berat 15 – 20 kg / kotak. Kotak sebelumnya diberi alas dari daun-daun pisang untuk menghindarkan dari kerusakan mekanis dan benturan.

1. 3. Pematangan

Standar kematangan pisang berbeda dari satu jenis ke jenis. Pisang biasanya dibiarkan matang di pohon. Hal ini disebabkan karena bila pisang masak di pohon akan memiliki cita rasa (plavor) yang inetreior, tetapi dan mempunyai tendensi rontok dari pohon sebelum atau sewaktu dipanen. Karena itu pisang selalu dipanen sewaktu masih hijau tetapi sudah cukup tua.

Agar pisang dapat serentak matang dengan warna kuning seragam, cerah dan indah warnanya dapat dilakukan dengan pemeraman. Pada suhu pemeraman antara 20-240C, pisang akan cepat matang, sedang bila pematangan ingin dicapai secara lambat dapat dilakukan pemeraman pada suhu 16-170C.

Secara industri, proses pematangan dapat dilakukan pada ruangan luas sengan kapasitas 10-20 ton, dengan pengaturan dan pengendalian sirkulasi udara dan suhu yang ketat. Mula-mula dilakukan introduksi dengan mengalirkan gas ethylene (C2H2) pada konsentrasi 1000 ppm, slama 24 jam. Bila proses pematangan dilakukan dengan menggunakan gas ethylene, maka perlu dilakukan dengan hati-hati, karena kemungkinan terjadinya ledakan gas bila kadar ethylene dalam udara mencapai lebih tinggi dari 3%.

Kecepatan terjadinya pematangan sangat tergantung pada suhu pematangan setelah dialiri gas ethylene, serta seberapa jauh suhu dalam daging buah pisang akan meningkat selama proses pematangan, terutama bila pabnas respirasi menjadi meningkat 4 sampai 8 kali lebih besar.

1. 4. Tingkat Pematangan

Pematanagn pisang banyak kaitannya dengan kemajuan perubahan warna kulit yaitu dari warna hijau smpai kuning, dan timbulnya bercak-bercak coklat yang luas. Tingkat warna tersebut dapat dibagi menjadi 8 tingkat kematangan, yaitu : Tingkat 1 kulit berwarna hijau; Tingkat 2 kulit berwarna hijau tetapi sudah mulai ada bintik-bintik kuning; Tingkat 3 kulit warna kuning telah timbul tetapi warna hijaunya masih lebih banyak; Tingkat 4 kult lebih banyak berwarna kuning dari hijau; Tingkat 5 kulit berwarna kuning rata hanya ujungnya masih berwarna hijau; Tingkat 6 kulut seluruhnya berwarna kuning; Tingkat 7 mulai tumbuh bintik-bintik coklat, sdang Tingkat 8, banyak bagian-bagian kulit yang mempunyai bercak-bercak besar berwarna coklat. Tingkat 6 merupakan tingkat kematangan yang optimum untuk dikonsumsi.

Dalam penyimpanan pada suhu kamar, 12 hari sesudah dipanen mulai terjadi perubahan warna dari Tingkat ke 1 ke Tingkat ke 2. Dan Tingkat 6 dicapai dalam waktu 16 hari setelah dipanen.

1. B. CABAI MERAH

Cabai merah merupakan hasil pertanian yang sangat penting di beberapa daerah di Indonesia. Akan tetapi kerusakan cabai baik cabai merah maupun cabai rawit, diperkirakan sangat tinggi yaitu lebih dari 40 persen. Sebab-sebabnya antara lain adalah karena pembusukan oleh mikroba (Bacterium anthomonas dan Glasparium sp). Cara memperpanjang waktu simpan segar dapat dilakukan dengan cara “waxing”. Seperti halnya buah mangga, cara “waxing” pada cabai adalah menggunakan “waxing emulsion”, yaitu Waxol-W-12 dengan konsentrasi 12 persen. Karena masa simpan terbatas, maka usaha pengeringan cabai perlu mendapat perhatian. Pasaran internasional mengenai cabai kering dengan biji terutama cabai merah adalah baik, meskipun di dalam negeri masih memerlukan promosi dan peningkatan cara pemasaran.

Cara- cara tradisional pengeringan cabai di pedesaan dilakukan dengan cara pengeringan dengan sinar mtahari di atas tikar atau tanah, dengan pembalikan berulang-ulang. Tergantung kadar airnya (biasanya 74%), proses pengeringan dapat memakan waktu 15 – 21 hari. Untuk mencapai keterangan yang diinginkan dengan rendemen rendah harena hilangnya biji (dapat mencapai 10%) akibat pecah dan menyebabkan warna merah hilang selama penyimpanan sehingga tidak menarik lagi.

Cara-cara tradisional tersebut dapt dikembalikan dan diperbaiki dengan memberikan perlakuan awal yaitu dengan pencelupan cabai ke dalam emulsi ‘DIPSOL’. Di samping itu perbaikan cara pengeringan dapat dilakukan dengan dasar anyaman kawat dengan kapasitas 5-10 kg per m2. Caranya itu mula-mula cabai diselup dalam larutan emulsi, kemudian cabai-cabai telah kering dengan rendemen yang tinggi karena hanya kurang lebih 2 persen hilang karena adanya pecah dan hilangnya biji.

Emulsi “DIPSOL” terdiri dari :

K2CO 2.5 persen

Minyak kelapa 1.0 persen

Gum Acacia 0.1 persen

B.H.A. 0.001 persen

Larutan K2CO3, gum acacia dan B.H.A. dalam minyak kelapa aduk kemudian dicampurkan. Selanjutnya campuran dikocok atau diaduk. Untuk 11 kg cabai segar hanya diperlukan 7.5 persen emulsi.

1. C. BAWANG (Allium Cepa)

Masa simpan bawang segar sangat terbatas, disebabkan karena adanya gejala-gejala lepas panen yang tidak dikehendaki yaitu perkecambahan dan timbulnya akar yang lebat. Hal ini terjadi pada penyimpanan suhu kamar maupun suhu dingin (2-30C). Keaaadn tersebut dapat mengakibatkan bawang menjadi tidak enak dimakan dan dalam jumlah yang besar bawang tidak dapat dipasarkan, menjadi busuk dan terbuang.

Salah satu cara untuk menghambat terjadinya perkecambahan dan pengakaran ialah dengan mengatur RH ruang penyimpanan sehingga selalu berada di sekitar 60 persen. Tetapi cara ini sangat kurang praktis dan memerlukan biaya yang mahal. Cara lain yang mempunyai penggunaan praktis di masa depan adalah pemakaian “plant growth regulation” yaitu suatu hormon tanaman yang dapat mempengaruhi proses pertumbuhan umbi-umbi dan biji-bijian.

Pada umumnya “plant growth regulator” dapat dibagi menjadi dua, yaitu “growth promoters” dan “growth inhibitors”. Dengan penggunaan “growth inhibitor” misalnya Maleic Hidrazide (MH) perkecambahan dan pengakaran bawang dapat dibhambat atau dicegah. MH merupakan bahan kimia yang non carcinogenic. Di pasaran dapat dijumpai dalam dua jenis yaitu MH 40 dan MH 90, keduaya bersifat larut dalam air dan masing-masing mengandung 40-90 persen garam natrium dari MH. Kedua-duanya dapat digunakan pada hasil pertanian pangan.

MH dapat digunakan terutama pada “pre-harvest treatments”. Cara mempersiapkan bahan : diperlukan larutan MH dengan konsentrasi 400-600 dilarutkan dalam air hangat dan campur air dingin sehingga menjadi satu liter MH (400-600 ppm). Penyemprotan dilakukan kira-kira sekitar 8-10 hari sebelum panen yaitu sebelum tanaman berbunga. Bila tanaman sudah sempat berbunga dan baru disemprot, maka MH tidak efektif lagi.

Bawang-bawang yang tidak disemprot hanya tahan sampai 30 hari sebaliknya bawang-bawang akan tahan simpan 3-4 bulan pada suhu kamar atau 8 bulan pada suhu dingin (2-30C, RH 85-90 %), bila disemprot terlebih dahulu.

1. D. NENAS (Ananas Comosus)

Nenas kadang-kadang disebut raja dari buah-buahan, sementara pihak lain menyebut durian sebagai rajanya buah-buahan. Buah nenas komersil yang memiliki arti yang penting adalah (a) varitas spanis dengan daging putih (b) varitas queen dengan daging kuning dan (c) varitas cayenne dengan daging kuning.

Jenis nenas yang terkenal di Indonesia adalah nenas Palembang yang besar-besar berwarna kehijauan dan nenas bogor yang kecil dan berwarna kuning. Di samping itu juga dikenal jenis nenas lain seperti misalnya nenas kendal, nenas munggol, nenas mendalung, nenas monseret, nenas klayatan dan nenas merah.

Nenas dibudidayakan dengan cara vegetatif, berbuah setelah ditanam 18-23 bulan. Setiap tanaman menghasilkan satu buah. Buah pertama disebut perdana (pant crop; fruit). Setelah 12 bulan lagi meproduksi buah kedua (ratoo crop). Buah kedua biasanya lebih kecil dari buah perdana.

Dari seluruh buah segar, hanya 53 % saja yang dapat dimakan. Asam yang terdapat dalam nenas rata-rata 0.72 persen, terdiri sebagian besar dari asam sitrat (83%) dan sisanya asam molat (13%).

Kematangan buah nenas dibagi tiga tahap yaitu tua (onnature), setengah matang (half ripe), matang (ripe). Buah dianggap sudah tua bila seluruh kulit masih berwarna hijau, dan setengah matang bila seperempat kulit buah sudah berwarna kuning, dan bila sebagian besar (3%) permukaan buah sudah menjadi kuning disebut matang. Cara lain penentuan tahap pematangan juga dalam praktek, misalnya derajat kematangan 25, 50 75 dan 100. Di berbagai negara nenas diklasifikasikan berdasarkan grade 1-4 atau berdasar ukuran diameter dan panjang. Grade pertama misalnya mempunyai diameter minimal 12.5 cm dan grade ke empat diameter 2.5 cm.

Selama penyimpanan pada suhu 240C, warna kuning kuit hanya meliputi 1 persen, tetepai setelah 5 hari dapat mencapai 57 persen, dan selain 8 hari 80 persen dan mencapai 98 persen setelah penyimpanan 15 hari.

Pada umumnya kerusakan yang sering terjadi pada buah nenas disebabkan pembusukan oleh jamur dan bakteri. Jamur yang menyebabkan kerusakan adalah Thielaveopsis paradosa (black rot), Penicillum dan Fusarium. Hal itu mudah terjadi terutama bila tangkai dan daun mahkotanya dipotong. Karena itu secara tradisional pemasaran nenas segar secara sengaja tidak memotong tangkai dan daun mahkota.

Penyimpanan

Nenas yang dipetik mature green, tanpa warna kuning dalam kulit, sangat peka terhadap chilling injuries bila disimpan pada suhu kurang dari 100C. Pada transportasi nenas yang matang (ripe) dianjurkan untuk menggunakan suhu 8.50C. Perendaman nenas yang tua tetapi masih hijau dalam 500 ppm, 2.4.5 trichloro phenoxyacetic acid dapat mempetpanjang masa simpan nenas selama 14-30 hari bila nenas disimpan dalam suhu kamar. Senyawa tersebut bertindak sebagai hormon pencehgah kelayuan (Bose, dkk, 1962).

Pengolahan

Nenas dapat diolah menjadi produk industri seperti misalnya nenas kaleng, sari nenas, blended sari buah, yaitu campuran sari dari berbagai buah seperti mangga, pisang, buah jambu mete dan lain sebagainya.

Kadar air nenas waktu “ripe” sekitar 85 %, kadar pektin banyak pengaruhnya terhadap daya kekuatan untuk dikaleng. Yang tidak dapat dikaleng disebut “fragile’ dan biasa disebut normal. Jenis yang “fragile” biasanya kandungan marc (senyawa alkohol yang tidak larut) lebih tinggi dari yang normal, jenis “fragile” mengandung serat sedikit tetapi tinggi kadar pektinnya, demikian juga hemiselulosanya. Pada pektin nenas normal kadar esterifikasinya sangat tinggi.

Meskipun rasa nenas dapat disebabkan oleh berbagai komponen volatile dan non volatile, sebagian besar aroma nenas disebabkan oleh senyawa 2.5 dimethyl -4-hydroksi -3 (2h) – fu – ranone.

Limbah industri nenas dapat digunakan untuk produksi enzim proteolitis (pengempuk daging) dan makanan ternak.

Buah nenas dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan awet diantaranya :

(a) Pengalengan nenas dalm bentuk slices, tidbits maupun chunck atau diced (dengan sterilisasi 2120F selama 10-15 menit).

(b) Sari buah nenas, sari buah yang tiadk begitu disenangi, agar supaya stabil perlu dihomogenisasi dan dipasteurisasi pada suhu 140-1450F selama beberapa menit. Dapat dikemas dalam botol maupun kaleng. Sari buah nenas dapat dibuat konsentrasi, dengan penguapan sehingga kadar padatan terlarut akan mencapai lebih dari 65 persen. Dikemas dalam kaleng besar (sterilisasi 2120F selama 15 menit).

(c) Jam dan selai nenas

(d) Manisan nenas

(e) Sale nenas

(f) Wine nenas dan

(g) Cuka nenas

1. E. BAWANG BOMBAY

Bawang bombay (allium cepa L) dapat dibagi dua menurut besarnya yaitu ukuran besar (2-4 inchi diameter) dan ukuran kecil (1/2 1 inchi diameter), warnanya dapat bervariasi dari putih, kuning dan merah serta warna antara.

Kandungan bahan kering sekitar 10-15 persen. Kandungan kadar gula (berat keting) adalah 41.5-74 persen, gula pereduksi 12-23 persen dan phenol 1.8-3.0 persen. Semakinmerah warna bawang semakin tinggi kadar phenol.

Komponen volatile (mudah menguap) dari bawang bombay adalah thiosulfinate, suatu senyawa yang merupakan zat laceri matony = senyawa yang dapat menyebabkan menetesnya air mata, terhirup atau kena mata. Jumlah senyawa laceri matony tersbut sekitar 12.5 – 62.0 mg/100 gr berat basah. Jenis bawang putih yang terkenal ialah punyap 48, salah satu jenis bawang yang paling tinggi daya simpannya.

Kehilangan dan Kerusakan

Di daerah tropis jumlah kehilangan dan kerusakan bawang bombay setelah dipanen sekitar 20-40 persen. Sebagian besar kerusakan dan pembusukan bawang bombay disebabkan oleh Botrytis allii yang terjadi sebelum penyimpanan. Kerusakan tersebut mencapai 15-20 persen. Di samping itu kerusakan oleh Fusarium oxysporum mencapai sekitar 5 persen, penyakit lain dapat disebabkan oleh bakteri Erwina carotovora.

Yang dimaksud kerusakan fisik adalah dalam bentuk memardan luka yang menyebabkan pengempukan dan kerusakan tenunan sehingga merangsang proses pembusukan akibat cara pemanenan dan penanganan yang sembrono. Di samping itu cara pemupukan curah yang terlalu tinggi dan berat akan menyebabkan terjadinya banyak pememaran (lebih dari 1.5 meter).

Ejkspos atau membiarkan bawang-bawang kena sinar terang yang kuat selama beberapa hari akan menyebabkan terjadinya penghijauan (greening) khususnya bawang jenis putih. Di mana kulit luar menjadi berwarna hijau muda atau tidak hijau tua, dan biasanya diikuti rasa yang hambar, tidak enak.

Penyebab kerusakan lain adalah terjadinya pertumbuhan akar. Pertumbuhan akar tersebut terjadi selama dalam penyimpanan suhu pada suhu dingin sekali dalam hal ini. Dengan timbulnya akar, akanmenjadi tempat awal permulaan proses pembusukan.

Kelengasanudara di atas 85 persen dalam penyimpanan dapat terjadi khususnya dalam kantong plastik yang tidak berventilasi, yang digunakan untuk mengemas bawang bombay tersebut dan hal ini penyebab utama terjadinya pertumbuhan akar. Pada keadaan lengas udara yang merupakan tinggi dan suhu tinggi, pertumbuhan akar akan telah terjadi hanya dalam beberapa hari saja.

Perkecambahan merupakan proses fisiologi yang normal yang harus terjadi bagi umbi-umbian. Kondisi penyimpanan sendiri bukan penyebab perkecambahan, tetapi hanya mempengaruhi laju, percambahan jadi dapat mempercepat atau memperlambat. Pengaruh kelengasan udara sedikit sekali terhadap perkecambahan, tetapi proses perkecambahan dipengaruhi oleh suhu. Persentase terjadinya perkecambahan meningkat dengan meningkatkan suhu. Pada perbedaan suhu penyimpanan selama 4 bulan (RH 80-90 %) terjadinya percambahan meningkat dari 0-10 persen dan 15 persen.

Penyimpanan pada suhu rendah sekitar 00C adalah yang terbaik atau semakin dingin semakin baik. Bawang bombay juga tidak tahan atau cepat rusak oleh pengaruh amonia, controlled atmosphere (CAS) dan proses pembekuan. Bila kena amonia warna asli kulit bawang berubah. Udara dengan kadar CO2 tinggi (2-10%) merupakan penyebab kerusakan utama pada CAS.

Cara Pemanenan

Pemanenan

Di beberapa daerah, saat panen bawang bombay tergantung keperluan, tetapi biasanya waktu yang baik bila 15-10 persen bagian puncaknya pecah atau layu. Untuk tujuan “green onion” misalnya biasanya hanya memerlukan 45-90 hari sejak ditanam tetapi bila untuk tujuan umbi tua diperlukan waktu 90-150 hari, tergantung jenis bawangnya.

Bawang dianggap tua (mature) bilatenunan leher bawang telah mulai melunak dan ujung mulai layu dan warna berubah (hilang). Di negara tropis terjadinya warna atau bentuk pigmen merah menentukan derajat kematangan bawang. Waktu panen sangat menentukan mutu bawang bila dipanen terlalu dini menyebabkan tingginya jumlah berkecambahan, terlalu tua akan menyebabkan tumbuhnya akar selama penyimpanan.

Umbi-umbi yang panjang lehernya dibiarkan minimal 1 atau 2 cm akan lebih tahan terhadap penyakit daripada yang lehernya seluruhnya dipangkas.

Kuring (Curing)

Sebaiknya bawang-bawang dibiarkan mengalami kuring sempurna sebelum disimpan dalam rak-rak penyimpanan. Dan rak tersebut dibuat “mobile” sehingga bisa didorong ke luar untuk dipanaskan, biasanya diperlengkapi pelindung atas untuk melindungi dari sengatan teriknya matahari.

Waktu kuring biasanya 3-4 minggu atau lebih lama, tergantung keadaan cuaca. Di samping kuring dapat dilakukan di udara terbuka secara alami, dapat pula dilakukan kuring buatan dengan alat pengatur suhu dan RH. Kuring buatan biasanya dilakukan 14-17 hari pada suhu sekitar 350C atau 460C selama 16 hari denganRH di atas 65 persen. Setelah kuring, bawang dibersihkan, ditentukan mutu (grade) dan dikemas.

Penyimpanan dingin

Penyimpanan dingin yang bisa digunakan adalah penyimpanan pada suhu 00C dengan RH 65-750 dengan RH tersebut biasanya tidak akan menstimulir pertumbuhan akar. Sirkulasi udara yang cukup diperlukan untuk mengeluarkan uap air. Jumah udara yang diperlukan sekitar 1 cfm/ft3 bawang. Pada penyimpanan tersebut bawang dapat tahan simpan selama 16-20 minggu.

Penyimpanan suhu tinggi

Pada umumnya bawang bombay juga dapat disimpan pada suhu yang relatif tinggi (29-350C). tetapi hasilnya (khususnya warna penampakan dari luar) kurang menarik bila dibandingkan suhu dingin. Kecuali bila kelak akan dikeringkan menjadi ‘onion flakes’ maka hasilnya akan jauh lebih baik bila dibandingkan yang didinginkan.

Penyimpanan pada suhu 300C tidak akan mengurangi jumlah padatan terlarut tetapi akan menurunkan kandungan gula pereduksi.

Umbi bawang bila sudah mencapai tingkat pematangan yang optimal biasanya berada di masa dorman. Waktu dorman (istirahat) tersebut berbeda untuk setiap jenis bawang bombay, serta lahan tempat tumbuh serta kondisi penyimpanan. Waktu dorman untuk bawang jenis valencia misalnya terbatas hanya selama 140 hari, dan waktu dormansi tersebut putus bila bawang disimpan pada suhu 280C atau lebih tinngi. Tetapi justru pada suhu tersebut jenis bawang jepang dapat mencegah perkecambahan.

Jadi pada bawang-bawang tropis, penyimpanan pda suhu tinggi dapat mencegah perkecambahan, tetapi lebih tinggi terjadinya penguapan. Untuk mencegah hal itu dapat dilakukan penyimpanan dengan RH yang tinggi. Namun demikian perlu hati-hati karena tingginya RH akan menstimulir pertumbuhan akar. Karena itu perlu dijaga agar RH relatif rendah (sekitar 65-74%).

Suhu yang terbaik untuk menyimpan (mother bulb) adalah pada suhu 7.2 sampai 12.80c.

Dengan Zat Kimia

Beberapa bahan kimia telah digunakan untuk mengendalikan perkecambahan selama dalam penyimpanan. Bawang bombay dapat disemprot dengan 2500 ppm meleic hydrazide (MH) dua minggu sebelum dipanen.

Sebelum disemprot bawang bombay dapat disemprot dengan campuran IPC = isoprophyl phenyi carbamate dengan MENA = Methylnaphhthene Acetate dengan jumlah 100 g/kg umbi akan dapat mencegah percambahan bawang selama 6 bulan pada suhu 12-180c.

Bahan kimia tersebut pada digunakan dalam bentuk dip (dicelupkan) atau secara dusting. Untuk mencegah penyakit umbi direndam dalam dichloran (12 ib/100 galon atau 200 g/100 liter). Dosis mana sangat efektif terhadap Selecrotium. Konsentrasi 4–5 persen dalam bentuk dust baik untuk menekan infestasi Botrytis, Rhizopus fusarrium, Rhizoctonia dan Selerotium.

Irradiasi

Dosis irradiasi 5 sampai 15 Krd gamma radiation segera setelah dipanen akan banyak menghambat perkecambahan. Selama masa dorman cukup dengan dosis 3 – 7 Krd. Dalam prakteknya dosis 18.6 krad efektif dalam mencegah perkecambahan. Setelah bawang diradiasi, bawang disimpan pada suhu 100C dan 85 persen RH.

Pengolahan

Bawang dapat diolah menjadi kering atau untuk pengolahan, termasuk pembuatan asinan atau pickled. Pada umumnya bawang dengan total padatan tinggi baik untuk pengeringan. Sedang yang kadar kepedasannya tinggi bagus untuk tujuan pengolahan.

Pengeringan banyak dilakukan secara komersial dengan menggunakan dehydrator = pengering buatan, meskipun cara-cara tradisional dengan sinar matahari masih banyak dilakukan di berbagai negara sedang berkembang.

Seca komersial pengeringan bawang bombay dapat diolah menjadi produk bawang kering (rings) dan flakes yang dikemas dalam kaleng atau drum secara rapat. Di samping itu dari remukannya dapat dibuat “free granule” atau setelah ditepungkan menjadi “free flouring powder” dengan ukuran sekitar 80 mesh.

Bawang dapat dikeringkan dalam bentuk utuh maupun irisan, baik menggunakan udara kering pada suhu kamar atau udara yang dipanaskan pada conveyor pada suhu 32-370C, pengeringan harus baru dilakukan dalam waktu singkat, karena dapat membakar bagian kulit tipisnya dan memudahkan pengupasan. Akar-akar yang gosong dan kulit yang gosong dicuci dengan sikat sehingga bersih, baru dipotong leher dan pangkal bawahnya dengan pisau khusus.

Bawang yang bersih tersebut kemudian diiris-iris tipis sehingga mencapai ketebalan 0.3 cm, dan ditebarkan dalam tatakan pengering dan dikeringkan pada suhu 93.90C selama 1 ½ jam, yang kemudian diikuti dengan pendinginan yang dilakukan pada convenyor pada suhu 54.40C dan akhirnya pada suhu akhir 43.3 – 48.00C. Udara panas dialirkan ke arah atas, pengeringan berakhir bila kadar air bawang kering telah mencapai 3.5 persen.

1. BAWANG PUTIH

Bawang putih (allium sativum L.) merupakan jenis rempah yang penting. Beberapa jenis bawang putih memproduksi bunga tetapi tidak ada yang menghasilkan biji. Setiap umbi bawang putih dapat berisi sekitar 10 siung, yang terbungkus oleh membran yang putih.

Ada dua jenis bawang putih yaitu tipe jero dan tipe dalam, jenis yang dalam berwarna sedikit pink, atau coklat pink. Negara penghasil utama bawang putih adalah Cina, Spanyol, Mesir, Thailand, Republik Korea dan India.

Kerusakan dan kehilangan banyak terjadi selama penyimpanan dan pemasaran, yang disebabkan oleh penyakit dan pembusukan umbi oleh Aspergillus fusarium polani (dry rot). Sebagian besar kerusakan disebabkan oleh Penicillium sp. Blue mold rod, di mana umbi menjadi lunak atau gembos.

Cara penanganan penentuan indeks kematangan serta kuring yang dilakukan pada bawang putih kurang lebih sama seperti yang diterapkan pada bawang bombay. Umbi bawang puih siap dipanen sekitar 100 sampai 140 hari setelah penanaman. Sebelum dipanen bedengan tanah dapat diangkat ke atas dengan horizontal cutter, sehingga proses pencabutan dapat lebih mudah dilakukan. Biasanya pencabutan dilakukan dengan mencabut seluruh tanaman. Kuring umbi dilaksanakan dengan memberikan di lapangan selama 1 sampai 2 minggu.

Penyimpan dingin

Bawang putih dapat disimpan dengan hasil baik pada berbagai tingkat suhu. Tetapi akan cepat mengalami perkecambahan bila disimpan pada suhu 4.40C. Penyimpanan pada kelengasan udara yang rendah akan mencegah perkecambahan kapang dan pertumbuhan akar. Penyimpanan secara besar-besaran dapat dilakukan pada suhu -0.6 – 00C dan RH 70 persen atau kurang dapat disimpan minimal 6-7 bulan. Suhu tinggi (26.7 – 32.20C) dapat pula digunakan untuk menyimpan bawang selama 1 bulan atau kurang.

Suhu penyimpanan yang harus dihindari adalah suhu antara 4.4 sampai 18.30C, dimana pada suhu tersebut bawang akan dapat berkecambah dan RH tinggi akan merangsang pertumbuhan akar dan kapang. Bawang putih dapat disimpan selama 3 sampai 4 bulan bila dilakukan dengan ventilasi yang baik.

Yang penting diperhatikan ialah bawang putih harus mengalami kuring yang sempurna sebelum disimpan, karena kuring yang tidak sempurna akan menghasilkan pembusukan, terutama bila dilakukan pada suhu di atas 00C. Bila bawang putih akan disimpan lebih dari 36 minggu, sebaiknya disimpan pada 00C dengan RH 65 persen, kehilangan selama penyimpanan mencapai 12.6 persen.

Penggunaan Kimia

Penyemprotan bawang di lapangan dengan campuran Bordeaux (4:4:50) atau Ferbam dan naban akan banyak mencegah pembusukan (dry rot) selama penyimpanan.

Irradiasi

Bawang putih dapat diirradiasi dengan dosis 2 Krd sinar gama, dapat digunakan setelah selesai dipanen sampai 8 minggu, dapat menghambat percambahan secara efektif, mengurangi jumlah berat yang hilang, dan dapat memperpanjang masa simpan smpai 1 tahun. Tetapi bila irradiasi dilakukan setelah 8 minggu lepas panen, penghambat percambahan tidak akan terjadi.

Pengolahan Bawang Bubuk

Seperti halnya bawang bombay, bawang putih dapat diolah sehingga menjadi bawang kering (flake), atau butir-butir (granular) atau dalam bentuk bubuk. Bawang putih kering lebih rendah kadar airnya bila dibandingkan bawang bombay. Di pabrik bawang putih tersebut dikeringkan pada aliran udara yang tidak dipanaskan untuk memudahkan pemisahan bagian umbi.

Melalui alat rubber roll yang besar, umbi dipecah menjadi siung-siung tanpa merusak isi bawang, dan diikuti dengan penguapan kulit tipis. Pemisahan kulit tipis dilakukan dengan udara, kulit-kulit akan mengapung. Kemudian bawang-bawang putih diiris diiris-iris tipis dengan pisau berputar dan ditebarkan secara otomatis pada tatakan atau pada ban berjalan dengan alas berlobang-lobang untuk segera dikeringkan sampai kadar 8 persen. Pengeringan secara perlahan dilanjutkan dalam lantai penjemur (43.3 – 48.90C) sampai kadar air kurang dari 6.5 persen.

Produk akhir dapat berbentuk powder atau free flowing powder bawang putih untuk digunakan di restoran, hotel dan lain sebagainya. Untuk mendapatkan bubuk yang tetap mudah mengalir dan tanpa menyerap air bawang powder perlu ditambahkan dengan 2 persen calsium stearat.

Industri Minyak Bawang Putih

Sebagai bahan industri, bawang putih memiliki nilai tambah yang jauh lebih tinggi bila dikonsumsi sebagai bumbu. Nenek moyang kita menganjurkan untuk menelan satu siung bawang putih per minggu setelah makan siang untuk mengembalikan gairah bagi orang yang sdang lesu. Nampaknya bawang putih memiliki khasiat istimewa.

Di dalam kitab suci orang Mesir, Kerodutus (11.125) menceritakan adanya tulisan yang tertera pada dinding pyramida cheops. Di dalam tulisan tersebut dinyatakan bahwa para pekerja pembangunan pyramida harus mengkonsumsi bawang putih dalam jumlah besar agar memiliki kekuatan, stamina dan daya tahan tubuh yang tinggi. Orang Bulgaria sangat tinggi konsumsi bawang putihnya, apakah hal itu ada hubungannya dengan banyaknya orang Bulgaria yang berusia panjang (lebih dari 90 tahun) serta tubuh yang besar-besar masih perlu terus diteliti.

Dengan informasi mengenai adanya khasiat bawang putih tersebut, timbullah berbagai industri pengolahan bawang putih. Di Rusia dapat diperoleh dalam pasaran pil bawang putih dalam bentuk pil dengan nama allicin. Di India dan beberapa negara lain telah diproduksi secara besar-besaran “garlic pearl”, yang isinya garlic oil dalam gelatin kapsul.

Minyak volatil dari bawang putih hanya kurang dari 0.2 persen dari bawang putih segar. Dapat diekstraksi dengan cara destilasi dari cacahan bawang putih, hasilnya berwarna coklat kekuning-kuningan dan baunya kuat merangsang tidak enak, dengan komposisi 60 persen diallyl disulfida, 20 persen diallyl trisulfida dan 6 persen allyl propyl disulfida.

Bau bawang putih disebabkan oleh allyl disulfida minyak bawang putih secara komersil dapat dibeli dengan kekuatan penuh (100 persen = tidak diencerkan). Kekuatan itu kira-kira sama dengan 200 kali lebih besar dari bawang kering atau 900 kali lebih besar dari bawang putih segar. Di pasaran dapat pula diperoleh ninyak bawang putih yang telah diencerkan dengan minyak nabati pada konsentrasi 5 persen, 10 persen dan seterusnya. Di samping minyak bawang putih, juga ada oleoresin baik dalam dispersi air maupun dalam larutan minyak.

1. G. MELON (Cucumis melo L)

Melon atau musk melon, diperkirakan berasal dari India, sering disebut Cantaloupe. Berhasil baik bila ditanam dari lahan berpasir, udara cukup panas dan sinar matahari yang berlimpah.

Melon memiliki berbagai jenis diantaranya yang kini sedang dikembangkan adalah yang kulit luarnya berbentuk jaring yang disebut Reticulatus, di samping itu dikenal cantaloupe, Inadorous (winter melon) dan lain sebagainya.

Jenis reticulatus sering salah kaprah disebut dengan nama cantaloupe. Dari jenis winter melon yang terkenal adalah Honey Dew, Honey Ball dan sebagainya.

Mutu melon ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah yang memiliki aroma dan karakteristik, dan kemanisan yang cukup, warna dan ketebalan, tekstur dari daging serta tidak mengandung serat-serat. Selama di “pohon” melon mengalami peningkatan kandungan padatan terlarut, total gula. Terjadinya proses pelunakan daging melon disebabkan oleh perubahan yang terjadi dari pektin yang tidak larut menjadi pektin larut. Untuk tujuan transportasi kadar padatan yang dikehendaki adalah antara 8-10 persen Brix.

Kerusakan dan pembusukan melon disebabkan oleh beberapa penyakit yang menyerang melon seperti misalnya Altemaria rot (A. Tenuis), bacterial soft rot (Erwina sp), Bacteria spot (P. Lachmans), blue mold rot (Penicillium sp), green mold rot (Clodosporium cucumerium), Fusarium rot dan Rhizopus soft rot (R. Lonifer).

Pemanenan

Untuk tujuan pemasaran setempat, sebaiknya melon dibiarkan di tegalan sampai mencapai penuan (maturity) yang sempurna, tetapi masih keras. Sedang untuk dikirim atau ditransportasi dengan jarak jauh sebaiknya dipanen sebelum melon mencapai kematangan sempurna, tetapi juga tidak terlalu muda, karena melon yang muda tidak pernah akan berkembang mencapai kematangan yang dikehendaki.

Waktu pemanenan yang memenuhi kematangan yang ideal masih sulit ditentukan. Semakinmelon mendekati pematangan penuh, jaring-jaring pada permukaan kulit menjadi menonjol ke luar dan bulat, waktu masih muda bentuk net-nya berubah dari hijau tua menjadi hijau keabu-abuan dan akhirnya menjadi hijau kekuning-kuningan sewaktu melon mencapai kematangan. Semakin melon menuju kematangan penuh terjadi retakan di sekitar penducle pada dasar buah. Ketika mencapai matang penuh, buah mudah lepas dari cabang tanaman.

Kandungan padatan terlarut, refraktive index, dan kandungan gula (sukrosa buah meningkat selama proses pematangan. Mutu melon sangat ditentukan oleh tekstur, flavor dan derajad kemanisan. Kadar gula merupakan faktor yang terpenting dalam hal ini, yang dalam prakteknya dapat diperkirakan dengan menentukan kandungan total padatan dari sari buah. Di samping itu dapat pula digunakan penetrometer untuk menentukan tekstur atau untuk keempukannya.

Cara penanganan yang cepat tetapi hati-hati sangat diperlukan, karena penanganan yang kasar akan menyebabkan melon menjadi memar yang akhirnya peka terhadap serangan mikroba pembusuk. Penundaan perlakuan pengepakan dan pemuatan ke dalam truk-truk atau refrigerator akan menyebabkan terlalu cepat matang dan memperpendek waktu pemasaran itu sendiri. Di luar negeri khususnya di Amerika Serikat melon diklasifikasi menurut ukuran dan spesifikasi yang ketat. Misalnya minuman solid 10 persen dengan derajad kekerasan atau keempukan maksimum 2.0 dan minimum 1.0 kg/cm2.

Suhu Dingin

Pendinginan (precooling) sangat diperluakn terutama bila buah dipanen waktu udara panas. Karena itu pemetikan di pagi hari lebih baik hasilnya dari pada siang hari, dengan demikian memerlukan jumlah es yang lebih sedikit untuk mendinginkan. Melon dapat disimpan dalam waktu terbatas pada suhu 00C RH 80-90 %. Kotak ber-es dapat digunakan untuk Cantaloupe pada suhu 1.10C. kerusakan oleh suhu dingin dapat dijumpai pada honey dew, tetapi tidak pada cantaloupe.

Honey dew yang mudah rusak oleh suhu dingin tersebut dapat dilindungi dengan memberikan dosis 1000 ppp ethylene, 200C selama 24 jam. Dengan demikian timbulnya noda-noda merah pada kulit (chilling injuries) dapat dicegah, dengan demikian proses pematangan dapat terjadi pada penyimpanan 16-19 hari pada suhu 2.5 atau 50C.

Cantaloupe disarankan disimpan pada suhu 3.3. – 4.4.0C pada RH 95%. Pada keadaan tersebut cantaloupe dapat disimpan sekitar 10-14 hari.

Cantaloupe dapat disimpan dalam 2% 02 dan 10 – 20% CO2 pada suhu 50C. Dengan kondisi tersebut dapat menghambat kerusakan oleh mikroba.

Pemberian zat kimia

Untuk mencegah terjadinya serangan hama perusak dapat dilakukan perendaman melon dalam Sodium dimethyl dithiocarbonate (SDDC) pada dosis 4000 ppm. Penggunaan suhu larutan perndam 570C jauh lebih efektif dari 240C dalam mereduksi kerusakan oleh kapang. Di samping itu pestisida lain seperti Sodium O-Phenylphenate (SOPP) pada dosis 2500 ppm.

Di samping pestisida, dapat pula digunakan waxing pada melon dengan tag 16 wax, penambahan fungisida SDMC = Sodium dimethyl dithiocarbonate dapat membantu mereduksi kerusakan selama transportasi oleh R. Stolonifas. Melon-melon tersebut masih dalam kondisi sangat baik setelah disimpan 18 hari pada 100C.

1. H. SEMANGKA

Berbagai jenis semangka telah dikembangkan di dunia, dari yang berwarna merah tua sampai kuning (yellow doll), dari yang berbiji banyak sampai yang berbiji sedikit sekali. Dari yang mudah rusak sampai yang tahan fusarium, tahan anthracnose, dari yang kurang manis sampai yang berkadar gula 12.5 % (sugar doll dan alena).

Rasio total gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) dengna non pereduksi (sukrosa) semangka dapat digunakan untuk indikasi mutu dan pematangan. Perkembangan kadar gula sangat tergantung jenis semangkanya yaitu dapat berlangsung dari mulai 12 hari sampai 36 hari setelah anthesis. Semakin dini pembentukan gula semakin baik bagi melon yang akan dipanen sebelum panen penuh. Tetapi pada umumnya, pembentukan fruktosa dan glukosa meningkat sampai hari ke 24 setelah anthesis, kemudian menurun, sedang sukrosa tidak akan dibentuk pada hari ke 20, baru setelah itu meningkat terus.

Kerusakan semangka banyak disebabkan oleh antracnose (soft rot) dan banyak menyebabkan pembusukan tangkai dan ujung buah selama penyimpanan. Dari semangka-semangka yang terserang, kerusakan dapat terjadi sekitar 86 persen di bagian sekitar tangkai, sedang 10 persen saja yang menyerang semangka yang dipenan dengan tangkai buah. Karena itu sebaiknya semangka dipanen dan disimpan dengan tangkai buahnya.

Pemanenan

Penentuan waktu kapan semangka matang adalah sesuatu yang sangat penting tetapi sulit ditentukan tanpa pengalaman yang cukup. Hal ini disebabkan karena tanda-tandanya tidak begitu jelas sewaktu semangka berpindah status dari mentah menjadi matang. Ukuran semangka tidak banyak kaitannya dengan tanda pematangan. Warna kulit semangka mengalami perubahan khususnya yaitu dari warna putih ke arah warna kuning bagi bagian semangka yang bersentuhan dengan tanah.

Cara-cara objektive dapat dilakukan dengan mengukur warna bagian semangka yang disayat, yaitu dengan “light reflectance” dengan panjang gelombang tertentu. Suara yang timbul bila semangka diketuk sering dapat memberi indikasi terhadap derajat kematangan buah, bila masih muda terdengar adanya secara logam yang nyaring tetapi bila semangka sudah tua terdengar suara yang berat mati. Setiap jenis memiliki tanda-tandanya sendiri. Karena itu hanya dengan pengalaman yang baik, tanda-tanda tersebut dapat ditentukan untuk memilih kematangan yang baik.

Dalam pengangkutan semangka dalam jumlah banyak, biasanya dilakukan dengan truk, dimana di bawahnya diberi alas jerami setelabl 3 inch atau 7.5 cm, semangka dijaga agar tidak saling bersentuhan dengan semangka lain maupun dengan dinding truk. Di luar negeri pengangkutan semangka dilakukan pada mobil kotak atau mobil ternak dan malahan kadang-kadang pada mobil yang berrefrigerator.

Penyimpanan suhu rendah

Suhu rendah yang baik untuk penyimpanan semangka lebih dari 2 minggu adalah 7.2 sampai 100C (Lutz dan Handenburg, 1968), karena dengan suhu tersebut semangka tidak banyak mengalami kerusakan maupun “chilling injuries”. Warna dan cita rasa semangka menjadi lebih baik pada suhu kamar atau lebih tinggi dan pada suhu 100C atau lebih rendah warna menjadi pucat. Tetapi bila dapat dilakukan pada 12.8 sampai 15.60C daripada pada suhu yang lebih rendah atau lebih tinggi.

RH antara 80 – 95% biasanya cukup baik. Daya simpan semangka sulit diterka dengan jelas karena biasanya semangka masih dapat dimakan setelah disimpan 2 – 3 bulan pada suhu yang medium, meskipun, biasanya semangka mengalami penurunan mutu yang drastis setelah disimpan lebih dari dua minggu.

Pengolahan

Beberapa percobaan dan penelitian telah dilakukan untuk dimanfaatkan limbah semangka dalam bentuk semangka juice. Sari buah semangka dapat dibuat konsentrat pada evaporator dengan menggunakan proses suhu tinggi dan waktu singkat. Dari semangka yang diproses dapat dihasilkan rendemen 41% juice, 8% pulp, 1% biji dan 50% kulit buah, berdasarkan berat basah. Dengan mencacah dan pemberian kapur, kulut buah airnya dapat dipress.

Setelah sari buah diperoleh, ampasnya dapat dimanfaatkan menjadi makanan ternak, karena lumayan kandungan gizinya yaitu 13 persen protein, 7 persen ether ekstrak, 20 persen serat, 5 persen abu. Kadar gizi mana kira-kira sepadan dengan kulit jeruk. Karena itu sebetulnya dianggap layak memanfaatkan seluruh semangka bagi makanan ternak.

1. I. KANGKUNG DARAT

Kangkung darat pada hakekatnya kangkung air “lipomea aqualicer” yang dikembangkan di darat, dan ternyata memang dapat tumbuh subur. Kadar produksinya bisa 300 persen lebih tinggi. Perbedaan rasa kangkung darat dengan kangkung air dalam hal tekstur; biasanya lunak, lemas, bunga putih, sedangkan kangkung air renyah, bunga putih keunguan.

Kangkung darat merupakan komoditi yang mencapai prioritas pengembangannya di Indonesia, karena selain mempunyai nilai gizi yang tinggi (Vitamin A 6300 SI,kalsium 73 mg, besi 2.5 mg dan fosfor 50.0 mg per 100 g kangkung segar.Sedang kandungan serat kasar 3 gr, karbohidrat 5.4 c/100 g).

Juga mempunyai prospek pasar yang baik di Indonesia yang terkenal (Surachmat Kusumo, 1976). Pada tahun 1983, prokduksi kangkung di Indonesia sebesar 59.118 ton pada luas tanam 19.940 ha. Jenis kulotivar kangkung di Indonesia yang terkenal diantaranya adalah kultivar sultra = 23.74 ton/ha.

Kualitas kangkung yang baik adalah penampakannya bersih, tidak terserang hama dan penyakit, berwarna hijau segar tidak layu, dengan batang dan daun yang lunak, sedikit seratnya dan tidak berlendir. Pemberian pupuk nitrogen yang tinggi menyebabkan rendahnya serat.

Lahan 15 X 100 meter, dapat menghasilkan rata-rata 2500 ikat dengan garis tengah 7 cm. Mulai panen setelah umur 3 bulan dan dapat dituai setiap 15 atau 20 hari sekali 100-160 kuintal per ha. Umur kangkung darat dapat mencapai 7 bulan. Kangkung dapat dengan mudah ditanam baik di dataran tinggi, dataran rendah sampai di tepi pantai, asal tanahnya subur.

Serangan hama dn penyakit dapat dicegah dengan melakukan penyemprotan dengan Basudin 60EC dan Fungisida difolatan 4F. Penyakit yang menyerang tanaman kangkung darat adalah ulat tanah (Agrotis sp) dan penyakit soft rot (Rhizopus nigricans), dan hama belalang daun (Antractomorpha orenulata F).

Konon dilaporkan kangkung mengandung senyawa penenang dan dapat berperanan sebagai obat penyakit wasir. Hal itu kemungkinan besar karena kangkung merupakan sumber “dietary fiber” yang tinggi, dan baik sekali peranannya untuk memperlancarkan pencernaan.

Pemanenan pertama dilakukan dengan memangkas ujung sekitar 20 cm, untuk memberi kesempatan tanaman bercabang lebat.

Karena berupa daun, kangkung cepat sekali mengalami pengurangan berat karena penguapan, sehingga cepat layu. Kebiasaan yang secara tradisional menyimpan kangkung di bibir kamar mandi untuk mencegah selama pemasaran, penyimpanan atau pembahasan daun dan batang perlu sekali dilakukan.

Penyimpanan pada suhu dingin banyak mencegah terjadinya penguapan dan menghambat laju respirasi.